Liputan6.com, Makassar - Tiga perusahaan pengemas barang di Makassar masing-masing CV Marine 33, CV Rezky Bahari dan CV Putri Laut Biru mengaku sangat dirugikan dengan tindakan salah satu perusahaan pengekspor ikan terbesar di Indonesia Timur, yakni PT. Suryagita Nusaraya (SN).
Ketiga perusahaan pengemas barang itu mengaku dibebani pajak aktifitas ekspor ikan yang sama sekali ia tak dilakukan oleh mereka tapi dilakukan oleh PT SN yang berkantor di Makassar.
"Selama ini PT SN menggunakan perusahaan kami mengekspor barang ke beberapa negara. Tapi dia tak menyetorkan pajak eksportir sehingga beban pajak diarahkan ke perusahaan kami yang sama sekali tak pernah berakfifitas demikian," kata Aris Titti, Wakil Direktur CV. Marine 33 kepada Liputan6.com di Makassar, Senin 8 Juli 2019.
Baca Juga
Advertisement
Aris mengungkapkan kerjasama perusahaannya dengan PT SN hanya dalam bentuk kemas barang (packing). Namun belakangan ia kaget setelah perusahaannya mendapat surat teguran oleh Kantor Pajak atas tunggakan pajak eksportir ikan yang telah dilakukan oleh PT. SN.
"PT SN hanya membayarkan upah jasa packing barang (UPI) saja ke kami sebesar Rp 500 per kilogram. Semua transaksi pengiriman barang ke luar negeri dilakukan oleh PT. SN selaku eksportir dan semua barang berupa ikan yang dikirim PT. SN itu yang kami tahu diambil dari beberapa pengumpul," terang Aris.
CV Marine 33 berupaya berkomunikasi dengan PT CN atas adanya tunggakan pajak eksportir barang sebesar Rp 1,6 miliar terhitung di tahun 2016. Namun PT. SN, kata Aris, hingga saat ini tak kooperatif.
"Kami yakin PT. SN memalsukan data dalam mengisi draf pemberitahuan ekspor ikan. Kami heran data perusahaan kami didaftarkan sebagai perusahan pengekspor barang sementara kami tidak menjalankan aktifitas yang dimaksud," beber Aris sambil memperlihatkan bukti draft pemberitahuan ekspor barang berupa ikan yang dimaksud.
saksikan video pilihan di bawah ini:
Perusahaan Packing Barang Merasa Ditipu
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Firmansyah selaku Direktur CV. Rezky Bahari dan CV. Putri Laut Biru. Kedua perusahaannya tersebut, kata dia, diam-diam digunakan oleh PT. SN dalam kegiatan eksportir barang berupa ikan ke sejumlah negara di Asia diantaranya Hongkong, Jepang dan Arab Saudi.
"Kami kaget setelah surat teguran Kantor Pajak muncul. Di mana kami dibebankan aktifitas eksportir barang yang kami tak lakukan. Tapi semuanya dilakukan oleh PT. SN. Ini tentu sangat merugikan kami," jelas Firmansyah.
Ia mengakui selama ini perusahaannya sangat mempercayai PT SN. Namun diam-diam kepercayaan itu hilang pasca mengetahu aksi PT SN yang dinilainya telah menipu.
"Kami akan bawa kasus ini ke ranah hukum. Kami tak terima ditipu oleh PT SN dengan membebankan pajak eksportir barang yang jumlahnya bisa mencapai ratusan miliar. PT SN kami duga lakukan modus penipuan untuk menghindari pajak kegiatan eksportir barang yang telah ia lakukan selama ini," terang Firmansyah.
Terpisah, Manajer Area Kawasan Timur Indonesia Kantor PT. Suryagita Nusaraya (SN) Cabang Makassar, Herybertus Dewanto mengatakan pihaknya tidak berwenang menjawab klarifikasi atas permasalahan yang ada. Hal itu kata dia, kewenangan kantor pusat.
"Intinya ketiga perusahaan masing-masing CV. Marine 33, CV. Rezky Bahari dan CV. Putri Laut Biru telah memberikan kuasa untuk melakukan kegiatan eksportir barang berupa ikan. Dan mereka telah menerima dana untuk penyetoran pajak eksportir yang dipungut dari masyarakat pengumpul. Kami ada bukti transferannya," singkat Herybertus via telepon, Selasa (9/7/2019).
Advertisement
Modus Pencucian Uang
Jermias Rarsina didampingi anggotanya Yohana Galenta selaku tim kuasa hukum tiga perusahaan pengemas barang (packing) masing-masing CV Marine 33, CV Rezky Bahari dan CV Putri Laut Biru mengatakan PT SN dalam kegiatan bisnis korporasinya telah memenuhi unsur dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Hal mana, kata mereka, perbuatan mengisi dokumen pengiriman barang ekspor yang memposisikan CV Marine 33 beserta CV Rezky Bahari dan CV Putri Laut Biru selaku eksportir, padahal faktanya yang melakukan kegiatan eksportir adalah perusahaan PT SN.
"Akibatnya harta kekayaan yang diperoleh dari bisnis ekspor berupa ikan segar telah menjadi keuntungan yang besar kepada perusahaan PT. SN. Namun untuk kepentingan pajak eksportir bagi negara telah disembunyikannya," jelas Jermias didampingi anggotanya, Yohana, Selasa (9/7/2019).
Perbuatan tersebut, kata dia, mengakibatkan pajak eksportir menjadi lenyap dari tangan perusahaan PT SN. Sedangkan bisnis ekspornya tetap kelihatan berjalan secara sah dan resmi.
"Padahal omzet dan keuntungan yang diterimanya melalui dugaan tindak pidana di bidang perpajakan yang jelas merugikan keuangan atau ekonomi bagi kepentingan negara," beber Jermias.
Di sisi lain, lanjut Jermias, klien mereka merasa tertipu oleh karena seharusnya kewajiban membayar pajak ekspor tidak ada/bukan kewajiban pada mereka. Tetapi melekat pada perusahaan PT. SN.
"Namun pada kenyataannya, pelaporan dokumen ekspor barang oleh PT SN membuat dan menyebut klien kami selaku eksportir. Hal ini merupakan modus operandi dari pemalsuan dokumen untuk menghindari kewajiban membayar pajak ekspor oleh PT. SN selaku eksportir," ungkap Jermias.
Dengan kenyataan yang ada, Jermias menilai bahwa transaksi keuangan dalam bisnis korporasi PT. SN menjadi sumber harta kekayaan yang diperoleh dari omzet atau keuntungan melalui kegiatan ekspor yang dilakukan oleh PT. SN dan itu dilakukan bertahun tahun dengan secara sadar.
Cara perolehan harta kekayaan perusahaan SN Cargo seperti itulah menurut hukum, kata Jermias, dapat dikategori dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh karena sesuai ketentuan UU TPPU Pasal 2 ayat (1) huruf a s/d z telah memberikan batasan dengan jelas mengenai hasil tindak pidana pencucian uang berupa harta kekayaan yang diperoleh dari berbagai tindak pidana asalnya (predicate crime), dan salah satunya adalah di bidang perpajakan.
Selain itu, lanjut Jermias, dalam peristiwa tersebut, juga ada kasus hukum dugaan kejahatan korupsi, penipuan dan penggelapan.
"Dan itu akan kami buktikan semuanya dalam proses hukum kedepannya," tegas Jermias.
Ia berharap aparat penegakan hukum harus segera menindak lanjuti kasus hukum yang terjadi tersebut. Karena, kata Jermias, ada kepentingan hukum negara yang jauh lebih besar dan dominan untuk dilindungi di bidang perpajakan yang telah menjadi dugaan TPPU.
Aparat penegak hukum harus segera mungkin memeriksa dugaan TPPU sekalipun ada predicate crimenya (pidana asal). Oleh karena ketentuan hukum telah jelas yaitu sesuai ketentuan pasal 69 UU TPPU No. 8 tahun 2010 dimana menegaskan bahwa tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu predicate crimenya.
Selain itu, ada pula pendekatan lainnya dalam praktek peradilan pidana khususnya kejahatan TPPU. Dimana, lanjut Jermias, berdasarkan yurisprudensi (Putusan Pengadilan) sesuai hasil kajian dari Pusat Pelaporan Aliran Transaksi Keuangan (PPATK) telah ada 105 putusan Pengadilan dalam kejahatan pencucian uang (TPPU) yang berkekuatan hukum tetap (In Kracht Van gewisdje) yang menandaskan bahwa TPPU tidak wajib dibuktikan lebih dahulu predicate crime (tindak pidana asalnya).
Jermias mengungkapkan bahwa jika tindakan PT. SN tidak segera dicegah, maka dapat berakibat kerugian keuangan atau ekonomi negara bidang perpajakan semakin bertambah besar. Karena omzet dan keuntungan yang diperoleh PT. SN dalam kegiatan penyamaran bisnis ekspor ikan segar yang kelihatannya resmi masih tetap berjalan, padahal ada dugaan pratek ilegal dalam bisnis untuk mengelabui sistem pajak ekspor bagi dirinya yang beraktifitas selaku eksportir,"
"Negara rugi, sementara PT. SN bisnis ekspornya meraup untung dan korporasinya tetap eksis tanpa harus memenuhi kewajibannya kepada negara," Jermias menandaskan.