Tak Kunjung Bayar, Kemenkeu Terus Kejar Utang Lapindo

Lapindo belum memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang kepada pemerintah pada 10 Juli 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jul 2019, 17:30 WIB
Tanggul lumpur Lapindo jebol, warga khawatir meluber masuk ke rumah. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya belum memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang kepada pemerintah pada 10 Juli 2019. Dua hari berselang jatuh tempo, Kementerian Keuangan bersikukuh akan terus melakukan penagihan utang Lapindo sebesar Rp 773 miliar.

Direktur Jenseral Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, hingga jatuh tempo dua hari lalu belum ada pembayaran utang baru yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Pemerintah mencatat, kedua perusahaan ini hanya menyetor Rp 5 miliar pada Desember tahun lalu.

"Jatuh tempo terakhir 10 Juli, dalam catatan kami tidak ada pembayaran baru, jadi kalau ditanya pembayaran yang sudah dilakukan ya yang terkahir Desember tahun lalu, Rp 5 miliar. Kemudian apa yang dilakukan Kemenkeu? ya nagih, penagihan sudah kami layangkan," ujar Isa di Kantornya, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Selain melakukan penagihan utang, pemerintah bersama Lapindo dan Minarak juga berupaya melakukan peningkatan kualitas barang jaminan. Di mana, perusahaan itu menjaminkan tanah sebesar 44 hektare (ha) di area persebaran lumpur.

"Kedua kami juga bersama Lapindo dan Minarak mengupayakan peningkatan kualitas barang jaminan. Mereka menjaminkan tanah dan bangunan wilayah terdampak itu. Yang baru disertifikatkan 44 hektare. Itu yang selesai sertifikat daerah tanggul, mereka sertifikatkan atas nama Minarak sekarang sudah dijaminkan," jelas Isa.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menghitung Nilai Jaminan

Lokasi pabrik PT CPS di Porong Sidoarjo tempat Marsinah dulu bekerja yang kini sudah terendam lumpur Lapindo. (Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Isa menambahkan, pemerintah masih menghitung berapa nilai jaminan sertifikat tanah yang telah diserahkan kepada pemerintah. Jika nantinya jaminan tersebut tidak cukup maka Kemenkeu akan menagih jaminan lain agar utang Lapindo lunas.

"Apakah yang disertifikatkan cukup jadi jaminan? kita belum tahu karena belum melakukan penilaian tanah yang sudah disertifikatkan walau mereka sudah mengatakan melakukan penilaian sendiri tapi itu kan versi mereka, tapi belum versi yang kita sepakati," jelasnya.

"Jadi langkah selanjutnya akan lakukan penilaian terhadap tanah-tanah yang tanahnya disertifikatkan tersebut cukup tidaknya nanti. Nah kemudian kalau ngga cukup ya minta yang lain lagi karena memang yang sudah disertifikatkan belum semua baru sebagian," tandasnya.


Bayar Utang ke Pemerintah, Lapindo Minta Tukar dengan Piutang

Seniman membuatkan patung bagi warga korban kepada pemerintah di wisata lumpur lapindo, Sidoarjo, Senin (30/03/2015). Sudah 9 tahun kawasan ini terendam oleh lumpur, tidak terhitung kerugian yang diderita warga sekitar. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Kasus terkait luapan lumpur di Sidoarjo masih berlanjut hingga sekarang. Terkini, Lapindo Brantas, Inc, dikabarkan harus membayar utang ke pemerintah sebesar Rp 773,3 miliar.

Lewat pernyataan resminya, Lapindo Brantas membenarkan kabar tersebut. Utang berasal dari Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Terdampak Luapan Lumpur Sidoarjo dalam peta area terdampak pada 22 Maret 2007. Teknis pembayaran disalurkan pemerintah ke warga terdampak.

"Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya memperoleh pinjaman Pemerintah berupa Dana Antisipasi Untuk Melunasi Pembelian Tanah Bangunan Warga Terdampak Luapan Lumpur Sidoarjo sebesar Rp 773.382.049.559," demikian pernyataan Lapindo bersama PT Minarak Lapindo Jaya, Selasa (25/6/2019).

Pihak Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo Jaya menyatakan akan melunasi pinjaman dana antisipasi tersebut, tetapi mereka mengingatkan perihal piutang kepada pemerintah sebesar USD 138 juta atau setara Rp 1,9 triliun.

Piutang itu berupa Dana Talangan Kepada Pemerintah atas Penanggulangan Luapan Lumpur Sidoarjo selama periode 29 Mei 2006 hingga 31 Juli 2007. Dengan piutang itulah Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo Jaya ingin melunaskan utang pemerintah.

Perusahaan sudah memintah permohonan kepada Kementerian Keuangan untuk membayar utang dengan mekanisme Perjumpaan Utang.

"Menjumpakan Piutang Kepada Pemerintah sebesar USD 138,238,310.32 atau setara Rp 1,9 triliun dengan Pinjaman Dana Antisipasi RP 773.382.049.559. Usulan tersebut telah kami sampaikan kepada pemerintah melalui surat nomor 586/MGNT/ES/19 tanggal 12 Juni 2019," ujar pihak Lapindo Brantas dan Manarak Lapindo jaya.

Piutang Rp 1,9 triliun itu disebut telah diketahui pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan sudah diverifikasi oleh SKK Migas sebagai biaya yang dapat diganti (cost recoverable). Hal itu tertuang pada surat SKK Migas No. SRT-0761/SKKMA0000/2018/S4 tanggal 10 September 2018.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya