RI Kirim Balik Puluhan Kontainer Sampah ke Negara Asal

Sebanyak 49 kontainer yang ditemukan tercampur sampah atau limbah B3 akan dikembalikan ke Prancis, Hong Kong, AS, Australia, Jepang dan Jerman.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Jul 2019, 18:30 WIB
Petugas Bea Cukai Tanjung Perak menunjukkan koran dari kontainer berisi sampah asal Australia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019). Kantor Bea Cukai Tanjung Perak menindak barang impor berupa delapan kontainer sampah kertas asal Australia. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan mengembalikan puluhan kontainer berisi sampah yang masuk ke Indonesia. Pengembalian tersebut lantaran sampah plastik mengandung limbah B3 berbahaya.

Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Surjantoro mengatakan, Ditjen Bea Cukai bersama pihak terkait telah melakukan tindakan tegas soal masuknya sampah dan limbah ke Indonesia.

"Yang kemarin ditindak tegas adalah yang tercampur dengan sampah dan limbah B3," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Masalah impor sampah dan limbah ini muncul setelah China mulai mengurangi impor sampah sejak 2017. Akibatnya negara yang biasanya mengimpor sampah ke Negeri T‏irai Bambu tersebut mencari pasar baru, termasuk ke Indonesia.

"Kebijakan China ini membuat kami memperketat proses pemantauan. Akhirnya kami berhasil mengidentifikasi kontainer-kontainer berisi sampah yang terkontaminasi," kata dia.

Dari hasil penelusuran Ditjen Bea Cukai bersama pihak terkait, lanjut Deni, ditemukan puluhan kontainer berisi sampah dan limbah yang terkontaminasi.

"Di Tanjung Perak yang sudah kita lakukan reekspor itu 5 kontainer di pertengahan Juni. Yang di Batam ada 65 kontainer yang telah kita lakukan pemeriksaan bersama dengan kemeneterian terkait, dalam hal ini KLHK. Itu dari 65 kontainer, kedapatan 49 yang tercampur sampah atau limbah B3. Ini akan kita lakukan proses reekspor, dikembalikan ke negara asal," jelas dia.

Menurut Deni, proses pengembalian kontainer ke negara asalnya tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Pedagangan (Permendag), di mana yang menanggung seluruh biaya untuk pengembalian tersebut adalah pihak importir.

"Yang di Batam asalnya macam-macam karena banyak. Jadi ada dari Prancis, Hong Kong, AS, Australia, Jepang, Jerman. Di Permendag nomor 31 Tahun 2013 ada ketentuan mengenai itu (reekspor). Itu harus di reekspor kalau tidak sesuai dengan ketentuan atas tanggungan dari importir," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


65 Kontainer Sampah Plastik Impor di Luar Wewenang BP Batam

Pemeriksaan kontainer berisi sampah plastik yang tergolong bahan berbahaya dan beracun. (foto: Liputan6.com / ajang nurdin)

Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menyatakan keberadaan 65 kontainer yang  berisikan sampah plastik impor bukan di dalam pengawasan BP Batam.

Direktorat Lalulintas Barang Badan Penguasaan (BP) Batam Subdit Perindustrian, Tus Haryanto mengatakan, tidak memiliki kewenangan mengawasi untuk proses pengiriman dan penerimaan barang dari lalu lintas barang BP Batam. 

Untuk proses pengiriman dan penerimaan barang dari Lalulintas Barang BP Batam  tidak memiliki kewenangan  mengawasi. Wewenang izin impor berada di wilayah kementerian perdagangan.

"Kami hanya mengawasi biji plastik, sebagai bahan baku," kata Direktur Lalulintas Barang BP Batam, Tri Novianta Putra di Kantor  Humas BP Batam, Rabu (26/6/2019).

Sebelumnya saat rapat di DPRD Batam, Evi Elfiana Bangun, Direktur PTSP BP Batam mengemukakan asal mula perusahaan biji plastik dari China. Berdasarkan ketentuan Peraturan Nomor 44 Tahun 2016, usaha tersebut tidak dilarang dan terbuka untuk investor asing. Pihaknya mengundang Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup, Bea Cukai untuk berdiskusi mengenai hal tersebut.

"Melakukan diskusi semua pihak mendukung pasal untuk bahan baku plastik merujuk Kementerian Perdagangan pasal 11 Tahun 2015," ujar dia.

"Semua menyampaikan agar pelaku usaha memperhatikan lingkungan agar dalam proses pelaksanaannya tidak mencemari lingkungan,” ia menambahkan, saat Rapat di Kantor DPRD, Batam Senin, 24 Juni 2019.

Lebih lanjut ia menyampaikan ada beberapa jenis izin yang harus ditempuh mulai dari izin prinsip, usaha untuk beroperasi, izin operasional untuk komersial.

"Kami terbitkan izin penanaman modal,untuk mendapatkan izin usaha pelaku usaha terlebih dahulu memenuhi izin lingkungan ya itu UPL. UKL yang  kemudian  menjadi kewenangan Dinas Lingkungan Hidup. DLH Batam kalau tertuju ke kemendagri nomor 31 2016," kata dia.

 


RI Telat Terapkan Kebijakan Kirim Balik Sampah Impor

Petugas Bea Cukai Tanjung Perak memeriksa kontainer berisi sampah asal Australia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019). Bea Cukai Tanjung Perak menindak sampah kertas tersebut karena terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). (JUNI KRISWANTO/AFP)

Sebelumnya, Indonesia menjadi negara terakhir di Asia Tenggara yang mengembalikan sampah ke Negara Barat dalam beberapa hari. Tercatat, Indonesia mengirimkan kembali 5 kontainer sampah ke Amerika Serikat (AS).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut. Dia memandang, kebijakan tersebut memang perlu dilakukan.

"Saya kira itu bagus policy begitu," kata dia, saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Jumat, 21 Juni 2019.

Kebijakan serupa, lanjut Mantan Menko Polhukam ini, telah dilakukan oleh negara-negara lain. Sehingga bukanlah hal yang perlu dipertanyakan.

"Karena bukan hanya kita yang melakukan. Filipina juga melakukan. Singapura melakukan. Tidak ada yang aneh. Justru terlambat kita lakukan," ujarnya.


Penyelundupan Sampah Plastik Harus Ditindak Tegas

Kontainer sampah (Foto: Liputan6.com/Ajang Nurdin)

Pemerintah diminta lebih serius menangani persoalan sampah plastik yang diselundupkan melalui impor sampah kertas, seperti yang belum lama ini terjadi di Batam dan Surabaya. Hal tersebut untuk mengantisipasi makin banyaknya limbah plastik, seiring meningkatnya impor sampah kertas ke Indonesia.

Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Prigi Arisandi mengatakan, pada 2018, volume impor kertas bekas sebesar 739 ribu ton atau naik dibanding 2017 yang sebesar 546 ribu untuk bahan baku pabrik kertas di Jawa Timur.

"Dari 12 perusahaan kertas di Jawa Timur, lima perusahaan kami survei dan jumlah plastik yang ditemukan dalam waste paper 10 persen sampai 30 persen," ujar dia di Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Aktifitas impor sampah kertas yang terkontaminasi sampah plastik tidak terkelola dengan baik. Hal ini akan menimbulkan kerusakan di air, udara, dan lahan. "Yang harus disetop penyelundupan sampah plastiknya, bukan impor sampah kertasnya," kata dia.

Melihat kondisi tersebut, kata Prigi, Ecoton mengusulkan tiga hal kepada pemerintah. Pertama, memasukan impor sampah kertas ke dalam jalur merah, agar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bisa melakukan inspeksi.

Kedua, mendorong pemerintah agar negara asal atau eksportir melakukan sertifikasi terhadap perusahaan daur ulang dan menerapkan pengawasan 0 persen sampah plastik domestik.

"Ini untuk memastikan tidak adanya sampah plastik dari rumah tangga berupa food packaging, household product dan personal care," tuturnya.

Ketiga, pemerintah harus memperketat pengawasan impor sampah kertas, dan mencabut izin impor bagi pengusaha kertas yang terbukti melakukan jual beli sampah plastik domestik impor

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya