Liputan6.com, Denpasar Kabar menggembirakan datang dari Indonesia di ajang debat Australasian Intervarsity Debating Championships yang merupakan regional Australia-Asia di Bali. Wakil Indonesia yakni Kampus Bina Nusantara (Binus) dan Atma Jaya berhasil masuk ke babak grand final ajang debat yang diikuti oleh 30 universitas dari 13 negara.
Managing Director Event Australasian Intervarsity Debating Championships, Geovani Reinaldo menjelaskan, event ini merupakan kompetisi debat antar-mahasiswa di Asia dan Australia.
“Tujuannya, kita lagi membangun culture mengemukakan pendapat dengan baik. Ini ajang untuk itu. Ini ajang kompetisi debat paling bergengsi di Asia. Ini sudah diselenggarakan di Indonesia beberapa kali,” kata Geovani, Senin (8/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Ada 13 negara yang ikut dalam kegiatan ini, di antaranya adalah Indonesia, Malaysia, Vietnam, New Zealand, Korea, Hong Kong, Australia, Taiwan, India, Singapura, Thailand.
“Total peserta ada sekitar 300-350 peserta. Temanya macam-macam mulai pariwisata, ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya. Ini pertaruhan gengsi antar-universitas,” papar dia. Dari sini, peserta yang ke luar sebagai pemenang akan mendapatkan tiket bertarung di ajang debat tingkat dunia.
Vincentius Michael, salah satu juri asal Indonesia menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi kriteria dalam penilaian oleh para juri. Pertama adalah pembawaan masing-masing tim dinilai dari sebaerapa persuasive kasus tersebut.
“Kedua, kemampuan men-deliver argumen dan sanggahan-sanggahan antar-masing-masing peserta. Secara general kualitas para peserta, khsusunya perwakilan Indonesia sangat bagus,” katanya.
Pengalaman Berharga
Rayhan, mahasiswa asal Kampus Bina Nusantara mengaku mendapat banyak pengalaman berharga mengikuti ajang ini. Salah satunya adalah menderhanakan persoalan kompleks agar dapat dengan mudah dimengerti oleh masyarakat.
“Menyampaikan ide yang begitu kompleks supaya sederhana dan orang dengan mudah memahaminya. Tadi saya mengambil tema International Criminal Court. Diskusi yang berkembang adalah bagaimana hakim dari International Criminal Court mengintervensi kehaiman lokal agar kasus yang ditangani bisa dibawa ke ranah internasional. Tapi ada norma masyarakat di tingkat lokal yang tidak bisa dibawa ke tingkat internasional. Itu jadi bahan perdebatan dan diskusi,” papar dia.
Advertisement