Liputan6.com, Jakarta Alfamart mengklaim sudah bisa mengurangi penggunaan kantong belanja plastik sebesar 30 persen lebih sejak 2019. Penurunan ini disebabkan pemberlakuan kantong plastik berbayar beberapa waktu lalu.
Corporate Affairs Director Alfamart, Solihin mengatakan, penurunan penggunaan kantong plastik ini sudah terlihat jelas sejak awal 2019. Padahal di 2018, penggunaan kantong plastik mencapai 103 ribu pcs.
Lalu bergerak di Januari 2019, penggunaan kantong plastik menurun kr angka 71,9 ribu pcs. Penurunan turun terus di Februari 2019 sebesar 64,2 ribu pcs.
Baca Juga
Advertisement
Kemudian penggunaan kantong plastik ini sempat naik di periode Maret sampai Juni di angkat 68 ribu pcs, lantaran pembeli meningkat untuk event Ramadan dan Idul Fitri.
"Total, bila dilihat secara keseluruhan, dari periode Januari hingga Juni tahun ini, penurunan penggunaan kantong plastik belanja sebesar 30 sampai 37 persen," tutur Solihin di Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Jumlah presentase tersebut dipengaruhi juga dari ribuan toko Alfamart yang berada di tiga daerah yang mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) pelarangan penggunaan kantong plastik belanja.
"Seperti Bogor, Bandung dan Bali. Per Januari 2019, sudah tidak sama sekali penggunaan kantong plastik," tambah Solihin.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terus Kampanyekan Bahaya Kantong Plastik
Solihin pun mengaku, pihaknya terus mengkampanyekan pengurangan penggunaan kantong plastik belanja kepada kostumernya. Termasuk salah satu salah satu langkah persuahaan tidak lagi memberikan secara gratis atau gerakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG), yang juga digalang asosiasi pengusaha retail di Indonesia.
"Sekarang berbayar Rp 200 rupiah perlembarnya," ujar Solihin.
Kemudian, ada juga peluncuran produk 'Tasini'. Dimana, kantong belanja yang terbuat dari sampah daur ulang.
"Kami jual seharga Rp 39.900. Bisa dipakai berkali-kali untuk belanja dan sudah tersebar di seluruh outlet Alfamart tertentu, terutama Jabodetabek," tuturnya.
Advertisement
Pelaku Industri Tolak Larangan Plastik Kemasan
Para pelaku industri produsen dan pengguna plastik yang tergabung dalam Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) menolak peraturan pemerintah, baik pusat maupun daerah terkait pelarangan penggunaan plastik kemasan.
Para pelaku industri tersebut menilai hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Perundangan Persampahan, selain juga tidak tepat sasaran karena akan merugikan masyarakat (konsumen). Tidak hanya itu, pelarangan itu juga bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan negara.
Perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Rachmat Hidayat mengatakan plastik kemasan produk industri seperti makanan, minuman, farmasi, minyak, kimia, dan sebagainya tidak dapat dipisahkan dari produk yang dikemas di dalamnya.
“Jadi melarang peredaran plastik kemasan produk berarti melarang peredaran produk yang dikemas dalam plastik kemasan tersebut,” katanya dalam acara Focus Gorup Discussion (FGD) bertema Pengembangan Industri Plastik Dengan Berorientasi Pada Lingkungan di Ruang Rajawali Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa, (9/7/2019).
Padahal, menurut Rachmat, produk-produk tersebut sudah dikendalikan dan diawasi oleh kementerian/lembaga yang terkait sesuai dengan sektornya masing-masing. Contohnya produk makanan dan minuman serta farmasi berada dibawah pengawasan BPOM dan Kementerian Kesehatan. Sedangkan produk pestisida berada di bawah pengawasan Kementerian Pertanian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ITB, dan Solid Waste Indonesia (SWI) terhadap laju daur ulang sampah plastik, Indonesia sudah melakukan 62 persen daur ulang botol plastik. Angka tersebut bahkan terbilang tinggi jika dibandingkan dengan negara besar seperti Amerika yang hanya 29 persen, dan rata-rata Eropa 48 persen.
Jika pelarangan terhadap plastik kemasan ini terus berlanjut, hal itu akan sangat berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Karena, mau tidak mau, itu akan sangat berdampak terhadap industri yang banyak menggunakan wadah dari plastik.
Salah satunya adalah industri makanan dan minuman (mamin) yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDB Non Migas Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilainya mencapai 19,86 persen atau Rp 1.875.772 miliar pada 2018 dan tumbuh sebesar 7,91 persen pada akhir 2018.