Liputan6.com, Sidoarjo - Lenny nama gadis itu, ia baru lulus dari SMKN 2 Buduran Sidoarjo pada 2017 lalu. Ia merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Kesehariannya, Lenny bekerja disalah satu koperasi milik kepabeanan dan cukai di Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur.
Ia mulai bekerja di koperasi setelah lulus dari sekolah. Selain di koperasi, Lenny juga aktif mengurusi Taman Pendidikan Alquran (TPQ) di Yayasan Yatim Piatu dan Dhuafa An-Nur Sidoarjo.
"Dulu, saya pernah menjadi murid di sana. Kurang lebih hampir 13 tahun, tepatnya ketika masih kelas IV SD," ujar Lenny, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Advertisement
Berkecimpung di dunia pendidikan Alquran memang telah menjadi minatnya sejak dulu. Karena agama yang bisa menuntunnya ke jalan yang benar. Bahkan, hal itu juga ditularkan ke adik-adiknya saat masih usia sekolah.
"Pengetahuan umum memang perlu, tapi yang lebih penting juga adalah pengetahuan agama," kata dia.
Sejak kecil, ia sudah terbiasa membagi waktu. Pagi hari diisi dengan belajar di sekolah dasar. Sedangkan siang hingga sorenya, diisi dengan kegiatan sekolah berbasis Alquran. Berkat keuletannya mampu membawa dia dipercaya menjadi salah satu pengurus di TPQ yayasan yatim dan dhuafa tersebut yang berada di Sidoarjo tersebut.
Di sela-sela kegiatannya yang padat, ternyata gadis ini masih menyempatkan aktif dibidang sosial. Sejak 2016 lalu, Lenny mulai menjalani hari-harinya bersama kalangan komunitas marginal, yang sebagian besar didalamnya merupakan anak-anak jalanan, pengamen, dan yang lebih penting lagi mereka mencari sumber penghidupannya sendiri demi keluarganya.
"Mereka, murni anak jalanan, pengamen, pengasong dan pengemis yang ada di sekitar perempatan alun-alun Sidoarjo," ucapnya.
Lenny rela meluangankan waktunya demi memperbaiki masa depan anak-anak yang terpinggirkan yang berada di Sidoarjo tersebut. Lenny ingin berbagi ilmu dengan mereka.
"Saya bukanlah orang yang berkecukupan uang. Tapi, saya punya keinginan besar yang mungkin bisa dibagi-bagikan ke anak anak. Salah satunya belajar bareng," ujarnya.
Melawan Keterbatasan
Street Children Foundation merupakan komunitas kepemudaan di Sidoarjo yang aktif mengurusi kalangan marjinal yang menginginkan untuk terus belajar bersama. Komunitas yang sudah ada sejak 2015 lalu itu saat ini sudah mendampingi kurang lebih 50 orang anak.
Minggu sore, merupakan hari yang sudah disepakati untuk belajar bersama. Mata pelajaran yang diberikan pun bervariasi, mulai dari mata pelajaran wajib, hingga segala kreatifitas yang bisa disalurkan kepada mereka.
"Rata-rata mereka masih berusia 1 hingga 17 tahun. Untuk pembelajarannya sendiri kita kelompokkan mereka sesuai kemampuan yang dimiliki. Ada yang khusus TK, PAUD, SD, SMP hingga SMA," terang Lenny.
Sebagian besar mereka, banyak menaruh harapan dijalan. Mereka yang memiliki hobi menyanyi, mungkin lebih memilih membawa gitar dan mengamen di perempatan lampu merah, dan ada juga sebagian dari kalangan mereka yang memilih tuk mengasong.
"Jangankan biaya sekolah, untuk mencukupi kehidupannya sendiri mereka harus mencari diluar," tambah Lenny.
Ia terenyuh saat membayangkan anak-anak usia 1- 10 tahun berjuang melawan keterbatasan. Tentunya, kondisi seperti itu belum dialaminya saat seusia mereka. Apalagi sudah seharusnya mereka lebih banyak dirumah, belajar dan bermain, bukan ngamen atau pun ngasong.
"Ada tiga yang mereka pikirkan, Kapan dia bisa belajar, kapan waktunya mencari uang, dan kapan dia bisa bermain," ujarnya.
Apakah mereka semua putus sekolah dan tidak memiliki orang tua?, tidak, sebagian besar dari mereka, jawab Lenny, masih memiliki orang tua, bahkan ada juga yang sekolah formal. Namun, keterbatasan ekonomi keluarga lah yang membuat mereka harus mencari penghidupan sendiri.
"Setidaknya, saya bisa memberikan kontribusi pada mereka (putus sekolah) untuk tetap belajar, meski dengan keterbatasan biaya," katanya.
Advertisement
Pilu Anak-Anak Marginal
Lenny bercerita, pernah suatu kali tepatnya sebelum bergabung dengan komunitas anak jalanan, ia bersama salah satu temannya mengitari kawasan alun-alun Sidoarjo. Ia hanya ingin mengetahui langsung kondisi anak-anak jalanan tersebut.
Saat itu, tepatnya pukul 15.00 WIB sore, ia sengaja pergi ke alun-alun Sidoarjo dengan membawa bola. Ia melihat sekumpulan anak-anak jalanan sedang bermain disana. Bahkan yang ada ditangannya, membuat mereka tertarik dan ingin bermain bersamanya.
"Sudah cukup lama bermain, ketika memasuki pukul 17.00 Wib, salah satu dari mereka tiba-tiba menghentikan permainan sembari mengajak temannya berangkat. Aku durung oleh duit. Engko diseneni emak (saya belum dapet uang. Nanti dimarahi ibu)," ungkapnya menirukan anak-anak yang langsung meninggalkan dirinya.
Disuatu kesempatan lain, ada dua anak asal Sidoarjo kakak beradik yang diketahui masih berusia 7 dan 10 tahun. Sebelumnya mereka aktif mendatangi alun-alun untuk belajar bersama dengan teman-temannya yang juga anak jalanan. Setahun berjalan, keduanya sudah tak nampak lagi.
"Setelah kita cari tahu dengan mendatangi rumahnya, ternyata mereka ditarget harus mendapatkan uang seratus ribu dalam sehari," ceritanya.
Dua bersaudara itu diketahui tidak memiliki ibu dan pernah tinggal di panti asuhan, sekarang ia hanya tinggal bersama ayah angkatnya dirumah yang sederhana. Melihat kondisi seperti itu, ia mencoba meminta dan memohon kepada ayahnya untuk membiarkan mereka tetap belajar bareng.
"Tapi karena kondisi keluarganya pas-pasan, akhirnya mereka lah yang disuruh mencari uang. Sebenarnya, ada kemauan dari mereka untuk belajar, hanya saja mindset orang tuanya jika anaknya belajar justru tidak akan mendapatkan uang," urai Lenny.
Berbagai persoalan keluarga dihadapi anak-anak jalanan. Namun, tak menyurutkan langkahnya untuk berhenti mengajak mereka belajar. Selain bisa menyalurkan ilmunya, ia juga merasa senang bisa bermain dengan mereka.
Saksikan juga video menarik berikut: