Liputan6.com, Banjarnegara - Banjarnegara, Jawa Tengah dikenal sebagai penghasil komoditas hortilkultura yang lengkap. Sayuran, hingga buah-buahan Banjarnegara menyebar ke seluruh Jawa.
Siapa tak kenal dengan kentang dieng, atau, salak pondohnya yang manis masir? Seluruhnya dihasilkan dari tanah Banjarnegara yang subur. Baru-baru ini, nama durian asal Banjarnegara juga mulai moncer.
Banjarnegara diberkahi tanah vulkanik yang subur. Pegunungannya yang sejuk, dengan mata air berlimpah membuat kebanyakan warga memilih berprofesi sebagai petani. Pendek kata, Banjarnegara adalah gambaran tanah subur rakyat makmur.
Baca Juga
Advertisement
Dampak kemarau nyaris tak terasa di pegunungan sisi utara Banjarnegara. Air tetap mengalir, telaga-telaga tetap menyediakan air.
Tetapi, kondisi berbeda terjadi di Banjarnegara sisi selatan. Sejumlah wilayah sudah mulai dilanda kekeringan dan bahkan, krisis air bersih.
Sedikitnya 240 hektare sawah petani di daerah ini terdampak kekeringan sehingga terancam gagal panen. Ratusan hektar sawah tersebut tersebar di empat kecamatan, meliputi Kecamatan Susukan, Kecamatan Mandiraja, Kecamatan Purwanegara dan Kecamatan Sigaluh.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Banjarnegara, Totok Setya Winarno mengatakan, seluruh sawah yang terancam gagal panen adalah sawah tadah hujan. Sebagian besar, berada di Kecamatan Susukan yang merupakan sawah tadah hujan.
Padahal, usia tanaman padi rata-rata baru menginjak satu minggu hingga satu bulan. Sementara musim kemarau masih panjang.
Krisis Air Bersih Banjarnegara
"Kalau gagal panen belum, karena usianya juga masih muda. Kemungkinan dikhawatirkan," ucapnya, awal dasarian kedua Juli 2019.
Dinas Pertanian memfasilitasi petani dengan pompa yang saat ini tersedia di kecamatan atau BPBD. Mesin pompa itu bisa dipinjam dan dimanfaatkan petani untuk menyedot air dan mengalirkannya ke lahan pertanian yang kekeringan.
Masalahnya, tak semua area sawah berdekatan dengan sumber air. Akibatnya, padi pun terancam gagal panen. Sebab, pada masa pertumbuhan, tanaman padi membutuhkan suplai air yang cukup dan konstan.
Selain mengancam sektor pertanian, kemarau panjang juga berdampak langsung ke penduduk Banjarnegara sisi selatan. Sebanyak 12 desa di tujuh kecamatan sudah mengalami krisis air bersih.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Arif Rachman mengatakan Sementara ini, mengatakan pada tahun 2019 ini diperkirakan sebanyak 39 desa di 12 kecamatan akan mengalami krisis air bersih.
“BPBD telah mengirimkan sebanyak 41 tangki air bersih dengan volume 205 ribu liter untuk 12 desa di tujuh kecamatan,” ucapnya, Selasa, 17 Juli 2019.
Seluruh desa itu, berada di Banjarnegara sisi selatan dan barat. Penyebabnya, adalah semakin langkanya pepohonan di permukiman dan perkebunan penduduk.
Advertisement
Identifikasi Mata Air di Daerah Rawan Kekeringan
Akibatnya mata air berkurang debitnya atau bahkan mati. Cekaman kemarau terasa lebih berat lantaran jenis tanah di Banjarnegara sisi selatan adalah kapur, sehingga bersifat porous atau tidak bisa menyimpan air.
Bahkan, dari tahun ke tahun, wilayah yang terdampak krisis air bersih semakin banyak. Karenanya, BPBD menggalakkan penyelamatan mata air dengan penanaman pohon. Pasalnya, penebangan pohon disinyalir menyebabkan krisis air di Banjarnegara, semakin tahun bertambah luas.
“Ya, jenis tanah di wilayah selatan itu kan kapur, Mas. Jadinya,kemampuan menyimpan airnya itu rendah. Air tetap lari, gitu lho. Kemudian pepohonan juga habis,” dia mengungkapkan.
Tahun ini, BPBD mulai mendata keberadaan mata air di wilayah-wilayah rawan krisis air bersih. BPBD juga berkoordinasi berkoordinasi dengan dinas terkait dan pengusaha untuk menyediakan bibit tanaman yang rencananya akan ditanam musim penghujan mendatang.
“Ini kami komunikasi, misalnya dengan Indonesia Power, kita minta Aren, misalnya. Kalau itu ada kemudian kita salurkan ke daerah-daerah yang rawan. Termasuk dengan SKPD terkait, LH, lah ya,” ujarnya.
Arif mengungkapkan, wilayah utara Banjarnegara yang merupakan wilayah pegunungan juga tak luput dari ancaman kekeringan. Krisis air bersih bisa saja terjadi jika masyarakat tak kunjung mengubah pola pertanian tanaman musiman.
Masyarakat perlu diedukasi untuk bertani ramah lingkungan. Salah satunya dengan tetap mempertahankan pepohonan di ladang penduduk.
“Pengadaan pohon, untuk menyelamatkan air, ini kaitannya dengan air bersih, untuk menyimpan air,” dia menegaskan.
Hingga Selasa 16 Juli 2019 kemarin, BPBD telah mengirimkan sebanyak 41 tangki air bersih dengan volume 205 ribu liter untuk 12 desa di tujuh kecamatan. Diperkirakan permintaan bantuan air bersih akan semakin tinggi pada Agustus, September dan mencapai puncaknya pada awal Oktober.
Saksikan video pilihan berikut ini: