Senyum Baiq Nuril Menunggu Kabar Baik

Baiq Nuril bersyukur surat pemintaan pertimbangan atas permohonan amnestinya telah diserahkan Presiden Jokowi ke DPR dan dibacakan di rapat paripurna.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 17 Jul 2019, 00:02 WIB
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka bersama anggota dewan para pendamping terpidana kasus pelanggaran UU ITE, Baiq Nuril Maknun meluapkan kegembiraan setelah bertemu dengan pimpinan DPR di gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (16/7/2019). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Surat permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti Baiq Nuril dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi dibacakan di rapat paripurna DPR, Selasa 16 Juli 2019. Surat Jokowi itu telah dikirim pada Senin 15 Juli 2019.

"DPR menerima dua surat. Surat pertama dari Presiden RI dengan nomor R-28/Pres/07/2019, hal permintaan pertimbangan. Untuk selanjutnya sesuai dengan tata tertib akan dibahas lebih lanjut sesuai dengan aturan yang berlaku," kata pimpinan paripurna Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dalam rapat paripurna DPR, Selasa (16/7/2019).

Anggota DPR Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka kemudian menginterupsi sidang. Dia meminta penjelasan apakah surat dari presiden yang meminta pertimbangan DPR tersebut terkait perkembangan amnesti kepada Baiq Nuril. Jika memang benar soal Baiq Nuril, dia memohon supaya DPR bisa memperjuangkan nasib Baiq Nuril.

Agus Hemanto membenarkan, surat dari Presiden Jokowi itu terkait permohonan amnesti Baiq Nuril. Surat itu akan dilanjutkan di Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

Baiq Nuril tersenyum. Terpidana kasus ITE dan korban pelecehan seksual ini bersyukur surat pemintaan pertimbangan atas permohonan amnestinya telah diserahkan Presiden Jokowi ke DPR dan dibacakan di rapat paripurna.

"Alhamdulilah, terima kasih temen-teman semua yang tetap men-support saya, terutama dari temen media yang sampai saat ini terus mendukung saya," kata Nuril di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Dia juga menyampaikan terima kasih kepada Presiden Jokowi, DPR RI hingga kuasa hukumnya.

"Saya juga berterima kasih, pertama pada Pak Presiden atas perhatiannya yang sampai saat ini alhamdulilah untuk memberikan amnesti kepada saya, mudah-mudahan DPR menyetujui dan memberi pertimbangan untuk memberikan amnesti kepada saya," ucap Nuril.

Pada kesempatan itu, politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka mengingatkan Baiq agar jangan berpuas diri terlebih dahulu, sebab masih banyak tahapan sebelum amnesti kembali dikirimkan ke Presiden Jokowi.

"Belum selesai, Bu. Jangan closing statement dulu. Kita masih harus berjuang ya, mudah-mudahan (lancar)," ucap Rieke.

Nuril menjawab bahwa pernyataan tersebut sebagai rasa syukur, ia sendiri tetap berharap dan siap berjuang hingga mendapat amnesti.

"Ini sebagai ucapan rasa syukur saya, mudah-mudahan buat semua pihak perjuangan ini sampai pada titiknya," ucapnya.

Sementara itu, kuasa hukum Baiq Nuril, Widodo mengaku optimistis dengan kelanjutan amnesti kliennya.

"Pertama kami optimis dengan niat mulia Bapak Presiden Joko Widodo. Kedua, dari perspektif hukum tidak ada pembatasan di dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 bahwa amnesti hanya boleh diberikan pada narapidana politik," ujarnya.

"Justru kalau DPR kemudian memberi pertimbangan dan presiden mengeluarkan keppres amnesti Baiq Nuril, maka ini adalah sejarah. Pertama di Indonesia, amnesti tidak hanya diberikan kepada narapidana politik," tandas dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Diserahkan ke Komisi III DPR

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka dan Terpidana kasus pelanggaran UU ITE, Baiq Nuril memberikan keterangan pers hasil Badan Musyawarah DPR di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (16/7/2019). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Surat pertimbangan permohonan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril kemudian dibahas di Badan Musyawarah DPR. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto yang memimpin rapat menyatakan, keputusan dalam rapat Bamus adalah pembahasan surat pertimbangan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril diserahkan kepada Komisi III.

"Saya sendiri memimpin rapat Bamus untuk membahas masalah usulan Bapak Presiden, Bapak Jokowi, untuk membahas surat permohonan amnesti dari Ibu Nuril yang selanjutnya dalam rapat Bamus tadi diputuskan bahwa ini akan dibahas di Komisi III," kata Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (16/7/2019).

Agus menyebut sudah menandatangani surat keputusan Bamus yang menyerahkan pembahasannya ke Komisi III. Ia berharap Komisi III sudah mendapat keputusan terkait surat tersebut sebelum penutupan masa sidang V ini.

Ia menargetkan, surat pertimbangan amnesti itu sudah masuk paripurna selambat-lambatnya 25 Juli atau sebelum penutupan masa sidang V.

"Saya melihat dari rapat Bamus kan tadi semua fraksi menyetujui, sehingga rasanya mudah-mudahan ini tidak lama. Penutupan masa sidang tanggal 25 Juli 2019. Diharapkan pada saat penutupan rapat sidang tersebut, keputusannya sudah disampaikan di dalam rapat paripurna," kata Agus.

Baiq Nuril bersama kuasa hukumnya ikut mengawal rapat Bamus meski di luar ruang rapat. Usai mendengar hasil rapat Bamus, senyum Nuril terus merekah.

"Sepertinya tinggal selangkah lagi," kata dia.

Anggota Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka mengatakan, tahapan untuk pertimbangan amnesti Baiq Nuril masih panjang. 

"Mudah-mudahan lancar. Teman-teman terima kasih, tapi masih ada beberapa tahap. Setelah rapat bamus, rapat di Komisi III, hasil kemudian dibawa lagi ke rapat Bamus,” ucap Rieke.

Setelah kembali ke Bamus usai dibahas Komisi III, langkah selanjutnya menurut Rieke adalah sidang paripurna DPR.

"Akan dibawa lagi ke rapat paripurna sebagai keputusan tertinggi DPR, baru setelah itu dikirimkan ke presiden," ujarnya.

Hasil dari paripurna DPR itu lah yang nantinya akan dikirimkan ke Presiden Jokowi sebagai bahan pertimbangan memberikan amnesti bagi Baiq Nuril.

"Setelah presiden membaca, memperhatikan kalimat di UUD, perhatikan pertimbangan dari DPR, barulah ada keputusan apakah Ibu Baiq Nuril akan diberi amnesti atau tidak oleh Bapak Presiden, sebagai hak prerogatif dari Bapak Presiden," kata Rieke.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebut, dalam pembahasan nanti, Komisi III akan mempertimbangkan tiga hal sebelum memutuskan apakah akan menerima amnesti Baiq Nuril.

"Pertama, hal-hal yang merupakan fakta persidangan. Kedua, Pasal yang didakwakan pada Baiq Nuril. Ketiga, pertimbangan hukum mulai dari hakim PN sampai dengan hakim PK di MA," tandas Arsul.


Perjalanan Kasus Baiq Nuril dalam Surat Permohonan

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko (tengah) menerima surat permohonan pemberian amnesti kepada Presiden Joko Widodo dari terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril Maknun di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (15/7/2019). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Baiq Nuril memberikan surat kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk Presiden Jokowi.

Dua lembar kertas yang ditandatangani pada Senin 15 Juli 2019 dan bermaterai itu, berisi harapan agar Jokowi mengabulkan amnesti secepatnya. Dalam lembar pertama, dia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas dukungan kepadanya yang tidak henti mengalir.

"Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas dukungan yang terus mengalir, yang sampai saat ini tidak pernah berhenti, dan ini saya bacakan surat, surat seorang anak kepada bapak, Bismillah," kata Baiq membacakan surat di Kantor Staf Presiden, Jalan Merdeka Utara, Senin.

Baiq Nuril memperkenalkan diri, sebagai rakyat Indonesia yang hanya lulusan SMA. Sebelum dijerat kasus, dia bekerja sebagai honorer di SMA, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Ibu dari tiga orang anak, dan memiliki seorang suami yang sebelumnya bekerja di Gili Trawangan. Namun saat terjerat kasus, suaminya terpaksa kehilangan pekerjaan. Lantaran harus mengurus tiga orang anak.

"Akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan," cerita Baiq sambil meneteskan air mata.

Baiq pun menceritakan rentetan mengapa merekam percakapan mesum atasanya atau kepala sekolahnya saat itu H Muslim. Hingga mengalami teror berulang kali. Mulai dari telepon hingga pelakuan langsung.

"Yang Mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. Teror yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telepon, tapi juga saat perjumpaan langsung," ungkap Baiq.

Dia mengakui tidak ada niatan sama sekali untuk menyebarkan rekaman tersebut. Percapakan atasannya tersebut hanya diceritakan satu orang temannya untuk diberikan ke DPRD Mataram. Tindakannya semata-mata untuk mempertahankan pekerjaannya. Agar tetap membantu suaminya menghidupi ketiga anaknya.

"Bapak, barangkali, barangkali ada satu kesalahan yang saya lakukan. Karena saya merasa sangat tertekan saat itu, kesalahan saya (jika itu dianggap suatu kesalahan) adalah karena saya menceritakan rekaman tersebut pada satu orang teman saya," ungkap Baiq Nuril.

Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril menangis saat berbicara dalam diskusi Dialektika Demokarasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019). Diskusi mengambil tema 'Baiq Nuril Ajukan Amnesti, DPR Setuju?. (Liputan6.com/JohanTallo)

 Air mata Baiq menetes kembali ketika menceritakan proses pemeriksaan yang berjalan dua tahun di Polres Mataram. Sampai akhirnya, pada 27 Maret 2017 dia ditahan.

"Saya pikir hanya akan jalani pemeriksaan rutin. Saya membawa anak saya yang berumur lima tahun. Ternyata, saat itu saya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Saya ditahan sebelum saya menjalani proses sidang di PN Mataram," kata Baiq.

Tidak sampai itu, Baiq pun terus meneteskan air mata ketika menceritakan sidang perdananya di PN Mataram pada 4 Mei 2017 di PN Mataram. Dalam surat dakwaan yang disampaikan Jaksa, diduga telah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. .

"Jaksa Penuntut, Ibu Ida Ayu Camuti Dewi, menuntut saya enam tahun penjara dan harus membayar denda sebesar 500 juta rupiah," ujar Baiq sambil terus meneteskan air mata.

Kemudian, dia juga memaparkan saksi ahli yang dihadirkan, pakar ITE, Teguh Afriyadi yang menegaskan bahwa tindakannya tidak bersalah. Tidak hanya itu, dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Republik Indonesia, Sri Nurherwati, menyatakan dan mengungkapkan bahwa Baiq sebenarnya adalah korban kekerasan seksual.

Sampai akhirnya, pada 26 Juli 2017, Majelis Hakim PN Mataram diketuai oleh Bapak Albertus Usada dan Hakim Anggota, Ranto Indra Karta dan Ferdinand M. Leander, memutuskan bahwa Baiq tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Penuntut Umum.

Namun putusan tersebut belum selesai, Majelis Hakim PN Mataram tersebut dibatalkan pada tanggal 26 September 2018 oleh Mahkamah Agung yang menyatakan mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Kemudian, pada tanggal 4 Januari 2019, melalui kuasa hukumnya memutuskan untuk mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Tanggal 4 Juli 2019, Mahkamah Agung menyatakan menolak PK yang diajukan.

"Tapi, saya tidak akan pernah menyerah. Sekali lagi bagi saya perjuangan ini adalah perjuangan untuk menegakan harkat martabat kemanusiaan di negara tercinta ini. Saya selalu yakin kebenaran pasti akan terungkap dan keadilan pasti akan terjadi," tegas Baiq.

Terpidana kasus ITE Baiq Nuril membacakan surat untuk Presiden Joko Widodo, Senin (15/7/2019). (Merdeka.com/ Intan Umbari Prihatin)

Dengan proses yang dialami selama 6 tahun, Baiq tidak akan pernah menyerah. Dia menjelaskan pengalaman saat ini menjadi pelajaran. Bukan hanya agar terlepas dari jerat korupsi, tapi sebagai perjuangan masyarakat.

Dia yakin Jokowi punya hati nurani. Dan berharap bisa menerima perjuangannya serta memberikan amnesti. Namun dia meminta bukan karena air mata yang dikeluarkan saat ini kemudian Jokowi memberikan amnesti. Tetapi diberikan didasari karena jiwa kepemimpinan dan kepentingan negara dalam melindungi serta menjaga harkat dan martabat.

"Saya sebagai rakyat kecil sangat yakin, niat mulia Bapak memberikan amnesti kepada saya didasari karena jiwa kepemimpinan Bapak yang menyadari keputusan amnesti tersebut merupakan bentuk kepentingan negara dalam melindungi dan menjaga harkat martabat rakyatnya sebagai manusia," kata Baiq.

Dalam surat tersebut, Baiq dan suami pun mengklaim memilih kembali Jokowi sebagai Presiden. Mereka yakin dan percaya mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut bisa memimpin konstitusi dengan adil.

"Bapak Presiden, saya dan suami saya memilih Bapak kembali sebagai Presiden Republik Indonesia, karena kami percaya kepada kepada Bapak. Kami percaya Bapak adalah pemimpin yang selalu berpijak pada konstitusi," kata Baiq.

Keputusan tersebut salah satunya kata dia yaitu berupa amnesti. Bukan karena belas kasihan, tapi sebagai korban dan bukan desakan dari berbagai pihak. Dia pun yakin Jokowi bisa memutuskan yang didasari dengan UUD 1945. Dia pun mengklaim selalu memberikan dukungan penuh kepada Jokowi dan akan berjuang bersama-sama untuk menegakan keadilan.

"Saya sangat yakin, niat mulia Bapak memberi amnesti kepada saya adalah demi kepentingan negara. Kepentingan negara dalam penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan yang lebih besar dan dapat menghadirkan kemaslahatan yang lebih luas bagi rakyatnya," tegas Baiq.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya