Kerusuhan Mewarnai Peringatan Hari Nasional Prancis

Bentrok antara polisi huru hara dan demonstran anti pemerintah mewarnai peringatan Hari Nasional Prancis.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 15 Jul 2019, 07:26 WIB
Demonstran mengibarkan bendera Prancis saat kerusuhan menentang kenaikan harga bahan bakar di Paris, Prancis, Sabtu (24/11). Demonstrasi terjadi oleh dorongan gerakan "rompi kuning". (AP Photo/Michel Euler)

Liputan6.com, Paris - Perayaan Hari Nasional Prancis pada Minggu 14 Juli diwarnai kericuhan, sehingga memaksa polisi anti huru hara setempat membubarkan pengunjuk rasa dengan gas air mata.

Para demonstran bertopeng dilaporkan berunjuk rasa di Champs Élysées --salah satu jalan protokol terpenting di ibu kota Paris-- setelah parade demokrasi Prancis berjuluk Bastille Day usai digelar.

Dikutip dari The Guardian pada Senin (15/7/2019), puluhan pria --beberapa di antaranya bertopeng dan mengenakan pakaian hitam-- mencoba memblokir jalan di dekat tugu Arc de Triomphe dengan menyeret pagar besi dan membakar tempat sampah.

Kerusuhan tersebut berhasil dikendalikan dengan cepat, menandai bentrokan terkini antara polisi huru hara Prancis dan demonstran Jaket Kuning (Gilets Jaunes) sejak Maret lalu.

Tidak seperti berbagai aksi protes sebelumnya, mayoritas demonstran pada hari Minggu itu tidak mengenakan rompi keselamatan berwarna kurning, sebagaimana umum dilakukan dalam delapan bulan terakhir.

 

 


Polisi Bergerak Cepat

Unjuk rasa kelompok Rompi Kuning kembali terjadi di Prancis, memicu seranagn terhadap kantor-kantor pemerintahan (AFP/Abdul Abeissa)

Ketika polisi bergegas ke jalan-jalan di sekitar Champs Elysées, warga sipil dan turis terlihat melarikan diri dari gas air mata.

Polisi anti huru hara terus maju membubarkan massa dan berupaya merebut kendali di jalan-jalan utama, sebelum kemudian suasana kembali kondusif.

Sebelumnya pada Minggu pagi, beberapa saat menjelang parade militer tahunan Prancis, sekitar 152 orang --termasuk demonstran rompi kuning-- ditangkap ketika mereka mencoba menggelar unjuk rasa terpisah.

Di antara mereka yang ditangkap dan ditahan sebentar oleh polisi adalah Jérôme Rodrigues dan Maxime Nicolle.

Keduanya adalah tokoh kunci dari gerakan protes rompi kuning, yang dimulai sebagai pemberontakan terhadap pajak bahan bakar pada November 2018, dan kini berlanjut sebagai protes anti-pemerintah.

 


Pengamanan Ketat Kecolongan

Demonstran rompi kuning berujuk rasa di malam tahun baru 2019 di Paris, Prancis (AFP PHOTO)

Meskipun telah terjadi penurunan jumlah orang yang mengambil bagian dalam aksi protes mingguan rompi kuning di kota-kota Prancis, gerakan ini masih diketahui aktif.

Pengacara Rodrigues, Arié Alimi, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa kliennya diamankan oleh polisi sama dengan "menangkap lawan politik".

Sementara itu, keamanan diperketat selama peringatan hari nasional Prancis pada Minggu 14 Juli, yang menandai momen penyerangan Benteng Bastile sebagai cikal bakal demokrasi pada 1789 ketika Revolusi Prancis berkobar.

Tidak seorang pun dengan rompi kuning diizinkan melewati pembatas polisi untuk menonton pawai.

Beberapa demonstran berhasil menyelinap ke kerumunan, namun tidak menunjukkan langsung identitas rompi kunning.

Mereka mengkritik dan mencemooh Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan membentangkan poster-poster kemarahan, sebelum kemudian diamankan oleh polisi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya