Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, mengakui rencana pemindahan ibu kota Jakarta bukan lah sesuatu yang baru. Sebab, rencana ini sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelummya.
Bambang mengatakan sejak era Presiden Soekarno dan Soeharto rencana pemindahan ibu kota sudah dicanangkan. Namun karena banyak pertimbangan dan hal lainnya rencana ini tidak juga terealisasikan.
"Meskipun wacana sudah diangkat sejak presiden Soekarno 1947 Soeharto 1980-an tapi pada kesempatan ini, Presiden Jokowi ingin tidak berhenti di wacana tapi pindah konkrit," katanya dalam acara Forum Merdeka Barat di Kementerian Bappenas, Jakarta, Rabu (10/8).
Baca Juga
Advertisement
Bambang mengatakan pemerintah sendiri saat ini tengah belajar dari beberapa negara yang sukses memindahkan lokasi ibu kotanya, salah satunya yakni Brasil . Menurutnya, banyak yang mengira kalau ibu kota Brasil adalah Rio de Janeiro. Padahal, ibu kota ini sudah resmi dipindahkan sejak 1960 ke Brasilia.
"Kita berbahagia sekali bisa belajar dari negara yang mempunyai banyak kesamaan meskipun wilayahnya jauh seperti Brasil," katanya.
Bambang menyebut meski banyak negara-negara lain yang berhasil pindahkan ibu kotanya seperti Pakistan, Nigeria, Australia, dan Malaysia, namun Brasil lah yang punya kemiripan dengan Indonesia.
"Kita sama-sama negara G20, juga secara ekonomi negera berkembang dan berpotensi nantinya masuk top 10 ekonomi dengan PDB terbesar. Wilayahnya besar. Bedanya satu, Brasil sifatnya continent dan kita kepulauan," katanya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemindahan Ibu Kota untuk Dukung Visi Indonesia 2045
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasiona (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah Indonesia menaruh harapan positif untuk menjadi negara maju di 2045. Salah satunya stateginya dengan memindahkan ibu kota ke luar Jawa.
Dia menjelaskan pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mendukung Visi Indonesia 2045 tersebut. Selain untuk mengurangi beban Pulau Jawa, pemindahan ibu kota utamanya bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan yang memiliki semangat Indonesia sentris di seluruh kawasan Indonesia, utamanya Kawasan Timur Indonesia.
“Alasan utama kita berpikir untuk memindahkan ibu kota negara adalah karena beban Pulau Jawa sudah cukup besar. Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat segalanya. Kita menginginkan Indonesia Sentris. Total estimasi biaya investasi pemindahan IKN ini sebesar Rp 466 Triliun atau USD 32,9 miliar. Pembiayaan pemindahan IKN tidak akan memberatkan APBN, tetapi akan lebih mengutamakan peranan swasta, BUMN dan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU),” ujar dia di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Namun dalam mewujudkan Visi Indonesia 2045, lanjut Bambang, Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang banyak. Namun, dia mengajak seluruh pihak dan elemen masyarakat untuk berkolaborasi dalam mengatasi setiap tantangan tersebut.
“Tentunya pemerintah perlu dan terbuka untuk setiap masukan dan pemikiran yang dapat mendukung dan membantu kita mewujudkan Visi Indonesia 2045. Kita akan memperoleh bonus demografi yang terjadi once in a lifetime di era itu. Ini harus jadi kesempatan emas yang kita manfaat sebaik-baiknya untuk kemajuan Indonesia. Tentunya, seluruh persiapan harus dilakukan dari sekarang,” tandas dia.
Advertisement
Lokasi Ibu Kota Baru Tak Boleh Langgar Regulasi Kehutanan
Pemerintah berencana untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke wilayah lain di luar Jawa. Salah satu lokasi yang dianggap paling berpotensi menggantikan ibu kota ini adalah daerah Kalimantan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengaku tidak masalah apabila daerah Kalimantan menjadi ibu kota. Asalkan, lahan yang digunakan nantinya harus tetap berdasarkan instrumen yang dituangkan di dalam regulasi perhutanan.
"Kalau KLHK sih yang penting kebutuhan terhadap lahan bagi ibu kota negara itu berdasarkan instrumen-instrumen yang ada di dalam regulasi kehutanan itu dimungkinkan," katanya saat ditemui di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Saat disinggung mengenai luas lahan yang dibutuhkan untuk ibu kota baru ini, dirinya mengaku belum mengetahui. Sebab, kajian tersebut masih dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Tanyanya menteri Bappenas kan dia mesti milih dulu di mana lokasinya. Tapi sudah saya pelajari insturmennya memungkinkan. jadi tidak ada masalah," katanya.
Sementara, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil mengatakan, dalam pemindahan ibu kota baru ini pihaknya tengah menerjunkan tim khusus untuk turun ke lapangan. Ini dilakukan untuk memastikan agar kawasan tersebut tidak bermasalah.
"Ada tim di lapangan yang sekarang sedang bekerja untuk menata batas dan lain-lain, untuk memverifikasi siapa yang menggunakan, bagaimana tanahnya, dan lain-lain," katanya
Pemindahan Ibu Kota Sumbang Pertumbuhan Ekonomi 0,1 Persen
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro kembali membicarakan dampak ekonomi pemindahan ibu kota dalam Dialog Nasional kedua tentang Pemindahan Ibu Kota Negara di Bappenas, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Menurut kajian yang telah dilakukan, Bambang mengatakan, pemindahan ibu kota ini nantinya tidak akan menimbulkan efek negatif bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Justru, pemindahan ibu kota ini berdampak positif yaitu meningkatnya pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi.
“Pemindahan ibu kota ini nantinya malah akan meningkatkan pertumbuhan PDB sekitar 0,1 persen. Dengan adanya kegiatan membangun ibu kota jadi pertumbuhan PDB per tahun akan bertambah dari based line 5 persen menjadi 5,1 persen,” jelas Bambang.
Dalam hitungannya, saat ini, total produk domestik bruto (PDB) nasional sekitar Rp 15.000 triliun. Oleh karena itu, dengan pertumbuhan 0,1 persen maka menyumbang PDB sekitar Rp 15 triliun.
Bambang pun menambahkan hal ini terjadi akibat penggunaan sumber daya potensial yang selama ini masih belum termanfaatkan.
Selain itu, Bambang juga menyebutkan jika pemindahan ibu kota ini tidak akan menyebabkan kontraksi ekonomi di wilayah lain jika lokasi alternatif ibu kota baru ini sudah memiliki sumber daya yang memadai dan beketerkaitan dengan aktivitas ekonomi posititif di wilayah lain.
Lebih lanjut Bambang mengatakan hal ini sekaligus mengatasi masalah pengangguran dan kesenjangan kelompok masyarakat berdasarkan pendapatan. "Pemindakan ibu kota ini akan lebih terdiversifikasi ke arah padat karya," kata Bambang.
Advertisement