Jakarta - Agak menyedihkan melihat fakta perburuan gelar top skorer kompetisi kasta tertinggi Tanah Air selalu didominasi bomber asing. Hal itu sudah terjadi sejak pertengahan 1990-an kala kompetisi Galatama dan Perserikatan digabung berganti label bernama Liga Indonesia, hingga era kekinian di Shopee Liga 1 2019.
Namun, bukan berarti tak ada bomber-bomber lokal yang bisa menembus dominasi ini. Sejarah mencatat Peri Sandria (1994-1995), Ilham Jayakesuma (2003 dan 2004), dan juga Boaz Solossa (2008-2009, 2010-2011, 2013).
Boaz Solossa masih bermain hingga kini, ia tetap jadi salah satu striker top bersama Persipura Jayapura.
Baca Juga
Advertisement
Fakta menujukkan semenjak kompetisi kasta elite berganti nama menjadi Liga 1 pada musim 2017. Dua tahun beruntun peraih gelar sepatu emas adalah bomber asing.
Sylvano Comvalius yang membela Arema FC jadi top scorer Liga 1 dengan koleksi 35 gol. Ia memecahkan rekor Peri Sandria bersama Bandung Raya pada musim 1994-1995.
Selanjutnya Aleksandar Rakic saat membela PS Tira jadi pemain paling tajam Liga 1 2018 dengan raihan 22 gol.
Sejumlah bomber-bomber lokal melakukan perlawanan dengan menempatkan diri di jajaran atas pencetak gol terbanyak dua musim terakhir. Walau pada akhirnya mereka tak jadi pemain paling tajam, kerja keras mereka menembus hegemoni asing layak disaluti.
Kabar buruknya, musim ini penyerang-penyerang lokal pelanggan daftar atas top scorer kinerjanya melempem. Mereka seperti kesulitan menghadapi dominasi striker-striker asing.
Siapa-siapa saja predator lokal haus gol yang tengah ada di masa paceklik di pentas Shopee Liga 1 2019 ini? Simak ulasan di bawah ini.
Boaz Solossa
Tak ada yang meragukan reputasi Boaz Solossa. Memulai karier di usia amat muda (17 tahun) pada musim 2004, Boaz sedikit bomber lokal yang bisa berkarier panjang dan bertahan di level elite.
Boaz adalah simbol dominasi Persipura di percaturan elite sepak bola nasional. Ia tercatat jadi top scorer tiga kali: 2008-2009 (28 gol), 2010/11 (22 gol), 2013 (25 gol).
Di saat bersamaan predator asal Sorong, Papua Barat, juga mencatatkan diri sebagai Pemain Terbaik.
Boaz sukses mempersembahkan gelar juara buat Persipura sebanyak lima kali pada musim: 2005, 2008-2009, 2010-2011, 2013, dan 2016.
Pemain kelahiran 16 Maret 1986 itu juga jadi andalan Timnas Indonesia. Prestasinya mengantar Tim Merah-Putih menjadi runner-up Piala AFF 2004 dan 2016.
Walau tak jadi pemain paling tajam di pentas kompetisi, dua musim terakhir Boaz terlihat tetap bisa menjaga stabilitas keran gol. Di Liga 1 2017 ia mencetak 10 gol, musim selanjutnya Boaz menyudahi kompetisi dengan raihan 11 gol.
Sayangnya, kesaktian Boaz seperti kehilangan kesaktiannya di Shopee Liga 1 2019. Hingga pekan ke-7 kompetisi, penyerang yang identik dengan nomor punggung 86 tersebut baru mencetak sebiji gol, saat Tim Mutiara Hitam bermain imbang 2-2 kontra Persela.
Paceklik Boaz berdampak pada Persipura. Klub langganan juara tersebut jadi penghuni papan bawah. Sudah menjalani tujuh pertandingan, Tim Mutiara Hitam belum sekalipun mencetak kemenangan. Mereka meraih empat hasil imbang serta tiga kali kalah.
Saat menjamu Perseru Badak Lampung FC, kapten tim Persipura, Boaz Solossa jadi sorotan. Ia gagal menjebol gawang lawan lewat eksekusi penalti pada menit ke-11.
Ketua Umum Persipura, Benhur Tommi Mano, beraksi usai laga. Menurut BTM sapaan akrabnya, manajemen akan melakukan evaluasi terhadap kinerja dari para pemain khususnya pemain senior.
“Saya tekankan, kalau pemain sudah merasa senior harus tahu diri. Pesipura bermain ini untuk meraih kemenangan bukan untuk mendapat hasil imbang atau kalah. Saya akan evaluasi semua pemain, khususnya untuk pemain senior,” kata BTM kepada wartawan usai laga seperti diberitakan media lokal Papua, Tabloidjubi.com.
Dikatakan, dalam dunia sepak bola tidak dikenal pemain senior maupun junior atau pemain muda. Semua statusnya sama dalam sebuah pertandingan.
Secara terbuka ia mengkritik Boaz, ikon tim yang musim ini produktivitasnya melempem.
“Penalti tadi, kalau Boaz rasa tidak siap jangan memaksakan diri untuk menendang bola, berikan kepada pemain yang lebih siap. Pemain harus pakai otak untuk bermain, saat ini kita butuh kemenangan dan kemenangan,” ujarnya.
BTM juga mengkritik soal aliran bola yang selalu mengarah kepada, Boaz Solossa, seorang di sektor depan.
Penunjukkan Jacksen F. Tiago sebagai pelatih Persipura menggantikan Luciano Leandro diharapkan bisa berdampak positif bagi sang penyerang. Jacksen pelatih yang sukses menangani Boaz di Persipura beberapa tahun silam. Ia bahkan yang menujuk sang pemain sebagai kapten tim yang menjadi sebuah revolusi di Persipura.
Advertisement
Samsul Arif
Samsul Arif striker lokal berkarier unik. Sepanjang kariernya ia lebih sering bermain di klub medioker, namun hal itu tak menghalanginya untuk unjuk gigi sebagai penyerang tajam haus gol.
Pada musim 2017 bersama Persela Lamongan Samsul mengoleksi 16 gol. Selanjutnya pada musim 2018 ia menyumbang 14 gol buat Barito.
Saat membela Persibo, Samsul pernah mencatatkan diri top scorer Piala Indonesia 2008-2009 dengan 8 gol bareng Pablo Frances (Persijap Jepara).
Produktivitasnya relatif stabil di tiap musimnya, yang kadang-kadang berbanding terbaik dengan prestasi klub yang dibelanya.
Samsul kerap wira-wiri dipanggil Timnas Indonesia. Sayangnya, peruntungannya kurang bagus di Tim Garuda. Ia jarang jadi pilihan utama dan ujuk produktivitas.
Di usia yang memasuki 34 tahun, pemain kelahiran 14 Januari 1985 tersebut masih laku di percaturan elite.
Musim ini sejatinya performa Samsul tak bisa dibilang buruk, Samsul sudah menyumbang dua gol buat Barito Putera di tujuh laga Shopee Liga 1 2019. Namun, jika melihat rekor Samsul di musim-musim sebelumnya jumlah tersebut terhitung sedikit.
Laskar Antasari kini tengah terpuruk di papan bawah. Klub yang baru ditinggal pelatih Jacksen F. Tiago yang mengundurkan diri bertengger di posisi 16 besar.
Pencapaian yang mengecewakan mengingat Barito Putera punya banyak pemain bagus berlabel Timnas Indonesia, macam: Evan Dimas, Bayu Pradana, Gavin Kwan. Di bawah kendali caretaker Yunan Helmi Barito mengusung kebangkitan. Samsul Arif dkk. kudu kerja ekstrakeras untuk memperbaiki posisi.
Lerby Eliandry
Sesudah era Bambang Pamungkas, Timnas Indonesia sulit menemukan sosok penyerang tulen yang haus gol. Ada sosok Boaz Solossa, tapi sejatinya sang pemain beroperasi di sektor sayap. Ia bukan striker murni.
Munculnya Lerby Eliandry jadi embun penyejuk. Bermain di Borneo FC, pemain kelahiran 20 November 1991 jadi sosok striker yang memiliki kemampuan lengkap.
Ia tinggi kuat dalam duel-duel udara serta pintar dalam penempatan posisi. Nalurinya mencetak gol juga tajam.
Sinar kebintangan Lerby mulai berkilau ketika diboyong Alfred Riedl masuk skuat Timnas Indonesia di Piala AFF 2016. Ia unjuk produktivitas dengan koleksi dua gol, mengimbangi Boaz Solossa yang jadi top scorer Tim Garuda dengan lesakan tiga gol.
Lerby jadi sosok pembeda di lini depan. Ia sukses menjalankan peran sebagai penyerang tembok pendukung skema serangan balik yang digeber Alfred Riedl. Timnas Indonesia menutup turnamen dengan prestasi bagus sebagai runner-up (dikalahkan Thailand di final).
Semenjak itu karier Lerby kian menanjak. Di Liga 1 2017 ia mencetak 16 gol, jadi pemain lokal paling produktif di pentas kompetisi. Bermodal ketajaman, Lerby jadi penghuni tetap starting eleven Borneo FC.
Musim lalu, ia mengoleksi delapan gol, pencapaian yang lumayan untuk ukuran pemain lokal.
Bagaimana di pentas Shopee Liga 1 2019?
Ketajaman Lerby terlihat belum maksimal. Ia masih terlihat masih belum nyaman bermain di bawah kendali pelatih baru Borneo FC, Mario Gomez.
Ia belakangan lebih sering diplot jadi pemain pengganti. Gomez lebih senang memberdayakan penyerang asal Argentina, Matias Conte, sebagai bomber tunggal dalam skema 4-3-3.
Tampil sebanyak enam laga, Lerby hanya sekali jadi pemain inti. Jangan heran jika situasi ini membuat keran golnya macet.
Baca Juga
Pratama Arhan Jadi Pemain Timnas Indonesia Pertama yang Capai 50 Penampilan di Era Shin Tae-yong
Pemain Tengah Newcastle United Tegaskan Tak Punya Keturunan Malaysia, Minta Agar Tak Dikaitkan Lagi dengan Timnas Negara
Jay Idzes Ungkap Karakter Suporter di Indonesia dan Italia Punya Perbedaan, Apa itu?
Advertisement