Liputan6.com, Sana'a - Sebuah organisasi bantuan internasional melaporkan adanya peningkatan kasus kolera di Yaman pada tahun ini.
Dalam enam bulan pertama 2019, terdapat sebanyak 439.812 kasus, dengan 203.000 yang terdampak merupakan kalangan anak-anak, ungkap Save The Children dikutip dari Al Jazeera, Selasa (9/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Setidaknya 193 anak telah meninggal tahun ini di Yaman berkaitan dengan penyakit tersebut, tambah sumber yang sama. Jumlah korban tewas akibat kolera sembilan kali lipat lebih tinggi dari periode yang sama pada tahun lalu.
Marak di Negara yang Berperang
Seorang direktur Save the Children di Yaman, Tamer Kirolos, mengatakan wabah itu marak terjadi di negara yang dilanda perang.
Ia menambahkan, korela telah menjadi endemik di Yaman, diperparah dengan sistem kesehatan yang berada di bawah tekanan.
"Hanya setengah dari fasilitas kesehatan yang berfungsi, sementara sisanya ... ditutup atau sebagian berfungsi," kata Kirolos dalam sebuah pernyataan.
Musim hujan yang sedang berlangsung memperburuk situasi, dengan banjir dan hujan deras mempercepat proses penyebaran penyakit.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
9,2 Juta Anak Tanpa Akses Air Bersih
Perang selama bertahun-tahun di Yaman telah merusak infrastruktur negara itu, yang berdampak negatif pada akses air bersih dan sanitasi. Hal itu membuat sekitar 9,2 juta anak - anak terdampak, kata Save the Children.
Kondisi lingkungan yang memburuk juga telah menyebabkan penyakit berkembang biak.
Sementara itu, anak-anak juga mengalami kekurangan gizi dan sangat rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan kolera. Mengingat, sistem kekebalan tubuh mereka lemah.
Jika terdampak kolera, anak-anak memiliki tiga kali lipat lebih mungkin untuk meninggal.
Advertisement
Berjuang Menjaga Anak Tetap Hidup
Kirolos mengatakan, selama konflik berkecamuk yang bisa mereka lakukan hanyalah: menjaga sebanyak mungkin anak untuk tetap hidup. Hal itu disebabkan sistem air bersih yang rusak dan bantuan di Yaman yang masih rendah.
Angka-angka tersebut muncul ketika Uni Emirat Arab pada hari Senin mengatakan pihaknya mengurangi jumlah tentara di Yaman yang dilanda perang dan beralih dari strategi mengutamakan militer ke strategi mendahulukan perdamaian.
Tentara UEA telah bertempur sebagai bagian dari koalisi militer pimpinan Saudi melawan pemberontak Houthi .
Konflik empat tahun telah menewaskan puluhan ribu orang, banyak dari mereka warga sipil.
Pertempuran telah memicu apa yang digambarkan oleh PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan jutaan orang terlantar dan membutuhkan bantuan.