Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) periode 2000-2001 sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Rizal Ramli memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Rizal Ramli akan dimintai keterangan seputar kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.
Advertisement
Rizal yang tiba sekitar pukul 10.00 WIB mengaku saat kejadian pemberian SKL BLBI terhadap BDNI pada 2004, Rizal sudah tak menjabat sebagai Ketua KKSK atau pun Menko Ekuin.
"Saya sendiri pada saat kejadian kasus itu bukan pejabat lagi. Karena itu terjadi pada tahun 2004 pada saat pemerentahan Mbak Mega. Tapi saya dianggap banyak mengerti, tahu prosedur dari sejak awal BLBI, KPK minta saya memberikan penjelasan," ujar dia di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2019).
Rizal Ramli sendiri berharap agar kasus seperti BLBI yang disinyalir merugikan negara Rp 4,58 triliun ini cepat diselesaikan oleh Agus Rahrdjo cs.
"Saya ingin mengatakan kepemimpian KPK ini kan sebentar lagi, mohon agar supaya kasus-kasus yang besar, yang sudah tahunan dibukalah terang benderang, ya kasus BLBI, kasus Century kasus apa gituloh. Jangan istilahnya itu di eler-eler sampai enggak jelas," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penjadwalan Ulang
Pemeriksaan hari ini merupakan penjadwalan ulang, Rizal Ramli sebelumnya sempat tak hadir pada pemeriksaan 11 Juli 2019. Saat itu Rizal Ramli meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI pada BDNI.
Penetapan ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung yang divonis 15 tahun penjara. Syafruddin kini divonis bebas oleh MA.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebagai obligor BDNI sebesar Rp 4.58 triliun.
Sjamsul dan Itjih sendiri diketahui menetap di Singapura. Meski demikian, aset dan bisnis Sjamsul menjalar di Tanah Air. Salah satunya, PT Gajah Tunggal Tbk yang memiliki anak usaha seperti PT Softex Indonesia, PT Filamendo Sakti, dan PT Dipasena Citra Darmadja.
Selain itu, Sjamsul juga menguasai saham Polychem Indonesia yang sebelumnya bernama GT Petrochem. Sjamsul juga memiliki sejumlah usaha ritel yang menaungi sejumlah merek ternama seperti Sogo, Zara, Sport Station, Starbucks, hingga Burger King.
Advertisement