Halal Control Jerman Ikuti Gelar Perkara Dugaan Pemerasan Sertifikasi Halal oleh MUI

Kuasa Hukum MUI mengatakan, Halal Control Jerman sebenarnya sudah bermitra soal sertifikasi halal dan perpanjangannya dengan MUI selama 20 tahun

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 18 Jul 2019, 20:28 WIB
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Badan sertifikasi halal swasta asal Jerman, Halal Control GmbH, mengikuti gelar perkara kasus dugaan pemerasan pengurusan perpanjangan sertifikasi halal oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan.

General Manager Halal Control GmbH, Mahmoud Tatari, melalui kuasa hukumnya Ahmad Ramzy menyampaikan, pemerasan itu diduga dilakukan Warga Negara Selandia Baru, Mahmoud Abo Annaser yang juga melibatkan andil dari Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim.

"Klien kita yang warga negara Jerman merasa ditipu oleh oknum warga negara asing dengan meminta pungli terkait pengurusan akreditasi sertifikat halal sebesar 50 ribu Euro," tutur Ramzy di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (18/7/2019).

Kasus tersebut berawal sejak 2016 lalu ketika Halal Control Jerman bermaksud mengurus kembali surat pengakuan atau rekognisi dari MUI terkait sertifikasi halal. Mahmoud Tatari menunggu hasil audit dan persetujuan perpanjangan sertifikasi halal dari LPPOM MUI yang tidak kunjung diteken sejak Agustus 2015.

Sementara masa rekognisi halal MUI terhadap Halal Control Jerman sudah kedaluwarsa pada Februari 2016.

"Setelah dikirim auditor, semua difasilitasi, tetapi terkait korespondensi tidak ada tanggapan dari MUI. Sehingga munculah pihak ketiga di sini yang warga negara New Zealand menghubungi klien kami, bahwa dia menyatakan akan mengancam kalau tidak melakukan pembayaran, akan dihentikan kontainer-kontainer di Indonesia," jelas dia.

Hal itu membuat khawatir Mahmoud Tatari dan akhirnya meminta kepada Mahmoud Abo Annaser untuk dipertemukan oleh Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim sebelum menyetujui pembayaran. Pertemuan ketiganya pun terjadi di Bogor pada Juni 2016 dan baru dilakukan transfer 50 ribu Euro setelah Mahmoud Tatari kembali ke Jerman.

"Setelah kita konfirmasi pihak MUI ternyata orang ini (Annaser) bukan merupakan konsultan di MUI. Mereka mengaku awalnya konsultan dengan bisa menghadirkan Ketua LPPOM. Nah ternyata setelah dihadirkan, maka klien kami merasa ini benar (percaya). Ketika dicek, ada permintaaan lagi tahun berikutnya 50 ribu euro. Setelah dilakukan cek (ke MUI), ternyata semua ini adalah kosong. Tidak ada permintaan (uang)," beber Ramzy.

Merasa ada kejanggalan dan telah diperas, Mahmoud Tatari melalui kuasa hukumnya, Ahmad Ramzy melaporkan kasus tersebut ke Polres Bogor pada November 2017. Terlapor merupakan Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim dan Warga Negara Selandia Baru, Mahmoud Abo Annaser.

"Kejadian 2016, kami laporkan 2017, tapi belum ada panggilan terlapor warga negara asing ini. Seolah-olah dilindungi. Sehingga kami minta Mabes Polri mengawasi. Kita laporkan ke polisi dan Propam, dan dilakukan gelar perkara. Ini personal, LPPOM tidak mengakui (konsultan dan oknum), makanya nanti pihak kepolisian membuktikan kemana saja uang mengalir," kata Ramzy.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


MUI Bantah Terlibat

Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Kuasa Hukum MUI, Iksan Abdullah menegaskan, tidak ada aliran dana yang masuk ke pihaknya atas perkara yang kini ditangani Bareskrim Mabes Polri itu.

"MUI tak ada keterlibatan dan menerima sepeser pun ya, dan itu sudah dikemukakan semua yang hadir di sana (gelar perkara). Tidak ada MUI mengutip dan menerima uang tersebut. Ini murni perbuatan (permasalahan) WNA yaitu Mahmoud Tatari dan Mahmoud Annaser," terang Iksan.

Yang menjadi masalah utama, sambung Iksan, Halal Control Jerman sebenarnya sudah bermitra soal sertifikasi halal dan perpanjangannya dengan MUI selama 20 tahun. Namun kenapa Mahmoud Tatari malah memilih untuk menggunakan jasa konsultasi Mahmoud Abo Annaser.

"Buktinya fee consulting. Ada invoice pembayaran (transfer) konsultan (ke Annaser). Kalau (MUI) menipu, tidak ada invoice. Selain ada invoice dan consultant fee (tertulis di bukti transfer)," ungkapnya.

Lebih lanjut, soal kepengurusan penerbitan surat pengakuan atau rekognisi terkait sertifikasi halal pun, MUI tidak pernah meminta biaya.

"Kita itu diakui oleh 40 lembaga sertifikasi halal di luar negeri dan 23 negara itu merujuk kepada MUI. MUI itu mengakui, bukan mengesahkan. Dalam proses pengakuan, tidak dipungut biaya dan kita mengirimkan auditor halal ke negara dimana minta pengakuan. Usahanya, kelayakan, ada nggak lembaga syar'inya, baru melapor ke MUI. Baru diputus layak atau tidak. Kalau mau diakui, anda ikuti (aturannya)," ujarnya.

"Ada jeda Mei-Juni. Terbitnya Juli. Lalu di jeda orang masuk (Annaser). Karena sudah 20 tahun lebih mitra MUI, kenapa dia gunakan jasa konsultan. Mereka tergabung anggota World Halal Food Council, pimpinannya selalu Indonesia. Diperpanjang dua tahun sekali, itu sifatnya sukarela kalau mau memperpanjang," Iksan menandaskan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya