Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penerimaan pajak untuk keseluruhan tahun 2019 tidak akan bisa mencapai target. Diketahui target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 1.577,56 triliun.
Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, kekurangan penerimaan pajak atau shortfall hingga akhir tahun diperkirakan mencapai Rp 140 triliun.
Dia menjelaskan, untuk penerimaan pajak hingga akhir tahun hanya akan mencapai 91 persen dari target dengan pertumbuhan hanya sebesar 9,5 persen dari tahun lalu. Padahal, pertumbuhan penerimaan pajak tahun lalu bisa mencapai 14,3 persen meski hanya 92 persen dari target.
Baca Juga
Advertisement
"Outlook perpajakan DJP dan DJBC kan 91 persen, shortfall kurang lebih Rp 143 triliun, khususnya DJP outlook-nya 91,1 persen dari target. Shortfall diperkirakan 140 triliun," kata dia, saat ditemui, di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (16/7).
Dia menjelaskan shortfall lebih disebabkan karena adanya penurunan drastis harga komoditas pada tahun ini. "Penyebabnya harga komoditas yang turun, kurs tidak selemah yang diduga, impor turun cukup drastis, restitusi dipercepat juga kita berikan,"
Sebagai informasi, penerimaan pajak hingga Semester I 2019 baru mencapai Rp 603,34 triliun, atau 38,25 persen dari target APBN 2019. Sementara itu, prediksi realisasi total penerimaan pajak hingga akhir 2019 hanya Rp 834,1 triliun, yang setara 91 persen dari target.
Penerimaan pajak yang berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) hingga Semester I 2019 tercatat baru mencapai Rp 376,32 triliun atau tumbuh 4,71 persen dari tahun lalu. Rinciannya, PPh Migas baru mencapai Rp 30,16 triliun atau tumbuh 0,31 persen, serta PPh Nonmigas Rp 346,16 triliun atau 5,11 persen.
Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) baru mencapai Rp 212,32 triliun dengan pertumbuhan negatif 2,66 persen dari tahun lalu. Sementara Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lainnya baru mencapai Rp 14,7 triliun atau tumbuh 265,81 persen.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Target Rasio Penerimaan Pajak di 2020 Turun
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jazilul Fawaid mengatakan target rasio penerimaan pajak pada 2020 sebesar 10,6 hingga 11,2 persen. Artinya, target tersebut turun jika dibandingkan dengan target tahun ini sebesar 12,2 persen.
"Tahun 2020, rasio penerimaan perpajakan diupayakan dapat mencapai 10,6 persen hingga 11,2 persen terhadap PDB," ujar Jazilul dalam rapat paripurna DPR bersama pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Target tersebut telah disetujui bersama pemerintah untuk kembali dibahas dalam rapat kerja sampai diputuskan dalam nota keuangan di Agustus mendatang.
"Terget ini dengan tetap mempertimbangkan capaian realisasi perpajakan tahun sebelumnya dan kondisi perekonomian terkini," jelasnya.
Kebijakan umum perpajakan tahun 2020 akan dilakukan dalam rangka mendorong peningkatan rasio penerimaan perpajakan dengan tetap memberi insentif fiskal untuk daya saing dan investasi, melalui pemberian insentif, optimalisasi penerimaan dan menyelaraskan peraturan.
"Insentif perpajakan yang tepat untuk meningkatkan investasi, daya saing, dan kualitas SDM dengan memberikan dorongan kepada sektor usaha yang berorientasi ekspor, sektor usaha hulu, dan terciptanya hilirisasi industri. Insentif perpajakan juga diberikan melalui perluasan tax holiday dan investment allowance pada industri dan kawasan tertentu," jelas Ketua Banggar DPR itu.
Advertisement
Sri Mulyani Ingin Bayar Pajak Semudah Beli Pulsa
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menginginkan cara pembayaran pajak lebih mudah dibandingkan membeli pulsa telepon. Hal ini dalam rangka mendorong peningkatan tax ratio. Menurutnya, sistem pembayaran pajak yang mudah akan membuat wajib pajak lebih patuh.
"Kepatuhan perpajakan adalah fungsi dari mudahnya membayar pajak. Saya bilang sama Pak Robert dan timnya. Saya ingin membayar pajak lebih mudah dari beli pulsa telepon, kalau beli pulsa dalam semenit kita bisa pakai mobile banking harusnya bayar pajak lebih mudah lagi," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Sri Mulyani mengatakan, penyederhanaan pembayaran pajak menjadi kunci penting dalam meningkatkan tax ratio. Tidak hanya itu, pengawasan dan penegakan hukum juga tidak kalah penting untuk terus ditingkatkan.
"Makanya reform di bidang administrasi dan proses itu menjadi penting, bagaimana disederhanakan, bagaimana proses untuk complience, pembayaran. Di luar itu kami tetap melakukan enforce complience. Terutama pengawasan dan penegakan hukum namun ini dilakukan berdasarkan risiko dari penerimaan perjalanan dan profil dari tax payer," paparnya.
Sementara itu, dari sisi penyederhanaan administrasi perpajakan, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Bea dan Cukai sudah melakukan berbagai terobosan. Satu di antaranya melalui optimalisasi penyampaian informasi melalui media digital.
"Terobosan dari sisi administrasi perpajakan, ini adalah 3 hal termasuk optimalisasi media digital, mobile tax unit kita perbaiki bisnis prosesnya, dan juga perbaikan dalam pembayaran pajak atau tax," tandasnya.