Liputan6.com, London - Prancis, Inggris, dan Jerman khawatir bahwa pakta multilateral untuk membatasi ambisi nuklir Iran yang diteken pada 2015 akan hancur berantakan. Kekhawatiran mereka dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara negara Barat dengan Iran di Teluk Persia.
Oleh karenanya, ketiga negara mendesak agar seluruh pihak menahan diri dari tindakan yang bisa meningkatkan eskalasi. Mereka juga mengajak seluruh pihak untuk kembali ke meja perundingan.
"Risikonya sedemikian rupa sehingga semua pemangku kepentingan perlu menahan diri dan mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan mereka," bunyi pernyataan bersama Prancis, Inggris, dan Jerman yang ditandatangani bersama pada Minggu 14 Juli 2019.
Baca Juga
Advertisement
"Kami percaya bahwa saatnya telah tiba untuk bertindak secara bertanggungjawab dan mencari cara untuk menghentikan eskalasi ketegangan dan melanjutkan dialog," lanjut pernyataan itu, seperti dikutip dari Euronews, Senin (15/7/2019).
Ditandatangani tepat bulan ini 4 tahun lalu, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau "Iran nuclear deal", merupakan pakta kesepakatan yang dibentuk antara Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (China, Prancis, Rusia, Inggris, AS) plus Jerman dan Uni Eropa.
Menurut pakta itu, Iran dituntut untuk mengurangi stok uranium hingga 98 persen dan berhenti menjalankan program pengembangan senjata nuklir. Kepatuhan Iran akan ditukar dengan pencabutan sanksi dari para negara penandatangan.
Namun, AS mengundurkan diri dari JCPOA pada 8 Mei 2018, sebuah langkah yang amat disayangkan oleh seluruh penandatangan dan dikecam keras oleh Iran. Usai keluar, Washington pun segera menetapkan sanksi terhadap Negeri Para Mullah.
Sebagai balasan, Iran kembali melakukan pengayaan uranium hingga melewati batas yang ditetapkan oleh JCPOA. Teheran telah mengumpulkan lebih banyak uranium yang diperkaya (enriched uranium) di atas 3,67 persen yang diizinkan oleh perjanjian.
Kisruh seputar pakta itu selama setahun terakhir telah menjadi salah satu faktor penyulut eskalasi tensi hubungan antara Iran - AS dan Iran dengan negara Barat lainnya, serta menuai kekhawatiran akan konflik diplomatik hingga geo-politik.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ketegangan Iran - Inggris
Ketegangan semakin meningkat pekan lalu ketika Inggris menangkap sebuah kapal tanker Iran di lepas pantai Gibraltar. London menuduh Teheran melanggar sanksi Uni Eropa terkait pelarangan distribusi minyak kepada Suriah.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan kepada timpalannya dari Iran pada Sabtu 13 Juli bahwa Inggris akan memfasilitasi pembebasan kapal tanker minyak Grace 1 yang ditahan jika Teheran memberikan jaminan bahwa pihaknya tidak akan pergi ke Suriah.
Dia mengatakan seruan itu bersifat konstruktif. Hunt juga menyatakan bahwa Menlu Iran Mohammad Javad Zarif ingin menyelesaikan masalah itu dan tidak berusaha untuk meningkatkan ketegangan.
Advertisement
Prospek Pembicaraa AS - Iran
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Minggu 14 Juli 2019, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan bahwa negaranya siap untuk mengadakan pembicaraan dengan Amerika Serikat jika Washington mencabut sanksi dan kembali menjadi anggota JCPOA.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengatakan pihaknya terbuka untuk perundingan dengan Iran mengenai kesepakatan yang lebih jauh mengenai masalah nuklir dan keamanan.
Tetapi Iran telah melakukan pembicaraan dengan prasyarat, berupa keleluasaan untuk mengekspor minyak sebanyak yang dilakukan mereka sebelum AS menarik diri dari pakta tersebut.
Sumber yang mengetahui masalah itu mengatakan pada Minggu 14 Juli bahwa AS memberikan visa kepada Menlu Iran Mohammad Javad Zarif untuk menghadiri pertemuan di New York pekan ini, mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Mike Pompeo telah menyetujui keputusan tersebut.
Seandainya Pompeo tidak menyetujui visa itu bisa menjadi sinyal bahwa Amerika Serikat sedang berusaha untuk mengisolasi Iran.