Liputan6.com, Jakarta - Jika Anda membayangkan para ekspatriat tinggal di apartemen mewah tanpa mengkhawatirkan harga, mungkin hal itu tidak sepenuhnya benar.
Kenyataannya, harga properti di Indonesia bagi warga negara asing (WNA) masih dianggap mahal. Mengacu pada Permen ATR/ Kepala BPN 13/2016 dan Permen ATR/ Kepala BPN 29/2016, ada batas harga minimal bagi WNA yang ingin menyewa apartemen atau membeli rumah di Indonesia, dengan besaran beragam.
Di Jakarta saja, WNA diizinkan punya rumah seharga minimal Rp 10 miliar atau apartemen seharga minimal Rp 5 miliar. Tentu, besaran minimal yang besar akan menghambat ketertarikan WNA untuk memiliki properti di Indonesia. Mungkinkah para WNA bisa mendapat hunian murah agar investasi asing di Indonesia dapat terus tumbuh?
Yagus Suyadi, Kepala Bagian Buro Hukum dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), menyatakan jika penentuan harga properti di luar kuasa kementerian.
Baca Juga
Advertisement
"Harga properti bagi asing, mau turun atau tidak bukan wewenang kami. Yang terpenting, kami bisa kasih jaminan, aturan dan regulasi," ujar Yagus di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Sedangkan menurut Nico Po, CEO Pollux Properties, ada skema fidusia yang bisa diterapkan di kepemilikan properti. Skema ini memungkinkan terjadinya pengalihan hak kepemilikan sebuah benda dimana hak kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda tersebut. Artinya, ada pihak pemberi kredit yang dapat membantu seseorang memiliki suatu benda.
"Ada skema fidusia, yang sama seperti hak tanggungan, itu bisa digunakan untuk menyiasati harga properti. BPN harus mensosialisasikan bahwa fidusia dan hak tanggungan ini sama, agar tidak membingungkan," ungkap Nico.
Selebihnya, keputusan harga properti tetap berada di tangan masing-masing pengembang, karena penentuan harga ditinjau dari berbagai aspek seperti lokasi, kualitas material bangunan, fasilitas dan lainnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Godok Regulasi Baru Kepemilikan Properti bagi WNA
Indonesia mengijinkan warga negara asing (WNA) memiliki properti untuk kebutuhan mereka. Peraturan pemerintah bagi WNA untuk memiliki properti di Indonesia sebenarnya sudah dibentuk sejak lama.
Namun, regulasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) tersebut dinilai masih terlalu rumit. UUPA juga tidak ramah investasi.
Oleh karenanya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) mengambil langkah untuk menyempurnakan UUPA agar dapat menggairahkan sektor properti Indonesia.
BACA JUGA
Kepala Bagian Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN Yagus Suyadi menyatakan revisi UUPA sedang diproses di DPR.
"Sekarang sedang disempurnakan di DPR, kami harapkan bisa rampung segera. Ada beberapa poin yang mendapat kelonggaran supaya WNA dapat dengan mudah memiliki properti," ungkap Yagus di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2015, WNA sebenarnya sudah mendapat kelonggaran kepemilikan properti. WNA tidak wajib memiliki KITAS, cukup dengan memegang visa kunjungan saja. Waktu sewanya bisa mencapai 80 tahun dengan skema 30+20+30.
Poin yang ingin diubah utamanya adalah waktu sewa. Skema waktu sewa saat ini dinilai bisa menurunkan minat WNA dalam memiliki properti, karena mereka harus melakukan perpanjangan sewa tiap skema tiap 30, 20 dan 30 tahun ke depan. Mereka akan dihadapi dengan ketidakpastian diterima atau tidaknya permohonan perpanjangan sewa, biaya dan lainnya.
Nantinya, setelah RUU selesai, WNA diharapkan bisa langsung mendapat 50 tahun di kali pertama mereka menyewa properti, tentu dengan beragam syarat yang harus dipenuhi para pengembang. RUU ini diharapkan selesai dengan sempurna agar tidak menimbulkan kerancuan lagi.
Advertisement