Liputan6.com, Jakarta - DPR menyelenggarakan rapat paripurna ke-22 masa persidangan V Tahun 2018-2019, pada Selasa (16/7/2019). Dalam rapat, pimpinan sidang Wakil Ketua MPR Agus Hermanto menginformasikan adanya surat dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta pertimbangan DPR soal permohonan amnesti Baiq Nuril.
"DPR menerima dua surat. Surat pertama dari Presiden RI dengan nomor R-28/Pres/07/2019, hal permintaan pertimbangan. Untuk selanjutnya sesuai dengan tata tertib akan dibahas lebih lanjut sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Agus dalam rapat paripurna DPR, Selasa (16/7/2019).
Advertisement
Anggota DPR Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka kemudian menginterupsi sidang. Dia meminta penjelasan apakah surat dari presiden yang meminta pertimbangan DPR tersebut terkait perkembangan amnesti kepada Baiq Nuril.
Jika memang benar soal Baiq Nuril, dia memohon supaya DPR bisa memperjuangkan nasib Baiq Nuril.
"Jika iya kami mohon semoga dalam rapat Bamus siang hari nanti, kita dapat berjuang bersama memberi pertimbangan di Komisi III DPR," ucap Rieke.
Agus Hemanto membenarkan, surat dari Presiden Jokowi itu terkait permohonan amnesti Baiq Nuril. Surat itu akan dilanjutkan di Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
"Memang betul, hal permintaan pertimbangan. Memang belum ditulis. Tapi benar untuk Baiq Nuril. Nanti siang ada rapat Bamus. Nanti akan dibahas di rapat Bamus," tandas Agus.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Surat dari Baiq Nuril
Terpidana kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril memberikan surat kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dua lembar kertas yang ditandatangani pada Senin 15 Juli 2019 dan bermaterai itu, berisi harapan agar Jokowi mengabulkan amnesti secepatnya. Dalam lembar pertama, dia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas dukungan kepadanya yang tidak henti mengalir.
"Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas dukungan yang terus mengalir, yang sampai saat ini tidak pernah berhenti, dan ini saya bacakan surat, surat seorang anak kepada bapak, Bismillah," kata Baiq membacakan surat di Kantor Staf Presiden, Jalan Merdeka Utara, Senin (15/7/2019).
Baiq Nuril memperkenalkan diri, sebagai rakyat Indonesia yang hanya lulusan SMA. Sebelum dijerat kasus, dia bekerja sebagai honorer di SMA, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Ibu dari tiga orang anak, dan memiliki seorang suami yang sebelumnya bekerja di Gili Trawangan. Namun saat terjerat kasus, suaminya terpaksa kehilangan pekerjaan. Lantaran harus mengurus tiga orang anak.
"Akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan," cerita Baiq sambil meneteskan air mata.
Baiq pun menceritakan rentetan mengapa merekam percakapan mesum atasanya atau kepala sekolahnya saat itu H Muslim. Hingga mengalami teror berulang kali. Mulai dari telepon hingga pelakuan langsung.
"Yang Mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. Teror yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telepon, tapi juga saat perjumpaan langsung," ungkap Baiq.
Dia mengakui tidak ada niatan sama sekali untuk menyebarkan rekaman tersebut. Percapakan atasannya tersebut hanya diceritakan satu orang temannya untuk diberikan ke DPRD Mataram. Tindakannya semata-mata untuk mempertahankan pekerjaannya. Agar tetap membantu suaminya menghidupi ketiga anaknya.
"Bapak, barangkali, barangkali ada satu kesalahan yang saya lakukan. Karena saya merasa sangat tertekan saat itu, kesalahan saya (jika itu dianggap suatu kesalahan) adalah karena saya menceritakan rekaman tersebut pada satu orang teman saya," ungkap Baiq Nuril.
Advertisement