Liputan6.com, Jakarta - Surat permintaan pertimbangan permohonan amnesti terpidana kasus ITE dan korban pelecehan seksual Baiq Nuril dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah diterima DPR. Surat diserahkan oleh Presiden Jokowi pada Senin sore (15/7/2019).
"Benar, suratnya sudah saya teruskan ke Ketua DPR. 20 menit lalu suratnya masuk dari Istana," ujar Sekjen DPR Indra Iskandar, Senin.
Advertisement
Surat pertimbangan amnesti Baiq Nuril tersebut akan dimasukkan dalam agenda sidang paripurna DPR. Surat dibacakan dalam rapat paripurna, Selasa 16 Juli 2019.
"Besok pagi akan langsung dimasukkan di agenda paripurna dan dibacakan suratnya di paripurna," kata Indra.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan, permohonan amnesti Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang menjadi terpidana kasus ITE sudah dikirim Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Mensesneg ke DPR. Hal tersebut dia dapatkan dari Deputi perundang-undangan Mensesneg.
"Saya baru dapat info dari deputi perundang-undangan Mensesneg sudah dikirim Presiden ke DPR," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2019).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Surat Baiq Nuril
Terpidana kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril memberikan surat kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dua lembar kertas yang ditandatangani pada Senin 15 Juli 2019 dan bermaterai itu, berisi harapan agar Jokowi mengabulkan amnesti secepatnya. Dalam lembar pertama, dia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas dukungan kepadanya yang tidak henti mengalir.
"Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas dukungan yang terus mengalir, yang sampai saat ini tidak pernah berhenti, dan ini saya bacakan surat, surat seorang anak kepada bapak, Bismillah," kata Baiq membacakan surat di Kantor Staf Presiden, Jalan Merdeka Utara, Senin (15/7/2019).
Baiq Nuril memperkenalkan diri, sebagai rakyat Indonesia yang hanya lulusan SMA. Sebelum dijerat kasus, dia bekerja sebagai honorer di SMA, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Ibu dari tiga orang anak, dan memiliki seorang suami yang sebelumnya bekerja di Gili Trawangan. Namun saat terjerat kasus, suaminya terpaksa kehilangan pekerjaan. Lantaran harus mengurus tiga orang anak.
"Akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan," cerita Baiq sambil meneteskan air mata.
Baiq pun menceritakan rentetan mengapa merekam percakapan mesum atasanya atau kepala sekolahnya saat itu H Muslim. Hingga mengalami teror berulang kali. Mulai dari telepon hingga pelakuan langsung.
"Yang Mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. Teror yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telepon, tapi juga saat perjumpaan langsung," ungkap Baiq.
Dia mengakui tidak ada niatan sama sekali untuk menyebarkan rekaman tersebut. Percapakan atasannya tersebut hanya diceritakan satu orang temannya untuk diberikan ke DPRD Mataram. Tindakannya semata-mata untuk mempertahankan pekerjaannya. Agar tetap membantu suaminya menghidupi ketiga anaknya.
"Bapak, barangkali, barangkali ada satu kesalahan yang saya lakukan. Karena saya merasa sangat tertekan saat itu, kesalahan saya (jika itu dianggap suatu kesalahan) adalah karena saya menceritakan rekaman tersebut pada satu orang teman saya," ungkap Baiq Nuril.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka
Advertisement