Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan nilai tukar rupiah mengalami penguatan sepanjang semester I 2019. Hal itu dia sampaikan dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Selasa (16/7).
Dia menjelaskan pertumbuhan ekonomi nasional mengalami tekanan khususnya dari faktor eksternal. Namun di tengah kondisi tersebut kondisi rupiah tetap stabil dan terjaga.
"Untuk nilai tukar, terjadi penguatan dibanding dengan asumsi pada semester I, nilainya sebesar Rp 14.197 per USD atau mengalami penguatan sebesar 2,3 persen year on year," kata Sri Mulyani.
Baca Juga
Advertisement
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah yang diasumsikan oleh pemerintah adalah kisaran Rp 15.000 per USD. Artinya pergerakan nilai tukar rupiah sejauh ini masih cukup kuat dengan melihat rata-rata nilai tukar pada level 14.197.
Sri Mulyani menyebutkan rupiah terbilang menguat dengan tren yang sama dengan mata uang emerging market atau negara berkembang lainnya.
"Nilai tukar kita dibandingkan negara emerging lainnya juga alami penguatan 2,3 persen yang relatif sama trennya dengan dunia internasional kecuali beberapa emerging country yang sedang hadapi persoalan dalam negeri seperti Turki dan Argentina," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Siap Penuhi Janji Jokowi Soal Penurunan Pajak Perusahaan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan segera mengkaji rencana penurunan pajak terutama pajak penghasilan (PPh) badan atau perusahaan yang saat ini berada pada besaran 25 persen.
Menurutnya, ini merupakan salah satu janji Presiden Jokowi dalam lima tahun mendatang.
"Untuk lima tahun ke depan sesuai arahan Bapak Presiden tentu beberapa yang sifatnya headline yaitu bagaimana mengubah peraturan perpajakan yang sesuai dengan aspirasi dan juga janji yang disampaikan bapak presiden, aspirasi dari dunia usaha dan janji bapak presiden," ujarnya di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (15/7/2019).
Terkait penurunan pajak, Sri Mulyani mengatakan, saat sedang masuk dalam tahap kajian rancangan undang-undang (RUU). RUU tersebut nantinya akan dibahas kembali bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pelaku usaha dan masyarakat.
"Pertama, penurunan tarif. Kita sedang membuat RUU-nya dan nanti kita akan konsultasi dengan masyarakat termasuk dunia usaha dan kita harapkan akan bisa disampaikan Presiden pada bulan mendatang. Tentu kita akan konsultasi proses politiknya dan seluruh parpol untuk mengantisipasi suatu inisiatif ruu perpajakan," jelasnya.
Advertisement
Pajak E-Commerce
Tidak hanya PPh Badan pemerintah juga akan terus fokus menarik pajak dari ekonomi digital atau e-commerce. Sehingga ke depan, ada kesetaraan perpajakan antara konvensional dan digital.
"Ini tidak hanya tarif tapi kita juga akan mengadress isu-isu selama ini yang dekat dengan masyarakat, termasuk ekonomi digital di situ. Kita akan melihat dari sisi PPN dan dari sisi tatakelola bagaimana kita mengelola perpajakan secara lebih kredibel dan dipercaya," jelasnya.
Meski demikian, rencana-rencana tersebut tetap akan mempertimbangkan keuangan negara. Bendahara negara akan terus memantau bagaimana dampak kebijakan tersebut terhadap kondisi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun berjalan.
"Ini yang sedang kita siapkan, kita tentu terus mendapatkan arahan dari Bapak Presiden sekaligus juga kita mengelola APBNnya. Karena setiap perubahan pajak pasti mempengaruhi APBN secara langsung. Jadi kita harus mendesign APBN tahun 2020 dan seterusnya dengan antisipasi reform tersebut," tandasnya.