Cerita Pengungsi Afghanistan di Kebon Sirih: Jakarta Ramah pada Kami

Sembari duduk beralaskan tikar seadanya, dia mengaku warga Jakarta telah memperlakukan keluarganya dengan cukup baik.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 10 Jul 2019, 06:24 WIB
Massoome, pengungsi asal Afganistan yang tinggal di trotoar jalan Kenon Sirih, Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Ratu Annisa Suryasumirat)

Liputan6.com, Jakarta - Wajahnya tetap semringah walau sudah menggelandang di jalanan selama hampir 3 bulan. Dia adalah Massoome (27), imigran asal Afghanistan yang mencari perlindungan sambil menunggu kepastian negara pemberi suaka memberi lampu hijau kepadanya.

Selama ini, Trotoar di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, tak jauh dari Kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), lembaga yang mengurus para pengngsi dan pencari suaka,  menjadi tempat dia bernaung sementara.

Seraya memeluk anaknya yang sedang lucu-lucunya, berumur 10 bulan, Massoome menceritakan perjalanannya hingga tiba di Ibu Kota.

“Saya datang bersama suami dan anak saya, kami bertiga datang dengan pesawat,” tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).

Sejumlah imigran berkumpul di trotoar depan Kantor UNHCR Menara Ravindo, Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (3/7/2019). Puluhan imigran meminta tempat tinggal dan keputusan suaka kepada UNHCR. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

“Passpor kami hilang diambil seseorang. Dia mengaku mau bantu kami, dan pergi membawa identitas kami. Saya kebingungan, dan saya menunggu kabar dari UNHCR,” lanjutnya dengan bahasa Inggris ala kadarnya.

Namun, Massoome kembali tersenyum saat menuturkan pengalamannya selama menggelandang di Ibu Kota. Sembari duduk beralaskan tikar seadanya, dia mengaku warga Jakarta telah memperlakukan keluarganya dengan cukup baik.

"Orang-orang Indonesia baik. Mereka sering memberi kita makanan dan uang saat lewat," cerita dia.

Meski begitu, dia juga tahu diri, tidak mungkin berlama-lama menggelandang di Jakarta. Walau Indonesia salah satu negara yang membolehkan mereka bersinggah, Massoome tahu bahwa dia harus pergi suatu saat nanti.

Harapannya, dia dan keluarganya bisa segera mendapatkan negara tujuan sebagi tempat tinggal, serta bantuan biaya dari UNHCR.

"Kami tidak bisa pilih mau ke negara mana. Kami hanya bisa menunggu kabar dari UNHCR. Saya akan tunggu terus di sini sampai saya mendapat kabar,” ujar dia.

 


Mandi, cuci, charger HP di Masjid

Dua anak pencari suaka bermain ponsel di dalam tenda yang dibangun di atas trotoar depan Masjid Ar-Rayan, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (5/7/2019). Para pencari suaka dari sejumlah negara berkonflik berharap UNHCR bisa segera memberikan jaminan perlindungan bagi mereka. (Liputan6.com/Helmi Fithr

Walau menggelandang, Massoome mengaku tetap bisa membersihkan diri dan memandikan anaknya. Hal ini dilakukannya di masjid yang ada di sekitar Kebon Sirih. 

"Kami bisa mandi di masjid. Kalau mau charge baterai handphone, cuci-cuci, kami juga bisa lakukan di masjid," ucapnya sambil bercanda.

Pencari suaka mencuci tangan jelang masuk ke dalam tenda yang dibangun di atas trotoar depan kantor UNHCR, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (5/7/2019). Para pencari suaka ini membangun tenda-tenda dan meminta kepastian perlindungan dari UNHCR . (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

"Biasanya kami duduk berjejer sambil charge handphone, ngobrol bareng sama yang lain. Kami sangat dibantu dengan masjid yang ada di sini," ucap perempuan berhijab itu.

Dia bersyukur, walau harus menggelandang. Namun aman di Indonesia. Dia pun berterima kasih kepada warga Jakarta yang telah membantunya.

Kendati tidak mampu pergi ke negeri impiannya, Amerika Serikat, namun dia yakin akan akan segera mendapat negara yang mau menampungnya.

"Susah kalau mau ke Amerika. Tidak ada izinnya,” dia mengakhiri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya