Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menilai Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perlu melakukan evaluasi dan perombakan direksi-direksi di BUMN melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Salah satu BUMN yang jajaran direksinya perlu dievaluasi yaitu Garuda Indonesia.
“Memang Menteri BUMN ini juga harus bertanggung jawab terhadap kondisi kinerja di Garuda. Kemarin Garuda laporan keuangannya bermasalah,” ujar dia di Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Bhima berharap, perombakan direksi BUMN ini tidak berdasarkan pertimbangan politik tapi harus berbasiskan kinerja. Menurutnya, BUMN-BUMN yang memiliki kinerja kurang baik butuh perombakan direksi.
Baca Juga
Advertisement
“BUMN yang harusnya layak untuk dirombak justru malah tidak dirombak. Justru RUPSLB malah ke BUMN lainnya. Itu jadi kontradiksi,” lanjut Bhima.
Terkait perombakan direksi Garuda, Bhima menilai kasus manipulasi laporan keuangan menjadi alasan kuat bagi Kementerian BUMN untuk merombak jajaran direksi Garuda. Bahkan menurut dia, masalah laporan keuangan Garuda Indonesia ini sudah seharusnya masuk ke ranah pidana karena berpotensi merugikan negara.
“Iya kan ini sama pihak Garuda dan Kementerian BUMN dianggap bukan masalah. Tapi kan penyelidikan dari OJK dan Kementerian Keuangan menemukan bahwa ini memang manipulasi keuangan,” kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian BUMN Imam A Putro mengatakan, Kementerian BUMN telah meminta kepada para BUMN untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Ada dua agenda yang diminta dalam RUPS, yakni penyampaian kegiatan usaha selama kuartal II-2019, dan perubahan susunan pengurus perseroan masing-masing BUMN.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Holding BUMN Tambang Siap Akuisisi 20 Persen Saham Vale
PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sebagai induk usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertambangan siap mengakuisisi 20 persen saham PT ValeIndonesia Tbk.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Inalum sudah siap mengakuisisi 20 persen saham Vale. Namun masih menunggu instruksi dari pemerintah untuk mengeksekusinya.
"Artinya kalau kita disuruh (akuisisi) kita sudah sangat siap," kata Budi, di Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Inalum juga sudah melakukan penilaian terhadap 20 persen saham Vale. Sayangnya, Budi belum bisa menyebutkan rincian nilainya. Budi hanya memastikan harga 20 persen saham Vale tidak mencapai USD 1,5 miliar.
"Kita sudah hitung angkanya enggak segitu. Tapi belum bisa share (hasil valuasi)," tuturnya.
Budi mengungkapkan, perusahaanya memiliki uang untuk mengakuisisi 20 persen saham tersebut tetapi jika memang tidak cukup Inalum tidak segan-segan untuk mencari pinjaman.
"Kalau uangnya cukup ya langsung. Kalau enggak cukup ya pinjam," tandasnya.
Berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya yang ditandatangani pada 2014, Vale harus melakukan pelepasan saham (divestasi) sebanyak 40 persen.
Namun dalam amandemen Kontrak Karya, Vale berkewajiban melepas sahamnya sebesar 20 persen, sebab 20 persen sebelumnya sudah dilepas di Bursa Efek dan tercatat sebagai divestasi.
Divestasi mengacu pada peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 sebagai perubahan ketiga PP No. 23 Tahun 2010. Payung hukum tersebut menyebutkan, divestasi harus dilakukan paling lambat pada 14 Oktober 2019 atau 5 tahun setelah terbitnya PP 77.
Adapun besaran divestasi dalam PP 77 terbagi dalam tiga kategori berdasarkan pada kegiatan pertambangan. Vale termasuk dalam kategori kedua, yaitu kegiatan pertambangan dan pengolahan pemurnian, sehingga perusahaan tambang asal Brazil tersebut hanya kewajiban melepas saham 40 persen.
Advertisement
Akankah Superholding BUMN Terbentuk di Periode Kedua Jokowi?
Ekonom Indef Enny Hartati berbicara soal nasib Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dinilai akan digantikan dengan kehadiran [superholding](3941993/ ""), di periode kedua Jokowi. Menurutnya, kehadiran kementerian saat ini tampak membatasi gerak badan usaha milik negara yang sesunggunya membutuhkan fleksibilitas lebih.
"Pemerintah punya konsep yang namanya holdings, dan itu yg sesuai dengan kebutuhannya kalau emang lebih efisien merger vertikal atau horiszontal (dengan BUMN)," kata Enny saat diskusi polemik, di Resto d'Consulate, Jakarta, Sabtu (6/7/2019).
Melalui [superholding](3941993/ ""), lanjut Enny, perusahaan yang merupakan BUMN ini akan memilki blue print dari arah bisnis mereka masing-masing. Tapi tentu kepentingan dan aturannya masih diawasi sebagai agent of development negera melalui beleid BUMN.
"Jadi aturan mengenai UU BUMN, sehingga paling utama esensi kinerja BUMN tetap agent of development, tapi tidak membutuhkan aturan birkorasi (kementerian) seperti sekarang," terang Enny.
Sorotan Enny terhadap kementerian BUMN memang bukan hal baru. Satu dari 34 kementerian di era Jokowi ini kerap dikritisi pengamat dan pemerhati ekonomi.
"Ini sudah lama diksritisi karena dinilai keberadaannya tidak pas. Sekarang yang kita butuhkan dalam perekonomian ini untuk mengakselelarasi peningkatan. Karena jka hanya tumbuh atau stuck di 5 persen maka tak ada peningkatan, itu hanya mengikuti pertumbuhan natural saja," kritis dia.
Kementerian Dihapus
Soal wacana tak penghapusan kementerian BUMN dan digantikan Holdings, sempat disinggung Menteri BUMN Rini Soemarno. Dia mengatakan, bahwa superholding lah yang akan menggantikan kementerian binaannya tersebut.
"Kementerian BUMN akan hilang. Jadinya nanti ada superholding," kata Rini di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin 15 April 2019.
Menurut dia, superholding akan menyerupai Temasek Holdings dari Singapura dan Khazanah Nasional dari Malaysia. Meski tak ada lagi Kementerian BUMN, namun monitoring tetap dikontrol langsung oleh pemerintah. Seperti Khazanah dan Temasek yang langsung ke perdana menterinya. juga langsung ke PM.
"Jadi nanti kalau superholding juga langsung ke Presiden," jelas Rini.
Advertisement