Liputan6.com, Jakarta Menjadi pelaku usaha tentunya bukan hal mudah. Ada proses jatuh bangun yang harus dihadapi agar usaha terus berjalan maju dan sukses. Seperti cerita dua pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) asal Bandung ini.
Dimulai dari usaha dapur rumahan Boboko Snack (merek sebelumnya Jank Snack) milik Irpan Salim pada awal November 2015. Pria yang akrab disapa Ivan ini menjual produk makanan ringan khas Sunda (Sundanese Snack).
Advertisement
Berawal dari menjual seblak kering, Ivan kini memiliki sembilan makanan ringan lain (batagor kuah instan, basreng, moring, kicimpring, makaroni, emplod, ramen sunda, dongdo, kripik cireng) yang laris manis dipasaran.
Ivan mengungkapkan konsep awal menghadirkan Sundanese Snack bukan sekadar mencari pundi-pundi. "Saya mau memperkenalkan kaum milenial kalau banyak varian makanan jadul Sunda. Makanan jadul ini adalah budaya yang harus dijaga."
Meski kini makanan ringan sejenisnya banyak beredar di pasaran, namun pria kelahiran 12 Juni 1989 itu membeberkan kalau produknya punya keunggulan. "Semua makanan Bandung enak dan kami memang tak sebut produk ini nomor satu. Tapi dari segi rasa, kami konsisten. Kami juga menggunakan bahan berkualitas, packaging yang terbaik, dan untuk pelaku UMKM, kami punya jaringan distribusi barang."
Dengan inovasi meracik bumbu, promosi lewat media sosial (Instagram @bobokosnackofficial), dan website bobokosnack.com, kini Ivan memiliki distributor di Surabaya, Batam, Malang, dan Sumedang. Alasannya produknya bisa didapatkan lewat distributor karena dia ingin barangnya lebih mudah dikontrol, termasuk untuk menjaga kestabilan harga dan memantau pasarnya.
Ivan bercerita, dia pernah ada di titik atas dan terbawah dalam usahanya. Penjualan fantastis pada 2016, di mana Ivan menerima pre order seblak 50 ribu bungkus. "Saya akhirnya produksi beberapa ratus bungkus dalam sehari untuk mengejar target. Dan ternyata barang ada yang dikirim sampai ke luar negeri, salah satunya Hong Kong."
Titik terbawahnya saat penjualannya anjlok sekitar Februari 2018 karena dia harus menarik semua barangnya dipasaran, untuk mengganti merek dan packaging. Namun kondisi itu justru tak membuat Ivan patah semangat. Buktinya omzet Boboko Snack mencapai Rp125 juta per bulan. Fantastisnya lagi pada Maret 2019, omzetnya tembus Rp250 juta per bulan.
Namun pencapaian itu, tak lepas pula dari bantuan yang didapatkan Ivan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Ivan yang juga nasabah Britama ini mengaku kalau modal usahanya beberapa kali diperoleh dari pinjaman BRI.
Selain pinjaman modal, BRI juga memberikan kesempatan bagi Boboko Snack untuk mengikuti program Rumah Kreatif BUMN (RKB). "Program-program RKB sangat bagus untuk kami. Ada pelatihannya juga seperti cara mengelola keuangan, bagaimana membangun perusahaan secara profesional. Setelah ada pelatihan tentang ukm dan bisnis sangat membantu sekali."
Raup Untung dari Pecahan Kaca
Berbeda dengan Sunarti, pelaku UMKM yang menjadi pengrajin kaca dengan merek Dhenisa Mozaik. Ati Sunarti memulai usahanya pada 24 Maret 2014. Saat itu Sunarti dan suaminya (Herru Rezequin) berada di Bali dan mulai tertarik pada kerajinan mozaik dari limbah kaca.
Produk yang dibuat dari limbah kaca beragam. Mulai dari pot tanah, vas bunga, hingga kaca siap pakai. Dibantu oleh suaminya, Sunarti mulai menyusun potongan kaca menjadi karya unik yang istimewa.
"Awalnya desain masih belum percaya diri. Setelah dipajang (kerajinan mozaik cermin) orang justru tertarik dan ada yang pesan."
Dengan kerjasama yang baik antara Sunarti dengan suami, dan jaringan pasar, kini Dhenisa Mozaik banyak diburu para pencinta kreasi unik dari Belanda, Turki, Italia, Pakistan, Malaysia, Arab Saudi, Bangkok, Brunei Darrusalam, dan lainnya. Dhenisa pameran, salah satunya pameran produsen dan eksportir handicraft Indonesia, Inacraft.
Selama usaha dijalankan, wanita kelahiran Bandung 1 Maret 1966 ini mengaku sangat senang menjalankan Dhenisa Mozaik, tanpa ada kendala berarti. "Enggak ada kata sulit asal dilakukan dengan hati. Happy saja."
Lalu apa keunggulannya dibanding kompetitornya? "Dhenisa Mozaik adalah 100 persen handmade murni dan punya banyak motif. Kualitas bahan untuk Mozaik yang digunakan juga ada dari kaca baru impor (bronzie)," jelasnya.
Selain itu, mozaik tersebut bisa dipesan sesuai permintaan alias custom. "Sekarang kami sudah merambah ke kaligrafi. Jadi semakin punya nilai seni tinggi, kualitas pasti lebih bagus juga," katanya.
Dengan kisaran harga mozaik terendah Rp350 ribu, Sunarti mampu meraih omzet Rp15-20 juta per bulan. Saat ini, Dhenisa Mozaik bisa didapatkan di secara offline di RupaRupi Craft, Sarinah Bandung, atau saat car free day jam enam sampai 10 pagi di Buah Batu, Bandung. Bisa juga dilakukan pemesanan lewat media sosial di Instagram @dhenisa_mirror_mozaik.
Selain omzet yang didapatkan dan sejumlah pinjaman modal dari BRI, Sunarti juga merasa beruntung karena mendapat kesempatan meraup pengetahuan baru di Rumah Kreatif BUMN (RKB). Misalnya tentang teknologi dan teknis bisnis.
"Selain dikasih bantuan modal, tadiya saya gagap teknologi sekarang jadi melek. Dengan adanya pelatihan RKB jadi bisa mengerti dan paham mengenai teknik bisnis yang baik itu seperti apa. Barang-barang kami juga dibantu dipasarkan, seperti diundang ke BRI Craft, " ujar Sunarti.
Apabila Anda ingin membuat UMKM milikmu 'naik kelas', Anda bisa mengikuti jejak para pelaku UMKM di atas dengan bergabung bersama RKB BRI. Anda bisa menghubungi Kantor Cabang RKB BRI yang ada di kota Anda masing-masing.
Untuk Bandung, Anda dapat menghubungi KC Supervisi Bandung Setia Budi, Mess BRI Jl Jurang No. 50 A, Kelurahan Pasteur, Kecamatan Sukajadi.
(*)