Liputan6.com, Garut - Akhir masa jabatan puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut, Jawa Barat dirundung pilu. Kejaksaan Negeri Garut tengah mengungkap keterlibatan mereka, dalam borok dugaan korupsi bantuan operasional (BOP) dan program pokok pikiran (Pokir).
Sejumlah pemeriksaan terus digeber korps Adhiyaksa, mulai anggota sekretariat DPRD hingga pejabat terkait lainnya, dalam penggunaan anggaran milik rakyat, masa bakti 2014-2019 tersebut.
Ketua Garut Governance Watch (GGW) Agus Gandi mengatakan, bola panas dugaan korupsi dua kasus tersebut kini berada di tangan penyidik kejaksaan. ”Tinggal menunggu keberanian penyidik,” ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (16/7/2019).
Menurutnya, penyelidikan kasus itu harus tuntas secara menyeluruh, sehingga mampu menjawab harapan publik, untuk mengungkap seluruh aktor yang terlibat.
"Jangan sampai ada lobi-lobi khusus untuk menyelesaikan kasus, sehingga mengorbankan bawahan agar aktor intelektualnya bisa lepas," ungkap dia.
Baca Juga
Advertisement
Untuk itu, lembaganya mendukung penuh penegakan hukum di Garut yang dilakukan kejaksaan. "Sampai saat ini kinerja kejaksaan jelas kita acungi jempol," kata dia.
Berdasarkan kajian yang dilakukan lembaganya, ditemukan adanya indikasi dugaan korupsi yang melibatkan anggota dewan dengan para pelaksana proyek di lapangan."Jual beli proyek itu ada," ujar dia.
Dalam praktiknya, para pengusaha atau rekanan yang akan melakukan pekerjaan itu, sengaja memberikan Down Payment (DP) atau pelicin, untuk memuluskan proyek yang akan mereka garap. "Itu kan dibeli proyeknya sebelum turun," katanya.
Akibatnya, banyak pekerjaan yang dilakukan dilapangan tidak sesuai harapan, karena pengerjaan yang asal-asalan. "Sejak 2014 sampai 2018 sudah terjadi, namun baru kali ini saja muncul soal pokir ini," kata Agus.
Hasil penelusuran di lapangan, rata-rata pengerjaan proyek hanya berkisar sekitar 30 persen, dari anggaran yang sudah ditetapkan dalam proyek.
"Dewan ini kan tak lepas dari konstituen dan partai, namun gaya hidup juga sudah mempengaruhi mereka," papar dia.
Ia mencontohkan proyek Pasar Leles, ART Center dan SOR Ciateul yang mangkrak akibat praktik kongkalingkong tersebut, sehingga negara berpotensi mengalami kerugian, akibat besarnya beban yang harus dikeluarkan.
"Kalau satu anggaran hanya diterapkan 30 persen, sisanya itu sudah jadi nilai kerugian," ujarnya.
Bahkan dalam banyak proyek yang dilakukan, mayoritas terindikasi korupsi akibat banyaknya anggaran yang menguap.
"Banyak juga di pelosok yang tak sesuai, misal kirmir dan lapang voli jauh dari kata bagus pengerjaannya," ungkap Agus menambahkan..
Persentase Potongan Pokir
Ketua Aliansi Masyarakat dan Pemuda Garut (AMPG), Ivan Rivanora mengakui praktik dugaan korupsi program Pokir sudah berlangsung lama. Lembaganya menuding setiap anggota dewan memiliki kuasa menentukan jatah pembagian anggaran, sesuai jabatan.
"Rata-rata untuk pimpinan itu antara Rp3 sampai Rp5 miliar, sedangkan anggota itu Rp1 sampai Rp1,5 miliar," ungkapnya.
Dalam paktiknya, seluruh aspirasi yang dibawa anggota dewan dari masyarakat, kemudian dibahas di badan anggaran (banggar), untuk disahkan di tingkat paripurna.
"Mereka (Banggar) ini yang merumuskan anggaran ke si A berapa, ke si B berapa, merekalah yang atur dan tentukan besarannya," papar dia.
Akhirnya setelah pembangian ‘kue’ pokir terdistribusi, para anggota dewan dari berbagai partai itu, kemudian mematok ‘persekot’ atau uang pelicin bagi pihak ketiga yang besarnya bervariasi antara 10 sampai 15 persen. "Setiap anggota itu punya jatah pokir," ujarnya.
