Liputan6.com, Tripoli - Dua bom mobil meledak di pemakaman seorang mantan komandan pasukan khusus di Kota Benghazi, Libya timur pada Kamis, 11 Juli 2019. Setidaknya empat orang tewas dan 33 lainnya cedera dalam kejadian tersebut.
Korban meninggal termasuk dua warga sipil dan dua tentara. Dengan mereka yang terluka adakah polisi, tentara, dan juga warga sipil; kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Tarek el-Kharraz kepada The Associated Press.
Advertisement
Saat bom kembar meledak, beberapa tokoh senior Tentara Nasional Libya (LNA), termasuk kepala pasukan khusus saat ini Wanis Bukhamada, tengah menghadiri upacara pemakaman. Namun, tidak ada pemimpin militer yang terbunuh atau terluka dalam insiden ini, kata Kharraz dikutip dari portal berita daring Al Jazeera, Jumat (12/7/2019).
Korban tewas berpotensi bertambah, kata reporter Al Jazeera, Mahmoud Abdelwahed. Hal itu mengingat banyak dari mereka yang terluka dalam kondisi kritis.
Kolonel Khalifa Alobiedi, seorang insinyur militer yang berada di lokasi bom, mengatakan temuan awal menunjukkan serangan itu disebabkan oleh dua mobil bermuatan bom. Dia menunjuk ke dua kendaraan yang terbakar berjarak sekitar 10 meter dari lokasi kejadian.
Hingga berita ini terbit, belum terdapat klaim pertanggungjawaban.
Haftar Perintahkan Penyelidikan
Tak lama setelah insiden terjadi, pemimpin LNA Komandan Khalifa Haftar menyerukan penyelidikan.
Menurut Kharraz, pemerintah yang berbasis di timur baru-baru ini menangkap sekelompok orang di Benghazi yang berhubungan dengan milisi Tripoli. Selama interogasi, mereka mengakui ada sel kolaborator lain di dalam markas LNA.
Haftar Vs Pemerintah
Pasukan Khalifa Haftar telah memerangi milisi pemerintah yang berbasis di Tripoli sejak April. Hal itu dilakukan dalam upaya untuk merebut kendali ibu kota dari Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya yang diakui secara internasional.
Dewan Keamanan PBB pekan lalu meminta pihak-pihak yang bertikai di Libya untuk melakukan gencatan senjata. Seruan itu menyusul adanya serangan udara mematikan di pusat penahanan bagi para migran dan pengungsi di dekat Tripoli, menewaskan sedikitnya 60 orang dan melukai 77 lainnya.
GNA menyalahkan pasukan Haftar atas serangan itu, yang menurut para pejabat PBB "bisa merupakan kejahatan perang".
Namun, LNA membantah tuduhan itu, dengan mengatakan pihaknya menargetkan posisi milisi terdekat tetapi tidak menyerang hanggar tempat para migran ditahan.
Libya adalah salah satu titik keberangkatan utama bagi para migran dan pengungsi Afrika yang melarikan diri dari kemiskinan dan perang untuk mencapai Eropa dengan kapal. Namun, banyak yang dicegat di laut dan dibawa kembali oleh penjaga pantai Libya - dengan persetujuan dari Uni Eropa.
Diperkirakan 6.000 migran dan pengungsi ditahan di pusat-pusat penahanan di negara Afrika Utara yang luas itu. PBB juga berulang kali memperingatkan hal itu tidak aman dan menyerukan pembebasan mereka.
Advertisement
Bersaing Sejak Muamar Khadafi Tumbang
Libya terpecah menjadi dua basis kekuatan militer yang saling bersaing sejak Muammar Khadafi tumbang - dengan digulingkan pada 2011.
LNA, yang memegang bagian timur dan sebagian besar selatan negara itu, mendapat dukungan dari Mesir, Uni Emirat Arab, dan Rusia.
Sementara pihaknya menghadapi perlawanan keras dari para pejuang yang selaras dengan GNA, dibantu oleh Turki dan Qatar.
Haftar menyebut dirinya sebagai musuh "ekstremisme" tetapi dipandang oleh lawan sebagai pemimpin otoriter baru dalam cetakan Khadafi. Ia sebelumnya telah bersumpah untuk melanjutkan tindakan ofensif sampai Libya dapat "dibersihkan" dari "terorisme".