Liputan6.com, Palembang - Usai kasus kekerasan yang dialami dua siswa baru saat Masa Orientasi Siswa (MOS) di SMA Taruna Indonesia Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), pada hari Sabtu (13/7/2019), Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel langsung turun tangan.
Kematian DE (14) dan kondisi kritis yang dialami WK (14) yang menjadi peserta MOS sekolah semi militer ini, membuat Disdik Sumsel menurunkan tim investigasi untuk menguak kasus ini.
Menurut Kepala Disdik Sumsel Widodo, segala bentuk kekerasan fisik maupun mental di dalam sekolah adalah ilegal.
Baca Juga
Advertisement
Awalnya Widodo tidak mempercayai bahwa kedua siswa SMA Taruna Indonesia Palembang itu mengalami kekerasan fisik oleh salah satu guru.
“Saya awalya tidak yakin (kekerasan) ada, tapi Kapolda Sumsel menguaknya dengan hasil visum. Saya sesali kenapa tidak memperhatikan aturan dari kementrian dan komitmen bersama,” katanya kepada Liputan6.com, Kamis (18/7/2019).
Disdik Sumsel sudah membentuk tim investigasi untuk mencaritahu lebih detail, kronologi kasus ini yang sebenarnya. Mulai dari menginterogasi pihak sekolah, tersangka, para siswa dan saksi lainnya.
Jika dalam proses belajar mengajar (PBM) di sekolah ini memang diberlakukan tindakan kekerasan, Widodo akan restrukturisasi agar tidak ada lagi peluang kekerasan di sekolah ini.
“Meskipun kekerasan itu sifatnya ‘masuk akal’, lebih baik tidak usah, itu (sanksi) yang paling ringan,” katanya.
Jika penerapan kekerasan di SMA Taruna Indonesia Palembang ini sifatnya terstruktur, ada pembiaran dan kesengajaan, Disdik Sumsel memastikan akan memproses sekolah ini agar tidak beroperasi lagi atau ditutup.
Kegiatan MOS Ilegal
Mereka akan menggandeng Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk lebih dalam menelusuri kasus ini.
Dari informasi yang diperoleh, kegiatan MOS diselenggarakan mulai hari Senin (8/7/2019) hingga Selasa (9/7/2019), diisi dengan materi bela negara oleh personel TNI.
Di hari Rabu (10/7/2019) hingga Jumat (12/7/2019), sebanyak 105 siswa baru dibawa ke Pondok Pesantren (Ponpes) Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang untuk mengikuti kegiatan selanjutnya.
Saat penutupan MOS di hari Jumat malam, para siswa diajak untuk melakukan longmarch dari ponpes menuju ke sekolah sejauh 14 kilometer.
Di saat inilah, diduga kekerasan terhadap dua orang siswa SMA Taruna Indonesia Palembang ini terjadi.
“Kegiatan MOS itu hanya boleh selama tiga hari dan kegiatan itu semua tidak ada izin dari Disdik Sumsel. Apalagi longmarch sejauh itu, kita akan telusuri lebih dalam,” ujarnya.
Diakui pihak sekolah, MOS yang digelar selama lima hari itu merupakan tradisi lama yang terus diterapkan ke siswa baru.
Advertisement
Korban Kekerasan Guru
Hal ini juga bertepatan dengan izin operasional SMA Taruna Indonesia Palembang, yang akan berakhir pada bulan Oktober 2019 ini. Jika benar terbukti, maka Disdik Sumsel tidak akan memperpanjang izinnya
Widodo juga sudah mendengar keterangan dari dokter yang menangani WK, yang sedang dirawat di ICU Rumah Sakit (RS) Charitas Palembang. Bahwa korban tidak mengalami trauma fisik, namun banyak organ tubuh yang tidak berfungsi lagi.
Faktor lainnya yang menjadi rujukan Disdik Sumsel di sekolah ini, yaitu dengan mengikutsertakan OB (24), tersangka pemukulan para siswa.
OB sendiri baru mendapat Surat Keterangan (SK) menjadi guru Bimbingan Konseling (BK) di SMA Taruna Indonesia Palembang pada tanggal 5 Juli 2019. Namun guru baru ini sudah diberi mandat yang begitu besar untuk berkontribusi saat masa MOS.
“Pria seusia itu belum matang (pola pikirnya) dan gampang terpancing emosi. Apalagi latar belakang pendidikannya bukan pelatih fisik tapi guru BK. Pihak sekolah kenapa tidak menggunakan pelatih yang secara mental dan jiwa berpengalaman. Saya tidak yakin ini kecolongan,” ungkapnya.