Musim Kemarau Datang, Gajah-Gajah di Bukit Tigapuluh Berkeliaran Cari Air

Gajah merupakan satwa yang sangat bergantung pada air, sehingga pada sore hari biasanya mencari sumber air untuk minum, mandi, dan berkubang.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 09 Jul 2019, 18:00 WIB
Kawanan tiga ekor Gajah Sumatra di Lansekap Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto/Dok BKSDA Jambi).

Liputan6.com, Batanghari - Tiga ekor gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) liar di lansekap Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo, keluar meninggalkan kelompoknya. Kawanan tiga satwa bongsor itu diketahui menjelajah hingga berada di sekitar pedesaan di Kabupaten Batanghari, Jambi.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi, Rahmat Saleh mengatakan, keberadaan gajah sumatra yang keluar dari kelompoknya itu sudah dihalau oleh tim mitra konservasi supaya tidak masuk ke permukiman masyarakat di Desa Tapah Sari, Kecamatan Mersam, Batanghari.

"Sekarang personel mitra konservasi sedang menggiring ke habitatnya supaya tidak masuk ke desa," kata Rahmat kepada Liputan6.com, Senin, 8 Juli 2019.

Tim mitra konservasi tersebut dibantu masyarakat menggiring kawanan gajah liar ke habitat asalnya. Tim ini dibentuk BKSDA Jambi dan langsung mendapat pengarahan dari Ketua Mahout Indonesia, Nazaruddin.

"Tim di lapangan terus memonitor. Kawanan gajah sumatra ini belum dipasang GPS collar sehingga pergerakannya harus terus dipantau oleh tim," katanya.

Rahmat menjelaskan, tiga ekor kawanan gajah sumatra jantan itu keluar dari kelompoknya untuk mencari sumber air karena musim kemarau. Ketiganya harus menjelajah hingga lintas kabupaten.

Gajah, kata Rahmat, termasuk satwa yang sangat bergantung pada air, sehingga pada sore hari biasanya mencari sumber air untuk minum, mandi, dan berkubang. Seekor gajah sumatra membutuhkan air minum sebanyak 20-50 liter per hari dan mampu mengisap 9 liter air dalam satu kali isap.

Selain itu, jarak jelajah gajah bisa mencapai 7 kilometer dalam satu malam. Bahkan, pada saat musim kering atau saat musim buah-buahan di hutan membuat daya jelajahnya mencapai 15 kilometer per hari.

 


Koridor Gajah

Gajah jinak yang biasa digunakan untuk mengatasi konflik gajah liar dengan masyarakat. (Liputan6.com/Dok BBKSDA Riau/M Syukur)

BKSDA Jambi mencatat, lansekap Bukit Tigapuluh di Kabupaten Tebo, adalah kantong populasi gajah terbesar di Sumatera. Tercatat saat ini terdapat 143 populasi gajah di lansekap tersebut.

Semakin meluasnya alih fungsi hutan yang menjadi habitat gajah itu, berakibat pada meningkatnya konflik manusia dan satwa gajah. BKSDA mencatat ada 188 konflik selama periode Januari-Juni 2018.

Untuk mengatasi konflik gajah dan manusia itu, BKSDA Jambi dan sejumlah mitra konservasi membangun koridor gajah di lansekap Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo. Luas untuk kawasan ekosistem esensial (KEE) koridor gajah sekitar 54.000 hektare.

Rahmat Saleh mengatakan, dari total kawasan KEE untuk koridor gajah di area Bukit Tigapuluh ini juga berada di kawasan Wildlife Conservation Area (WCA) PT LAJ yang direncanakan menjadi bagian di dalamnya.

"Pemerintah dan swasta sepakat untuk melindungi ekosistem gajah dengan melibatkan masyarakat supaya lebih efektif dan berkelanjutan," ujarnya.

Direktur PT LAJ, Meizani Irmadhiany mengatakan, kawasan WCA yang termasuk dalam koridor gajah memiliki luasan 9.700 hektare dan berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan berperan sebagai penyangga di bagian selatan yang menjadi habitat bagi satwa liar gajah.

"Melalui WCA ini kita bersama pemerintah membangun bersama program jangka panjang untuk menyediakan wilayah jelajah dan memitigasi terjadinya konflik," kata Meizani.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya