Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian mencatat realiasi impor garam untuk kebutuhan industri di semester I 2019 telah mencapai sekitar 1,2 juta ton. Angka itu baru sekitar 40 persen dari alokasi impor yang diberikan di awal tahun sebesar 2,7 juta ton.
"Jadi baru sekitar 40 persen dari kouta," kata Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Fridy Juwono, saat ditemui di Kementerian Kemaritiman, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Fridy mengatakan alokasi penyerapan garam impor tersebut akan disalurkan kepada 55 perusahaan yang tersebut terdiri atas 10 perusahaan pengolahan garam, dua perusahaan chlor alkali plant (CAP), 9 perusahaan kertas, serta beberapa perusahaan kosmetik, farmasi dan pengeboran minyak.
Adapun garam impor yang sudah diolah oleh industri selanjutnya akan disuplai kepada industri aneka pangan dan tekstil.
Dia menambahkan dari alokasi impor garam 2,7 juta ton sepanjang tahun ini, kesepuluh industri pengolahan garam membutuhkan sekitar satu juta ton, naik hampir 100 persen dari sekitar 520 ribu ton tahun lalu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Izin Impor
Sebelumnya, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minimum Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengeluhkan sikap pemerintah yang tak kunjung mengeluarkan izin impor garam untuk industri makanan dan minuman (mamin).
Akibatnya, beberapa industri makanan dan minuman terancam berhenti beroperasi akibat mulai kehabisan bahan baku. Sebab, meski porsi garam di industri ini kecil, namun garam amat penting bagi industri mamin.
"Kemarin dan hari ini dapat laporan beberapa industri berhenti produksi minggu depan, karena kekurangan garam. Berhenti tadi industri snack, biskuit, kalau unitnya banyak, PT-nya banyak. Mie instant dalam ancaman stok tinggal 2 minggu. Kalau minggu ini keluar izin mesti ada transaksi jual beli kan itu butuh perjalanan kapal kan. Ini kritis sekali," ungkapnya di Jakarta.
Dia menambahkan, dari total impor garam sebanyak 3,7 juta ton, kuota garam untuk industri makanan dan minuman hanya sebesar 460.000 ton. Meski begitu, izin impor tersebut tak kunjung keluar hingga saat ini.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement