Liputan6.com, Jakarta - Kemensos meminta Dinas Sosial Pemprov Papua segera mendistribusikan 50 ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan kebutuhan dasar lainnya yang sudah disalurkan pemerintah pusat kepada korban konflik Nduga.
"Kami mendesak agar bantuan logistik segera disalurkan dengan berkoordinasi dengan pihak aparat keamanan," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (20/7/2019).
Advertisement
Terkait logistik dari Kementerian Sosial, menurut Harry, saat ini masih tersimpan di gudang Dinas Sosial Provinsi Papua dikarenakan dari pihak pemerintah daerah provinsi Papua akan menyerahkan bersamaan dengan bantuan dari Pemprov Papua melalui gubernur.
Untuk memastikan bantuan segera didistribusikan, Kemensos mengirim petugas Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial ke lokasi bantuan.
Lebih lanjut Harry merincikan bantuan pemerintah tersebut terdiri dari 50 ton CBP dengan rincian 10 ton lewat Jayapura, 10 ton ke Distrik Mbua, Distrik Yal, Distrik Mbulmu Yalma dan 30 ton melalui Kabupaten Wamena.
Bantuan lain berupa mie instan, kopi, gula, sarden, alat kebersihan dan alat masak serta dukungan bantuan kebutuhan dasar dari kementerian sosial berupa perlengkapan sekolah SD, SMP, SMA sebanyak 370 paket
Bantuan lain berupa perlengkapan bermain sebanyak 250 paket, perlengkapan belajar anak sebanyak 250 paket, perlengkapan olahraga 30 paket, perlengkapan kebutuhan kelompok rentan (balita, lansia, kebutuhan khusus) sebanyak 850 paket. Total bantuan senilai Rp 740.449.000.
*Artikel ini telah diubah judul dan isinya, dengan mempertimbangkan prinsip keberimbangan dan kelengkapan narasumber.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Nasib Pengungsi
Sebelumnya, Tim Solidaritas untuk Nduga, Hipolitus Wangge mengungkap ada seorang balita asal Nduga yang meninggal karena kelaparan. Anak tersebut tinggal di kamp pengungsian Wamena. Warga terpaksa mengungsi pascaperistiwa penembakan di Nduga, Papua pada akhir tahun lalu.
"Pengungsi yang meninggal di Wamena 129 orang, terakhir pagi ini di Wamena itu ada anak berusia kurang lebih 2 tahun baru meninggal, bulan Juli sendiri ada 3 pengusi internal yang meninggal di Wamena," ujar Hipolitus saat diskusi situasi Nduga, Papua di kantor LBH, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Dia menyebut, bocah tersebut baru beberapa hari tiba di Wamena lantaran terjebak lama di hutan karena mengungsi.
"Anak yang 2 tahun ini salah satu penyebab meninggalnya adalah kelaparan, karena dia terperangkap sekian minggu di hutan, bersama orangtuanya, baru beberapa hari terakhir turun ke Wamena," kata Hipolitus.
Sementara, tim relawan Nduga, Doly Ubruwangge berharap pemerintah memberikan bantuan makanan bergizi untuk seluruh pengungsi wilayah Papua yang terdampak pascaperistiwa penembakan di Nduga, Papua. Dia ingin negara menyoroti masalah kemanusiaan ini.
"Kalau pakaian kami mungkin satu dua hari bisa dipakai, karena daerah di sana dingin, sehingga bisa pakai satu dua hari, artinya kami butuh tapi kami lebih membutuhkan makanan," sambungnya.
Doly menuturkan, satu rumah pengungsian terdapat lima keluarga yang menampung 20 hingga 40 orang. Mereka memiliki beras sebanyak 50 kilogram dan hanya masak satu hari sekali.
"Jadi kalau mereka hari ini makan malam, besoknya tidak lagi, sehingga ini mungkin kami lembaga-lembaga kemanusiaan ada bisa bertindak sesuai tupoksi yang ada untuk melihat," imbuhnya.
Respons Kodam Cenderawasih
Di sisi lain, Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi mempertanyakan data yang menyebutkan pengungsi di Nduga yang mencapai jumlah 2.000 orang.
"Terus terang kami TNI tidak mengerti itu data dari mana? Bagaimana cara mendatanya? Di mana titik exact kedudukan pengungsiannya?," kata Aidi dalam keterangan yang diperoleh Liputan6.com.
Karena, kata dia, sampai saat ini Pemda Nduga belum pernah mengumumkan secara resmi dan secara otentik serta riil tentang jumlah pengungsi Nduga termasuk titik pasti kedudukan pengungsi.
Aidi mengatakan, informasi tentang pengusi Nduga selalu diberitakan oleh pihak-pihak tertentu yang mengaku telah melakukan investigasi secara sepihak dan secara tertutup namun hasilnya diumumkan dengan data yang mengambang dan absurd, bukan data rill atau otentik yang dapat dipertanggung jawabkan.
"Termasuk informasi yang disiarkan oleh berbagai media bahwa telah meninggal dunia 130 orang pengungsi Nduga, ini juga adalah laporan asal bunyi," kata dia.
"Bila ada yang meninggal di mana mayatnya? Mana identitas korbannya? Di mana meninggalnya? Kapan meninggalnya? Dan bagaimana meninggalnya?" imbuh Aidi.
Aidi mengatakan, TNI sudah mengecek langsung di lapangan dan menghimpun keterangan dari beberapa sumber yang berwewenang, di antaranya dinas sosial Kabupaten Nduga dan Sekda Lanny Jaya. Mereka menyatakan, informasi tersebut tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dia menuturkan, saat ini di Wamena Jayawijaya dan di Tiom Lanny Jaya sudah tidak ada lagi pengungsi dari Nduga. Yang ada, kata dia, adalah sebagian masyarakat memilih menetap di tempat yang baru dalam rangka mendampingi anak-anak mereka melanjutkan sekolah di sekolah-sekolah negeri di Wamena maupaun di Tiom karena tidak ada lagi guru yang berani kembali ke Nduga untuk mengajar.
Namun lagi-lagi hingga saat ini belum ada data resmi dan otentik dari Pemda Nduga tentang jumlah warganya yang menetap di Wamena maupun Tiom atau di daerah lain. Dan tidak ada data alamat pasti kedudukan mereka menetap.
Bahkan hingga saat ini Pemda Nduga belum memiliki data kependudukan secara otentik. 80 % warga Nduga tidak memiliki KTP dan Kartu keluarga.
"Hampir seluruh wilayah di Kabupaten Nduga hanya bisa ditempuh dengan pesawat udara, lantas bagaimana caranya mereka mendata penduduknya apalagi mendata mengungsi?" kata Aidi.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka
Advertisement