Liputan6.com, Jakarta - Surat permintaan pertimbangan permohonan amnesti terpidana kasus ITE dan korban pelecehan seksual Baiq Nuril dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah diterima DPR. Surat itu diserahkan oleh Presiden Jokowi melalui Mensesneg pada Senin sore, 15 Juli 2019.
Surat pertimbangan amnesti Baiq Nuril tersebut akan dibacakan dalam rapat paripurna, siang hari ini, Selasa (16/5/2019).
Advertisement
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan, usai pembacaan surat soal amnesti Baiq Nuril, selanjutkan DPR akan membahas dalam Badan Musyawarah (Bamus).
"Yang jelas nanti beberapa hal akan dikaji Komisi III," kata Arsul, Selasa (16/7/2019).
Arsul menyebut, proses setelah Bamus adalah pembahasan oleh Komisi III DPR. Dalam pembahasan nanti, Komisi Hukum ini akan mempertimbangkan tiga hal sebelum memutuskan apakah akan menerima amnesti Baiq Nuril.
"Pertama, hal-hal yang merupakan fakta persidangan. Kedua, Pasal yang didakwakan pada Baiq Nuril. Ketiga, pertimbangan hukum mulai dari hakim PN sampai dengan hakim PK di MA," tandas Arsul.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Surat Baiq Nuril
Terpidana kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril memberikan surat kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dua lembar kertas yang ditandatangani pada Senin 15 Juli 2019 dan bermaterai itu, berisi harapan agar Jokowi mengabulkan amnesti secepatnya. Dalam lembar pertama, dia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas dukungan kepadanya yang tidak henti mengalir.
"Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas dukungan yang terus mengalir, yang sampai saat ini tidak pernah berhenti, dan ini saya bacakan surat, surat seorang anak kepada bapak, Bismillah," kata Baiq membacakan surat di Kantor Staf Presiden, Jalan Merdeka Utara, Senin (15/7/2019).
Baiq Nuril memperkenalkan diri, sebagai rakyat Indonesia yang hanya lulusan SMA. Sebelum dijerat kasus, dia bekerja sebagai honorer di SMA, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Ibu dari tiga orang anak, dan memiliki seorang suami yang sebelumnya bekerja di Gili Trawangan. Namun saat terjerat kasus, suaminya terpaksa kehilangan pekerjaan. Lantaran harus mengurus tiga orang anak.
"Akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan," cerita Baiq sambil meneteskan air mata.
Baiq pun menceritakan rentetan mengapa merekam percakapan mesum atasanya atau kepala sekolahnya saat itu H Muslim. Hingga mengalami teror berulang kali. Mulai dari telepon hingga pelakuan langsung.
"Yang Mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. Teror yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telepon, tapi juga saat perjumpaan langsung," ungkap Baiq.
Dia mengakui tidak ada niatan sama sekali untuk menyebarkan rekaman tersebut. Percapakan atasannya tersebut hanya diceritakan satu orang temannya untuk diberikan ke DPRD Mataram. Tindakannya semata-mata untuk mempertahankan pekerjaannya. Agar tetap membantu suaminya menghidupi ketiga anaknya.
"Bapak, barangkali, barangkali ada satu kesalahan yang saya lakukan. Karena saya merasa sangat tertekan saat itu, kesalahan saya (jika itu dianggap suatu kesalahan) adalah karena saya menceritakan rekaman tersebut pada satu orang teman saya," ungkap Baiq Nuril.
Advertisement