Liputan6.com, Surabaya - Di Kota Surabaya, Jawa Timur kaya bangunan bersejarah terutama peninggalan Belanda. Sejumlah bangunan bersejarah tersebut masuk dalam cagar budaya. Diperkirakan ada 117 bangun cagar budaya di Surabaya.
Menyelami bangunan bersejarah tersebut secara mendalam sangat menarik. Hal ini lantaran bangunan bersejarah itu menyimpan kisah yang melintasi zaman. Bahkan menjadi saksi perjuangan para pahlawan di Surabaya.
Salah satu bangunan bersejarah yang terkenal yaitu Kantor Pos Kebon Rojo. Sebelum menjadi kantor pos, gedung ini merupakan tempat Presiden Soekarno pernah menimba ilmu pada 1915-1920. Berada di Jalan Kebon Rojo No.10, Surabaya. Dahulu sebelum menjadi kantor pos, gedung ini sebagai tempat tinggal Bupati Surabaya dan dibangun pada awal tahun 1800.
Baca Juga
Advertisement
Kemudian pada 1881 gedung ini beralih fungsi menjadi Hogere Burger School (HBS). Merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak bangsa Eropa dan putra bangsawan pribumi atau putra para tokoh pribumi terkemuka. Sekolah ini untuk orang Belanda, Eropa dan elite pribumi. HSB setara SMP plus SMU tetapi hanya lima tahun.
Lalu pada 1923, HBS itu pindah ke daerah Ketabang (sekarang namanya gedung SMA Kompleks di Wijaya Kusuma). Bekas gedung HBS tersebut kemudian beralih fungsi kembali sebagai Hoofdcommissariaat van Politie atau Kepala Komisaris Polisi Soerabaia hingga 1926.
Setelah itu, gedung tersebut direnovasi dan berganti fungsi lagi sebagai Hoofdpostkantoor (Kantor Pos Besar) sampai saat ini. Perenovasian tersebut dimulai sekitar 1926 dan selesai pada 1928 dan dirancang oleh G.P.J.M. Bolsius dari Departmen Burgerlijke Openbare Werken (BOV) Batavia.
Arsitekturnya bergaya oriental klasik dengan bentuk atap yang unik dan bersejarah. Bentuk atapnya melengkung setengah lingkaran dengan kaca diatas pintu utama gedungnya.
Di bagian depan gedung terdapat sebuah plakat yang berisi sepenggal sejarah dari Kantor Pos Kebon Rojo dan juga tulisan gedung itu dijadikan sebagai bangunan cagar budaya pada 2008.Selain itu di depan gedungnya juga ada bis surat kuno, benda yang masih dipertahankan hingga kini.
Interior yang ada didalamnya masih banyak yang tidak berubah sejak awal dijadikan kantor pos. "Sebagai bangunan cagar budaya, pihak kantor pos tidak boleh merenovasi bangunan, kecuali seizi Pemkot," ujar Lesutrisno, selaku bagian wisata kantor pos tersebut.
(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Menelusuri Sejarah di Gedung De Javasche Bank Surabaya
Sebelumnya, mau pergi ke tempat yang murah meriah tapi mengedukasi? Beralamat di Jalan Garuda No.1, Surabaya De Javasche Bank menjadi saksi awal bermulanya perbankan di Indonesia.
Bangunan bank tersebut berdiri sejak 14 September 1929 tapi hingga kini ia masih berdiri dengan tegaknya di Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan penelusuran di humas.surabaya.go.id, yang ditulis Jumat, 12 Juli 2019, pada 1 Juli 1953, De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia dan resmi menjadi cagar budaya pada 2012. Beberapa orang sempat salah mengira gedung ini adalah kantor dari Bank Indonesia.
De Javasche Bank sebenarnya bukanlah Bank Indonesia, karena satu-satunya museum Bank Indonesia berlokasi di Jakarta. Gedung ini lebih tepat disebut bangunan cagar budaya De Javasche Bank, karena di dalam gedungnya banyak sekali koleksi-koleksi peninggalan bersejarah yang tak ternilai harganya.
Bangunannya bergaya arsitektur neo renaissance yang dilengkapi dengan ukiran khas Jepara di setiap pilar-pilarnya. Gedung ini terbagi atas tiga lantai, lantai pertama yaitu ruang basementuntuk menyimpan uang, emas dan dokumen penting lainnya. Lantai kedua untuk kantor dan teller, dan lantai ketiga untuk tempat dokumentasi.
Ada beberapa hal unik yang Anda harus tahu, pintu masuk untuk memasuki cagar budaya ini adalah di ruang bawah tanah (basement). Hal unik lainnya ialah CCTV di sini berbentuk kaca datar yang dipasang di sudut-sudut ruangan, sehingga pihak keamanan bisa dengan mudah untuk memantau keadaan gedung hanya dengan melihat pantulan gambar dari kaca tersebut.
Koleksi di bangunan ini ada berbagai benda yaitu emas batangan 60 ton yang bernilai hampir Rp 6 miliar di dalam brankas bawah tanah. Selain itu, ada juga AC alami yang pada zamannya, serta kaca patri yang belum pernah pecah sampai saat ini.
Kunci sukses kokohnya bangunan peninggalan Belanda ini terletak pada perhitungan bahan yang pas untuk digunakan. Oleh karena itu, janganlah menyia-nyiakan aset yang berharga seperti ini.
Marilah kita lestarikan peninggalan tersebut dengan mengunjunginya. Apalagi masuknya tidak dipungut biaya alias gratis.
(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)
Advertisement
Jembatan Merah Sungguh Gagah
Sebelumnya, Surabaya, Jawa Timur memiliki segudang saksi bisu perjuangan para pahlawan. Salah satunya Jembatan Merah, di Jalan Kembang, Surabaya, Jawa Timur.
Kalau dilihat sekilas, jembatan ini sepertinya biasa saja, hanya jembatan yang berwarna merah. Namun, sebenarnya jembatan tersebut menyimpan banyak sekali sejarah.
Pada masa penjajahan, jembatan merah dianggap sebagai lokasi yang penting, karena merupakan satu-satunya akses transportasi perdagangan yang melewati Kalimas dan Gedung Residensi Surabaya.
Jembatan ini menjadi bukti Belanda hampir menguasai sebagian wilayah Surabaya. Pada saat itu, penjajah Belanda meminta hak klaim atas beberapa daerah pantai utara di Surabaya yang dianggapnya komersil.
Salah satunya adalah kota pelabuhan Surabaya yang dianggap sangat berpotensi jadi Surabaya menjadi kota dagang yang tersibuk pada saat itu yang di kuasai oleh penjajah Belanda.
Jembatan Merah juga menjadi saksi dari pertempuran 10 November 1945. Yaitu pertempuran antara rakyat Surabaya-Indonesia dengan Sekutu dan Belanda yang hampir menguasai lagi wilayah Surabaya.
Mengutip dari buku berjudul Travelicious karangan Ariyanto, disebut jembatan merah merupakan jembatan legendaris yang menjadi saksi bisu salah satu pertempuran paling seru di Jawa, antara arek-arek Surabaya dengan penjajah.
Pertempuran terjadi pada 10 November 1945, yang mengakibatkan Brigadir Jenderal Mallaby, salah satu petinggi penjajah, tewas. Ketenaran Jembatan Merah juga terekam lewat lagu perjuangan.
"Secara fisik, tidak terlalu istimewa bila kita melintas. Hanya sejarahnya yang membuat jembatan ini istimewa. Fisik bangunan jembatan ini melintas di Kali Mas antara Jalan Rajawali dengan Jalan Kembang Jepun,” seperti dikutip dari buku tersebut.
Pada saat itu, Belanda merenovasi besar-besaran jembatan merah. Pagar pembatas jembatan yang membatasi badan jembatan dengan sungai diganti. Yang tadinya menggunakan bahan kayu, kemudian diganti dengan besi. Warna merah dari jembatan tersebut menjadi ciri khasnya.
(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)