Penggabungan Batasan Produksi Rokok Mudahkan Pengawasan

Rencana penggabungan batasan produksi rokok bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran cukai.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Jul 2019, 20:30 WIB
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendapatkan hambatan dalam menerapkan penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu, Rofyanto Kurniawan mengatakan, hambatan tersebut berupa penolakan terhadap kebijakan tersebut berasal dari para produsen rokok. Namun dia tidak menjelaskan siapa saja pabrikan yang menolak terhadap penggabungan batasan produksi SKM dan SPM.

"Yang menjadi tantangan adalah penggabungan produksi. Ada (penolakan) produsen rokok produksi SKM dan SPM," kata di Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Dia menjelaskan penggabungan batasan produksi SKM dan SPM akan memudahkan pengawasan. Sebab, semakin banyak golongan, semakin besar pula potensi terjadinya penyalahgunaan. Dengan kebijakan tersebut, para produsen yang memiliki volume produksi segmen SKM dan SPM di atas tiga miliar batang harus membayar tarif cukai golongan I pada kedua segmen tersebut.

"SKM golongan II dan SPM golongan II kita akan gabungkan. Kalau masuk kategori golongan I, bayar cukai golongan I, dan ini masih ada pertentangan dari produsen," tegas dia.

Sementara itu, Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kemenkeu Nasruddin Djoko Surjono memastikan jajarannya tengah mensimulasikan dampak dari rencana penggabungan SKM dan SPM. 

“Pembahasan ini sudah di level atas. Ini selalu dibahas. Kemungkinan sekitar Oktober atau November peraturan tarif cukai 2020 akan keluar,” kata Nasruddin.

Pembahasan tersebut, termasuk di dalamnya rencana penggabungan batasan produksi rokok, mencakup beberapa tujuan. Pertama, pengendalian konsumsi hasil tembakau. Kedua, penyetaraan arena bermain alias level playing field dengan adanya celah layer tarif. Ketiga, meningkatkan kepatuhan pembayaran cukai. Keempat, kemudahan administrasi. Kelima, pengoptimalan penerimaan negara.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kemenperin Tak Setuju Soal Larangan Iklan Rokok di Internet

Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tidak setuju dengan pemblokiran total iklan rokok di internet dan media sosial. Kebijakan ini dinilai akan berdampak pada industri hasil tembakau seperti industri rokok.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim menyatakan, selama ini para pelaku usaha sudah mengikuti segala peraturan yang berkaitan dengan promosi produk.

"Kami tidak setuju dengan permintaan Kementerian Kesehatan yang memblokir iklan rokok di internet. Yang penting iklan tersebut telah memenuhi ketentuan peraturan perundangan dengan tidak menayangkan gambar, bentuk rokok dan bungkusnya," ujar dia di Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Rochim khawatir, pemblokiran total iklan di internet akan merugikan pelaku usaha industri hasil tembakau dan juga publik.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, iklan media teknologi informasi harus memenuhi ketentuan situs merek dagang produk tembakau yang menerapkan verifikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada yang berusia 18 tahun ke atas.

Rochim mengatakan, iklan produk rokok yang mengikuti aturan, yakni tanpa gambar dan bentuk, tak akan menarik. Namun dia juga sepakat pelaku usaha yang melanggar peraturan tetap diberikan hukuman atau sanksi.


Respons Sri Mulyani soal Larangan Iklan Rokok

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019). Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI kembali melakukan pembahasan mengenai asumsi dasar makro dalam RAPBN 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati Indrawati angkat suara terkait dengan larangan iklan rokok di internet dan media sosial.

Hingga saat ini, pihaknya masih akan melihat sejauh mana larangan iklan rokok tersebut akan berdampak bagi industri rokok serta kepenerimaan cukai.

"Aku belum lihat (dampaknya), nanti kita lihat saja," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Larangan iklan rokok ini berdasarkan surat bernomor TM.04.01/Menkes/314/2019 tertanggal 10 Juni 2019.

Menteri Kesehatan, Nila Moeloek meminta agar Menkominfo melakukan pemblokiran iklan rokok yang ada di internet saat ini.

Permintaan pemblokiran iklan rokok dilandasi oleh hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, yang menyebut adanya peningkatan perokok usia anak dan remaja, dari 7,2 persen pada 2013, menjadi 9,1 persen di tahun 2018.

Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri juga sudah merealisasikan permintaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait dengan larangan iklan rokok di internet dan media sosial. Hingga saat ini telah ada 114 kanal yang diblokir lantaran menampilkan iklan rokok tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya