Jumlah Korban Tewas dalam Banjir Asia Selatan Meningkat Hingga 100 Orang

Sekitar 100 orang dilaporkan tewas akibat bencana banjir yang menggenani sebagian Asia Selatan sejak akhir pekan lalu.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 16 Jul 2019, 08:55 WIB
Ilustrasi banjir yang melanda sebagian wilayah Asia Selatan pada Juli 2019 (AFP/David Talukdar)

Liputan6.com, Dispur - Banjir telah memaksa lebih dari empat juta orang meninggalkan rumah mereka di sebagian wilayah India, Nepal dan Bangladesh sejak akhir pekan lalu.

Selain itu, banjir juga menewaskan lebih dari 100 orang, menyusul hujan lebat selama berhari-hari sejak Jumat pekan lalu, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Selasa (16/7/2019).

Negara bagian Assam dan Bihar yang miskin di India termasuk yang paling terpukul akibat bencana banjir tersebut.

Sekitar 4,3 juta orang telah mengungsi dari rumah mereka di Assam dalam sepuluh hari terakhir, karena genangan air yang semakin tinggi di sebagian besar wilayah timur laut, menurut rilis pemerintah pada hari Senin.

Saluran televisi menunjukkan jalan dan jalur kereta api di negara bagian Bihar terendam banjir, dengan orang-orang berupaya mengarungi genangan air coklat setinggi dada, membawa barang-barang di atas kepala mereka.

Banjir di Asia Selatan menyebabkan evakuasi massal dan kematian setiap tahunnya, di mana kali ini kemungkinan dampaknya akan meningkat dalam beberapa pekan mendatang.

Sebelumnya, selama musim hujan 2017 lalu, banjir di Nepal, India, dan Bangladesh menewaskan sekitar 800 orang, serta menghancurkan tanaman pangan dan rumah.

 

 


Dilanda Banjir Hampir Setip Tahun

Banjir di Nepal akibat guyuran hujan muson pada Kamis 11 Juli 2019 (AFP/Arindam Dey)

Genangan banjir di negara bagian Assam dilaporkan naik pada Senin malam, setelah Sungai Brahmaputra --yang mengalir dari Himalaya ke Bangladesh-- mengalami peningkakatan debet air sejak akhir pekan lalu.

Sebagian besar Taman Nasional Kaziranga, di mana merupakan habitat utama bagi badak bercula satu yang langka, dilaporkan masih tergenang air, kata pihak berwenang di Assam.

"Situasi banjir semakin kritis saat ini, dengan 31 dari 32 kota di negara bagian kami terkena dampak," kata Kepala Menteri Assam Sarbananda Sonowal kepada wartawan.

"Kami akan segera mengerahkan protokol penyelamatan perang untuk menghadapi situasi banjir kali ini," lanjutnya.

Assam, yang dikenal karena industri tehnya, dilanda banjir musiman setiap tahun. Pemerintah negara bagian dan federal telah menghabiskan jutaan rupee untuk berusaha mengendalikannya, namun selalu saja kurang maksimal.

Sementara negara bagian tetangganya, Bihar, juga memiliki sejarah panjang tentang banjir yang melanda area perbatasan dengan Nepal. Hal ini kian diperburuk dengan minimnya infrastruktur dan indeks kemiskinan yang tinggi di antara warganya.

 


Pasukan Militer Dikerahkan untuk Bantu Evakuasi

Sebagian penduduk Nepal terpaksa mengungsi karena banjir meluas akibat guyuran hujan muson (AFP Photo)

Personel militer dan paramiliter telah dikerahkan di seluruh negara bagian yang terdampak banjir di India.

"Mereka melakukan operasi penyelamatan dan penyaluran bantuan ke kamp-kamp penampungan sementara yang telah didirikan, sementara angkatan udara dalam posisi siaga," kata Keshab Mahanta, menteri sumber daya air Assam, mengatakan kepada kantor berita Reuters.

Sementara itu, lembaga cuaca India telah memperkirakan hujan meluas di Assam dan Bihar selama dua hari ke depan.

Di negara tetangga, Nepal, 64 orang tewas dan 31 lainnya hilang, dengan sekitar sepertiga dari semua distrik setempat dilanda hujan lebat, kata pihak berwenang.

"Banyak kematian disebabkan oleh tanah longsor yang menyapu rumah-rumah," jelas otoritas terkait.

Di distrik Cox Bazar, tempat berlindung sekitar 700.000 pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar, lebih dari 100.000 orang terlantar akibat banjir dan longsor oleh hujan lebat.

Sejak awal Juli, banjir dan tanah longsor telah merusak ribuan tempat penampungan di kamp-kamp pengungsi, menewaskan dua orang, termasuk seorang anak, kata Human Rights Watch dalam rilisnya pekan lalu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya