Liputan6.com, Abu Dhabi - Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan akan mengurangi kehadiran pasukannya di seluruh Yaman yang dilanda perang, dan mulai bergerak dari strategi "medahulukan militer" dan "mendahulukan perdamaian".
Negara Teluk itu menarik sebagian pasukannya dari berbagai daerah konflik di Yaman, termasuk pelabuhan selatan Aden dan pesisir barat, kata seorang pejabat UEA yang tidak disebutkan namanya, pada Senin 8 Juli.
"Kami memang mengurangi jumlah pasukan karena alasan yang strategis di (kota tepi Laut Merah) Hodeidah dan alasan yang taktis," kata pejabat itu, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (9/7/2019). "
Baca Juga
Advertisement
Seorang pejabat militer Yaman yang tidak disebutkan namanya mengkonfirmasi tentara UEA "benar-benar mengosongkan" pangkalan militer di Khokha, sekitar 130 kilometer selatan dari pelabuhan utama Hodeidah.
Pergerakan pasukan di daerah lain di Yaman bersifat taktis dan didasarkan pada kebutuhan internal, tambah pejabat UEA itu.
"Kami tidak khawatir tentang kekosongan di Yaman, karena kami telah melatih total 90.000 pasukan nasional di sana," katanya. "Ini adalah salah satu kesuksesan besar kami di Yaman."
Konflik di Yaman pecah pada akhir 2014, ketika pemberontak Houthi merebut sebagian besar negara, termasuk ibu kota Sanaa.
Perang meningkat pada Maret 2015, ketika koalisi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi dan UEA meluncurkan kampanye udara sengit terhadap para pemberontak, dalam upaya untuk mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang diakui secara internasional.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pengumuman UEA Diragukan
Pejabat UEA menekankan dukungan penuh negaranya terhadap Arab Saudi, mengatakan diskusi tentang gerakan pasukan telah dikoordinasikan selama lebih dari setahun.
"Ini bukan keputusan menit terakhir. Ini adalah bagian dari proses dalam koalisi yang telah dibahas secara luas dengan mitra kami, Saudi," ujar pejabat UEA.
Menurut Gamal Gasim, seorang profesor ilmu politik di Grand Valley State University di AS, mengatakan bahwa pengurangan pasukan UEA bertentangan dengan strategi Arab Saudi, untuk menghancurkan pemberontak yang berpihak pada Iran.
"UEA lebih mungkin bermaksud untuk membagi Yaman menjadi dua negara Selatan dan Utara, di mana mereka akan memiliki pengaruh dan dominasi atas bagian selatan. Arab Saudi, di sisi lain, lebih tertarik untuk mengalahkan Houthi dan mengakhiri pengaruh Iran," jelas Gasim.
Saeed Thabit, seorang analis politik Yaman yang bermarkas di Qatar, mempertanyakan kebenaran komentar pejabat UEA tersebut.
"Pengumuman UEA tampaknya tidak jujur dan tidak mencerminkan keinginan tulus untuk mengakhiri perang di Yaman, sebagian karena itu bocor secara anonim tanpa pengumuman resmi," kata Thabit.
"Pasukan UEA masih memiliki kehadiran substansial di Yaman, dan perkembangan ini dibuat lebih untuk memusuhi orang-orang Saudi yang menghadapi lebih banyak tekanan militer dari Houthi di perbatasan mereka dengan Yaman." lanjutnya berpendapat.
Advertisement
Muncul di Tengah Perselisihan AS-Iran
Pengumuman UEA datang di tengah-tengah perselisihan antara Washington dan Teheran, yang melonjak pada Juni lalu ketika Iran menembak jatuh pesawat tanpa awak (drone) AS setelah serangkaian serangan tanker.
Para diplomat mengatakan UEA lebih memilih menempatkan pasukan dan peralatan militer, jika ketegangan antara AS dan Iran semakin meningkat di Teluk.
Pejabat UEA mengatakan: "Banyak orang bertanya apakah ini juga terkait dengan meningkatnya ketegangan dengan Iran saat ini. Saya akan mengatakan pada dasarnya tidak ... Tapi tentu saja, kita tidak bisa buta dengan gambaran strategis secara keseluruhan."