Utang Pemerintah Tembus Rp 4.570 Triliun di Semester I 2019

Utang tersebut berasal dari pinjaman sebesar Rp 785 triliun dan penerbitan surat utang negara sebesar Rp 3.784 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2019, 17:55 WIB
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan mencatat posisi total utang pemerintah pusat hingga akhir Juni atau semester I 2019 sebesar Rp 4.570 triliun. Utang tersebut berasal dari pinjaman sebesar Rp 785 triliun dan penerbitan surat utang negara sebesar Rp 3.784 triliun.

"Rasio utang terhadap PDB sebesar 29,50 persen," demikian dikutip dari APBN Kita edisi Juli 2019, Jakarta, Selasa (16/7).

Posisi utang pemerintah sebesar Rp 4.570 triliun tersebut turun dari posisi Mei 2019 yang mencapai Rp 4.571 triliun. Rasio utang juga menunjukkan penurunan sebanyak 0,22 dari 29,72 persen pada akhir Mei 2019 menjadi 29,50 persen pada akhir Juni 2019.

Angka tersebut membuktikan bahwa utang Pemerintah telah dikelola dengan aman dimana hal tersebut ditunjukkan dengan realisasi rasio defisit per PDB sebesar 0,84 persen yang masih jauh berada di bawah batas aman 3 persen serta realisasi rasio posisi utang sebesar 29,72 persen yang berada di bawah batas aman 60 persen.

Hal ini juga menunjukkan bahwa kapasitas ekonomi Indonesia secara agregat mampu menutup lebih dari 3 kali jumlah posisi utang Pemerintah. Pada tanggal 18 Juni 2019 Pemerintah telah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi Euro sebesar EUR0,75 miliar untuk tenor 7 tahun dengan tingkat kupon terendah sepanjang sejarah penerbitan.

Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan SUN dalam denominasi USD sebesar USD 0,75 miliar untuk tenor 10 tahun dengan tingkat kupon sebesar 3,4 persen. Penerbitan SUN dalam valuta asing dilakukan untuk mengimbangi penerimaan dan belanja negara dalam valuta asing serta mendukung kuatnya cadangan devisa negara.

"Sampai akhir semester I 2019, porsi Surat Berharga Negara (SBN) domestik masih mendominasi sebesar Rp 2.735,76 triliun atau 72,29 persen dari total SBN secara keseluruhan dibandingkan dengan porsi SBN dalam valuta asing sebesar Rp 1.048,80 triliun atau 27,71 persen dari total SBN secara keseluruhan," tulis Kemenkeu.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


DPR Peringatkan Pemerintah soal Pengelolaan Utang

Menkeu Sri Mulyani bersalaman dengan Wakil Ketua DPR Agus Hermanto saat menyampaikan tanggapan pemerintah atas pandangan DPR terhadap RUU Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN (P2APBN) Tahun Anggaran 2018 di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa (16/7/2019). (Liputan6.com/JohanTallo)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menghadiri rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Rapat ini mengenai Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN dan RKP 2020, dengan agenda Penyampaian dan Pengesahan Laporan Panja-panja.

Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi III DPR John Kennedy Azis meminta pemerintah hati-hati dalam melakukan penambahan utang untuk pembangunan negara di 2020. Pihaknya juga meminta setiap penambahan utang harus melalui persetujuan DPR.

"Catatan, jika pemerintah memutuskan menambah utang untuk mempercepat pembangunan negara agar pemerintah melakukannya dengan prinsip kehati-hatian dan tetap menjaga rasio utang sesuai dengan undang-undang dan persetujuan DPR," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/7/2019).

John melanjutkan, arah dan strategi kebijakan pembiayaan utang ke depan harus mengedepankan aspek kehati-hatian melalui pengendalian rasio utang dalam batas aman berkisar 29,4 sampai 30,1 persen PDB untuk mendukung keseimbangan fiskal .

"Kedua, pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. Kemudian, terciptanya efisiensi biaya utang. Selain itu, pemerintah juga harus menjaga keseimbangan makro dengan menjaga komposisi utang domestik dan valas dalam batas terkendali serta pendalaman pasar keuangan," jelasnya.

Sementara itu untuk pembiayaan nonutang, DPR meminta pemerintah harus mendorong efektivitas pembiayaan investasi pada kisaran 0,3 persen hingga 0,5 persen dari PDB. "Kedua meningkatkan pembiayaan kreatif dan inovatif untuk akselerasi pembangunan infrastruktur kewajiban penjaminan, peningkatan akses pembiayaan UMKM, UMI," tandasnya.


Peringkat Utang RI Naik Bikin Beban Bunga Turun

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/rawpixel

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah berupaya menekan beban bunga utang pada tahun ini. Hingga saat ini, beban bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah dinilai kecil,yang ditunjukkan dengan besaran imbal hasil obligasi 10 tahun yang saat ini sebesar 7,42 persen.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menjelaskan, turunnya beban bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah tersebut imbas langkah efisiensi. Di sisi lain juga karena peningkatan rating surat utang pemerintah yang sudah mencapai level investment grade dari Standard and Poors (S&P).

"Tetapi paling tidak kita bisa menunjukkan bahwa kenaikan daripada beban bunga ini malah kita upayakan semakin menurun di 2019 ini kalau kita lihat sudah hanya tinggal 7 persen. Ini menjadi salah satu hasil dari pada langkah pemerintah untuk efisiensi daripada beban bunga," kata Askolani di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Askolani menyebut dengan meningkatnya standar surat utang pemerintah secara otomatis akan membuat investor menjadi yakin dengan pengelolaan utang di Indonesia. Jika pengelolaan utang kian membaik, ke depan di harapkan beban bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah juga terus terjaga rendah.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan hingga Mei 2019 pemerintah telah merealisasikan pembayaran bunga utang sebesar 47,14 persen terhadap APBN atau sebesar Rp 127,07 triliun dari target Rp 275,89 triliun.

Untuk menurunkan beban bunga tersebut, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperluas pasar surat utang pemerintah. "Jadi pedalaman market menjadi sangat penting supaya surat utang ini lebih mudah diperjualbelikan seperti misalnya pasar modal dan pasar keuangan yang lainnya," pungkas Askolani.


DPR Buka Pintu Bagi Pemerintah Tambah Defisit Anggaran

Suasana usai sidang paripurna di Komplek Parlemen, Jakarta. Jumat (24/04/2015). Sidang Paripurna yang beragendakan Laporan Komisi III DPR RI terhadap Hasil Pembahasan atas RUU. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membuka pintu bagi pemerintah apabila ingin menambah besaran defisit anggaran. Sesuai peraturan perundang-undangan, batas maksimal defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahunan yakni 3 persen.

Wakil Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah mengatakan, pemerintah diperbolehkan jika ingin memaksimalkan defisit anggaran batas maksimal tersebut. Asalkan defisit anggaran tersebut dipergunakan untuk keperluan belanja yang produktif.

"Defisit anggaran Malaysia 7 persen, Filipina 6 persen, Vietnam 5 persen. Kita dikasih maksimal 3 persen tapi yang diajukan hanya 1,5 persen. Kita ini negara yang sombong," kata Said dalam dalam rapat panja di ruang sidang DPR RI, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Secara langsung Said menyebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak perlu khawatit disebut sebagai pencetak utang. Sebab, utang yang digunakan selama ini pun untuk kegiatan yang produktif "Tidak perlu takut, selagi utang itu untuk kegiatan produktif," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya