Gerindra Kritik Kebijakan Penggunaan Bahan Bakar B30

Anggota Fraksi Gerindra DPR RI, Bambang Haryo menyatakan kebijakan tersebut hanya mampu mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar saja.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2019, 15:30 WIB
Menteri ESDM Ignasius Jonan didampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar beserta petinggi Kementerian ESDM foto bersama saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Fraksi Gerindra DPR RI, Bambang Haryo mengkritik rencana pengembangan bahan bakar biodiesel 30 persen (B30) yang tengah dilakukan pemerintah. Penggunaan B30 ditujukan untuk mengurangi impor migas yang kerap menjadi penyebab defisit neraca perdagangan.

Bambang mengaku prihatin terkait rencana penerapan B30 tersebut. Sebab menurutnya kebijakan tersebut hanya mampu mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar saja. Padahal, impor BBM jenis tersebut porsinya tidak terlalu besar terhadap total impor nasional.

 

"Kami sangat prihatin adanya satu kebijakan oleh pemerintah dimana akan menerapkan BBM B30 di mana sekarang ini sudah B20 yang tujuannya untuk mengurangi impor yang mana bahan bakar ini adalah solar saja," kata Bambang di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (16/7).

Sebaliknya, kata Bambang, justru impor nonmigas yang jauh lebih besar dan memberatkan kondisi neraca perdagangan Indonesia.

"Padahal, semua migas hanya kurang lebih 15 persen dari total import kita. Jadi, nonmigas ini jauh (lebih besar)," ujarnya.

Dia pun mengklaim, negara-negara di dunia yang menggunakan energi campuran bahan bakar fosil dan nabati rata-rata tidak lebih dari 10 persen atau B10.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dampak Negatif bagi Ekonomi

Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Selain itu, menurut Bambang, kebijakan tersebut kurang tepat dan seolah dipaksakan. Penggunaan B30 dinilai dapat memberikan dampak negatif terhadap perekonomian.

"Dampak dari bahan bakar B30 ini luar biasa terhadap semua multiplier industri. Transportasi juga akan terpengaruh besar dan menjadi berat,"

Menurutnya, hal itu lantaran mesin kendaraan pada umumnya belum dapat mengolah bahan bakar campuran minyak nabati dengan maksimal.

"Australia, Malaysia tidak lebih dari B10. Kanada juga belum. Ini akan merusak mesin transportasi dan menghancurkan ekonomi kita," ujarnya.

Oleh sebab itu, Bambang meminta pemerintah untuk mengkaji kembali kebijakan mengenai penggunaan bahan bakar nabati sebagai energi untuk kendaraan bermotor.

"Tolong Bu Menteri (Sri Mulyani) untuk mengkaji semaksimal mungkin agar ini bisa menjadi lebih baik lagi," tutupnya.


Program B30 Bakal Diterapkan, Ini Tanggapan Shell

Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Persiapan untuk menghadirkan bahan bakar solar dengan campuran FAME 30 persen (Solar B30) terus dilakukan. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Road Test Penggunaan Bahan Bakar B30 pada kendaraan bermesin Diesel sudah dimulai.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, program B30 merupakan langkah nyata pemerintah untuk terus mengembangkan industri kelapa sawit, mensejahterakan petani kelapa sawit, serta menjamin ketersediaan dan kestabilan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri.

Ia menambahkan, program ini dijalankan untuk mengurangi ketergantungan impor BBM dan menyediakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah akan mewajibkan penggunaan campuran biodiesel 30 persen pada kendaraan mulai tahun depan.

Menanggapi hal tersebut, Ratna Anggraini, Fuel Marketing Manager Shell Indonesia mengaku pihaknya telah mendapat sosialisasi terkait hal tersebut.

"Tentunya pemerintah untuk menerapkan B30 itu memang ada sosialisasi kepada seluruh pemain migas, jadi memang kita sudah disosialisasikan," katanya di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

   


Menteri Jonan Ingin Uji Coba B30 Jadi Ajang Promosi ke Masyarakat

Menteri ESDM Ignasius Jonan didampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengisi bahan bakar B30 ke mobil saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di halaman Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta, badan usaha menyiapkan pencampuran 30 persen biodiesel yang ber‎bahan baku minyak sawit dengan solar (B30). Saat ini uji coba B30 pada kendaraan sedang berlangsung.

Jonan mengatakan, uji coba B30 merupakan ajang promosi‎ ke masyarakat. Nantinya jika program tersebut telah diterapkan tidak akan mengurangi kemampuan mesin kendaraan.

"Sebenarnya setengahnya bukan hanya uji jalan saja, tapi mempromosikan ke masyarakat," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019).

Untuk membuktikan pelaksanaan B30 tidak menyebabkan kendala pada mesin kendaraan, Jonan pun meminta badan usaha penyalur BBM melakukan pencampuran 30 persen biodiesel ke solar dengan baik. Hal ini agar tidak mengulang kesalahan saat penerapan program B20.

‎"Waktu B20, mungkin proses pencampuran atau pemurnian FAME yang dicampur minyak solar konsistensinya tidak selalu pas," tutur dia.

Selain badan usaha, Jonan juga meminta pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Bio‎fuel Indonesia (APROBI) untuk konsisten, menyediakan biodiesel yang akan dicampur dengan solar.

Dia pun mengancam akan melaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), jika pengusaha tersebut tidak serius memasok biodiesel dan menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) seperti batubara. "Ini mentalitasnya mesti konsisten, nggak boleh hit and run,"‎ tandasnya.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya