Liputan6.com, Jakarta - Deutsche Bank asal Jerman sedang berhemat dan akan memangkas 18 ribu pekerjaan di seluruh dunia. Kabarnya, perusahaan akan keluar dari pasar saham (equities) di ranah global.
Dilaporkan CNBC, Deutsche Bank sedang melakukan restrukturasi dan ingin berhemat hingga USD 6,7 miliar atau Rp 94.4 triliun (USD 1 = Rp 14.111). Pada kuartal kedua 2019 saja, bank asal Jerman ini melaporkan rugi USD 3,1 miliar (Rp 43,7 triliun).
Baca Juga
Advertisement
"Saya sangat menyadari bahwa dalam membangun kembali (rebuilding) bank ini, kami melakukan pemangkasan yang mendalam. Saya secara pribadi amat menyesali dampak dari hal ini kepada sebagian dari kalian," ujar CEO Deutsche Bank Christian Sewing dalam keterangan resminya.
Ia melanjutkan bahwa meski berat, tetapi langkah itu tetap perlu diambil oleh pihak bank atas alasan kepentingan jangka panjang. Langkah ini disebut Sewing sebagai "transformasi fundamental."
Langkah PHK 18 ribu orang ini adalah langkah sampai 2022 dan Deutsche Bank menargetkan akan menyisakan 74 ribu pekerja saja. Selain itu, rencana restrukturisasi ini juga akan menghemat sampai USD 19 miliar (Rp 268,1 triliun) pada 2022.
Deutsche Bank juga berjanji akan melaksanakan pemangkasan kerja ini secara bertanggung jawab. Perkumpulan pekerja dan perwakilan pegawai juga akan diajak berkonsultasi sebagaimana seharusnya.
"Saya memahami bahwa ini akan memberi dampak ke orang banyak dan memberi efek ke kehidupan mereka dengan mendalam. Itulah mengapa kami akan melakukkan segalanya untuk menerapkan pemangkasan ini dengan cara yang bertanggung jawab. Saya menganggap itu sebagai tugas kami," jelas Sewing.
Ke depannya, Deutsche Bank sedang berencana berinvestasi sebesar USD 13 miliar (Rp 204,5 triliun) di sektor teknologi pada 2022.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Rupiah Melemah Seiring Kemungkinan Batalnya Pemangkasan Bunga The Fed
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini. Nilai tukar rupiah melemah seiring kemungkinan tidak diturunkannya suku bunga Bank Sentral AS.
Mengutip Bloomberg, Senin (8/7/2019), rupiah di buka di angka 14.116 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.082 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang Senin ini, rupiah bergerak di kisaran 14.116 per dolar AS hingga 14.155 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,84 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.147 per dolar AS, tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.148 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah melemah seiring kemungkinan tidak diturunkannya suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, data ketenagakerjaan non pertanian AS yang meningkat membuat ekspektasi turunnya suku bunga mengecil.
"Kenaikan ini membuat ekspektasi pasar ketenagakerjaan AS masih kuat dan masih tumbuh solid, yang bisa membuat the Fed tidak turunkan suku bunga sesuai ekspektasi pasar yaitu dua kali hingga akhir tahun 2019," ujar Lana dikutip dari Antara.
Tingkat pengangguran AS naik menjadi 3,7 persen pada Juni 2019 dari sebelumnya 3,6 persen dan di atas ekspektasi pasar 3,6 persen. Tingkat pengangguran 3,6 persen merupakan yang terendah dalam 49 tahun terakhir.
Namun demikian pertumbuhan data ketenagakerjaan untuk sektor non pertanian naik sebesar 224.000, jauh di atas ekspektasi pasar sebesar 160.000.
Advertisement
BI: Optimisme Konsumen pada Juni 2019 Masih Terjaga
Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Juni 2019 mengindikasikan optimisme konsumen tetap terjaga yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2019 yang berada pada level Optimistis yaitu sebesar 126,4, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan IKK pada bulan sebelumnya sebesar 128,2.
Dikutip dari keterangan tertulis Bank Indonesia, Senin (8/7/2019), tetap terjaganya optimisme konsumen ditopang oleh menguatnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini.
Hal itu terindikasi dari kenaikan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang didorong oleh kenaikan seluruh komponen pembentuk indeks, yaitu kondisi penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja dan pembelian barang tahan lama.
Ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan yang tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) juga tetap baik, meskipun sedikit menurun terutama terkait dengan ekspektasi terhadap kegiatan usaha ke depan.
Hasil survei juga mengindikasikan menurunnya tekanan kenaikan harga dalam tiga bulan mendatang hingga September 2019. Penurunan tersebut didorong oleh terjaganya pasokan barang konsumsi dan lancarnya kegiatan distribusi barang.
Sementara itu, tekanan harga dalam enam bulan mendatang hingga Desember 2019 diperkirakan meningkat dipengaruhi oleh peningkatan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa menjelang akhir tahun.