Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pertambangan Indonesia menyatakan, saat ini sektor pertambangan telah melakukan hilirisasi produk mineral. Namun belum ada industri yang mampu menghasilkan produknya.
Pelaksana Tugas Harian Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia Djoko Widayanto mengatakan, perusahaan penambang mineral telah melakukan hilirisasi, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Hal ini dibuktikan dengan dibangunya fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).
"Perusahaan telah menjalankan amanat Undang-Undang. Hilirisasi sudah tercapai," kata Djoko, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Namun menurut Djoko, barang yang dihasilkan dari kegiatan hilirisasi mineral baru sebatas produksi logam, belum menghasilkan produk jadi yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan industri. Bahkan untuk memproduksi jarum suntik saja belum mampu, sehingga masih mengandalkan impor.
"Kami di dalam proses logam ini berusaha menyediakan bahan baku yang disediakan di Indonesia. Kita masih tergantung dunia, kita bisa buat feronikel, tapi buat jarum suntik saja belum mampu," tuturnya.
Djoko menyatakan, pemerintah perlu menggalakan pembangunan industri berbasis logam, sehingga hilirisasi yang dilakukan industri pertambangan bisa berperan optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan negara.
"Jadi sampai hari ini pada produk barang setengah jadi, sehingga nilai tambah sudah dicapai emas bauksit tapi nilai jual masih kita impikan lebih baik, kalau industri mobil, HP berada di kita," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
IKM Lokal Pasok Komponen untuk Industri Otomotif Nasional
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menyatakan, industri kecil dan menengah (IKM) siap berkontribusi dalam rantai pasok industri otomotif nasional.
Salah satunya ditunjukkan melalui kemampuan IKM logam Koperasi Batur Jaya (KBJ) yang berlokasi di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Hal tersebut diungkapkan Airlangga dalam acara Kick-Off IKM dalam Supply Chain Industri Otomotif’ di Klaten, Jawa Tengah.
"Hari ini kita semua menyaksikan hasil dari komitmen dan keseriusan Koperasi Batur Jaya yang telah melakukan banyak perubahan untuk pengembangan usaha sehingga mampu memasuki rantai pasok industri otomotif,” ujar dia di Jakarta, Sabtu (23/3/2019).
Dia menjelaskan, sejak Januari 2019, KBJ berhasil memproduksi sebanyak 200 buah cylinder sleeve per bulan dan mengirimkannya kepada PT TPR Indonesia selaku pemasok lapis 2 PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).
Cylinder sleeve ini dipergunakan oleh PT TPR Indonesia sebagai alat bantu dalam memproduksi piston ring bagi TMMIN. IKM logam yang berada di sentra Ceper ini memiliki 300 pelaku usaha, yang setengahnya atau 150 IKM merupakan anggota KBJ.
"Dari klaster logam di sini, seluruhnya ada 4.000 tenaga kerja, dan tentunya ini menjadi bagian yang penting dari pengembangan IKM. Dengan demikian, IKM kita diharapkan mampu memperluas jaringan pasar, melakukan diversifikasi produk, menjalin kemitraan dengan industri besar dan meningkatkan ekspor," lanjut dia.
Dalam upaya menjalin kemitraan antara IKM dengan pemasok Agen Pemegang Merek (APM), lanjut Airlangga, diperlukan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) terampil, teknologi mesin dan peralatan, teknis produksi, serta bahan baku.
Advertisement
Industri Logam Jadi Tulang Punggung Bagi Sektor Lain
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, industri logam memiliki peranan besar dalam pembangunan dan perkembangan industri nasional. Oleh sebab itu, pemerintah terus mendorong pengembangan industri ini salah satunya dengan mendorong berdirinya pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel.
Dia mengungkapkan, industri logam memiliki peranan penting karena industri ini menghasilkan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lainnya, seperti permesinan dan peralatan pabrik, otomotif, maritim serta elektronika.
"Di samping itu, produk logam sangat dibutuhkan oleh banyak sektor, di antaranya adalah sektor konstruksi yang meliputi bangunan dan properti, jalan dan jembatan, ketenagalistrikan, dan lain-lain," ujar dia di Konawe, Sulawesi Tenggara, Senin (25/2/2019).
Menurut Airlangga, seiring maraknya berbagai proyek infrastruktur dan tumbuhnya industri pengguna, kinerja industri logam mampu tumbuh signifikan. Ini ditandai dari catatan pertumbuhan sektor industri logam pada 2018 yang menyentuh angka 7,6 persen, naik dibandingkan 2017 dan 2016 yang masing-masing sebesar 6,33 persen dan 2,35 persen.
Oleh karena itu, lanjut Airlangga, pemerintah terus berupaya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif agar dunia industri tetap bergairah melakukan investasinya di Indonesia. Sebagai langkah mendorong penumbuhan investasi baru di sektor manufaktur, termasuk industri logam, pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas di antaranya tax holiday dan tax allowance.
"Serta pembebasan bea masuk terhadap barang modal untuk investasi serta tata niaga," tandas dia.