Untuk memudahkan penyelidikan, lembaganya berharap kejaksaan segera melakukan pemeriksaan terhadap Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Garut, yang memiliki peran sentral dalam kasus itu. "Minimal penegak hukum harus panggil banggar dulu," kata dia.
Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua Komisi II DPRD Garut, Dudeh Ruhiyat, membantah ada pembagian jatah program pokir setiap anggota dewan.
Menurutnya, dalam setiap rapat dewan, tidak pernah membahas masalah nominal untuk penentuan program yang akan digulirkan pemerintah. "Kami hanya bahas program saja," ujar Dudeh.
Untuk mengungkap benang kusut dugaan korupsi itu, Pimpinan DPRD Garut, ujar Dudeh, mempersilakan aparat melakukan pemeriksaan.
"Kami tidak akan interpensi kepada penegak hukum, silahkan saja," katanya.
Advertisement
Dugaan Penyelewengan BOP
Selain Pokir, dugaan lain penyelewengan anggaran negara berasal dari indikasi korupsi penggunaan Biaya Operasional (BOP) yang dinikmati pimpinan dewan. "Celah dikorupsinya banyak, salah satunya bisa dimainkan dalam SPPD (Surat Perjalanan Perintah Dinas)," kata Ivan.
Dalam penelusurannya, anggaran BOP pimpinan DPRD Garut 2018 mencapai Rp40 miliar per tahun, bahkan angka ini diprediksi naik setiap tahunnya. "Pimpinan dewan itu sudah punya kendaraan dinas, belum yang lain jadi celah korupsinya banyak," katanya.
Wakil Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Garut, Yuda Puja Turnawan menyebut, dana BOP di DPRD Garut hanya mencapai Rp390 juta per tahunnya.
Namun ia mengakui, ada anggaran kesekretariatan yang dipegang Setwan sebesar Rp25 miliar. "Dana di Setwan juga terbagi lagi. Ada untuk pemeliharaan kantor, bimtek, audensi," kata dia.
Bantahan Dewan
Ketua Komisi II DPRD Garut, Dudeh Ruhiyat membantah dugaan korupsi tersebut, menurut dia lembaganya hanya mengakomodir aspirasi masyarakat. "Setahu saya di komisi itu tidak pernah bahas angka (jual beli Pokir). Kami hanya bahas program saja," ujarnya.
Ia mengaku tidak mengetahui adanya istilah pokir, lembaganya hanya mengenal istilah pokok pikiran yang merupakan aspirasi masyarakat saat melakukan kunjungan reses kerja.
"Nanti kemudian diparipurnakan dan hasilnya diberikan ke bupati, baru sama bupati ada mekanisme ke setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)," kata Dudeh.
Bahkan di tengah gencarnya desakan masyarakat untuk mengungkap kasus itu, lembaganya berjanji tidak akan melakukan intervensi kekuasaan.
"Yang jelas tidak ada yang namanya Pokir, yang ada hanya pokok pikiran," ujarnya menegaskan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Garut Dodi Wicaksono mengakui lembaganya terus melakukan sejumlah pemeriksaan ihawal kasus BOP dan Pokir ini. "Kita terus mendalami kasus ini," katanya.
Namun meskipun demikian, lembaganya belum menetapkan adanya tersangka dalam kasus tersebut. "Saya tegaskan penyelidikan masih tertutup ya, nanti kita informasikan kalau ada perkembangan baru pada rekan-rekan wartawan," ujar dia.
Menurut Gatot, dalam penanganan kedua kasus itu, dibutuhkan ketelitian dan data yang akurat, sehingga tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.
"Kami juga tidak akan memunculkan dulu proses pemeriksaan di media, karena dampaknya akan negatif dan akan mengganggu proses penyelidikan," kata dia.
Ia berharap di tengah proses penyelidikan dan pemeriksaan yang tengah dilakukan, masyarakat bersabar untuk mengetahui siapa saja aktor yang akan terjerat dalam kasus dugaan korupsi itu. "Kita periksa semuanya untuk pengumpulan data dan alat bukti," katanya.
Rencannya, selain memeriksa para pejabat terkait di lingkungan Sekretariat Dewan (Setwan), lembaganya akan memeriksa sejumlah pimpinan DPRD Garut, termasuk juga anggotanya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement