Liputan6.com, Islamabad - 12 Juli 1997 menjadi momentum bersejarah. Malala, seorang gadis pejuang pendidikan bagi perempuan Pakistan lahir ke dunia.
Pemilik nama lengkap Malala Yousafzai itu lahir di Mingora, Lembah Swat, Provinsi Khyber Pakhtunkhwa di barat laut Pakistan. Tepat di mana kelompok Taliban Pakistan juga bermarkas, yang sering melarang anak gadis untuk bersekolah.
Advertisement
Pada 9 Oktober 2012, saat Malala mencoba naik bus sekolahnya, tiba-tiba ia dihentikan Taliban. Ditanya siapa namanya, kemudian tiba-tiba ditembak tiga kali. Termasuk satu di bagian wajah, seperti dilansir untuk Today in History dari laman Onthisday.com, Jumat (12/7/2019).
Upaya pembunuhan itu dituduhkan pada kelompok Taliban Pakistan. Dunia internasional murka. Banyak pihak lintas-negara bersimpati dan mendukung sang Malala Yousafzai setelahnya.
Ancaman tak hanya datang sekali. Berbagai upaya penyerangan terus dilancarkan oleh Taliban. Namun, Malala tidak gentar. Ia terus memperjuangkan akses pendidikan, khususnya bagi anak perempuan.
21 Oktober 2013, gadis pemberani itu mendapatkan kewarganegaraan dari Parlemen Kanada, sebagai kehormatan atas jasanya memperjuangkan hak perempuan.
Tahun 2014, Malala menjadi penerima Hadiah Nobel termuda. Ia tetap lantang setelahnya. Puncaknya, 2017 ia mengkritik respons Aung San Suu Kyi terhadap krisis Rohingya di Myanmar.
Pada 2017, The Guardian melaporkan Malala Yousafzai telah berhasil menempuh studi di Lady Margaret Hall, University of Oxford. Ia belajar filsafat, politik dan ekonomi, atau APD. Almamater yang sama dengan mantan presiden Pakistan Benazir Bhutto, yang juga berjasa dalam bidang emansipasi perempuan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Menulis untuk BBC
Perjuangan Malala dalam mengadvokasikan hak-hak perempuan Pakistan, tak semudah yang dibayangkan. Pada akhir 2008, ia berkontribusi membongkar tindakan Taliban Pakistan dengan menulis untuk BBC Urdu.
Malala, yang saat itu masih seorang gadis kecil, telah menulis blog secara anonim tentang kehidupannya, menurut Time.
Hal itu bermula saat koresponden BBC di Peshawar, Abdul Hai Kakar, menghubungi guru sekolah setempat, Ziauddin Yousafzai; meminta seorang anak untuk menceritakan kisah hidup. Namun tak ada siswa yang mau karena berbahaya. Akhirnya, menurut Institute of War & Peace Reporting, Yousafzai menyarankan putrinya sendiri, Malala yang berusia 11 tahun.
Para editor di BBC dengan suara bulat menyetujui hal itu, lapor The New Yorker.
"Kami telah meliput kekerasan dan politik di Swat secara terperinci tetapi kami tidak tahu banyak tentang bagaimana orang biasa hidup di bawah Taliban," kata Mirza Waheed, mantan editor BBC Urdu. Karena mereka khawatir tentang keselamatan Yousafzai, editor BBC bersikeras bahwa dia akan menggunakan nama samaran.
Tulisan Malala diterbitkan dengan judul "Gul Makai" (cornflower atau 'bunga jagung' dalam bahasa Urdu), nama yang diambil dari karakter dalam cerita rakyat Pashtun, lapor The Guardian. Ia menulis dengan tangan lalu diberikan kepada seorang reporter yang memindai lalu mengirimnya melalui surel.
Tulisan itu menceritakan kisah dan pemikiran Yousafzai sebagai gadis Pakistan selama Pertempuran Pertama Swat, ketika operasi militer berlangsung. Saat itu, sangat sedikit perempuan yang berangkat sekolah, hingga akhirnya sekolah itu ditutup.
Advertisement