WHO Nyatakan Wabah Ebola di Kongo jadi Darurat Kesehatan Internasional

WHO meminta dunia internasional ikut terlibat dalam bekerja sama membantu penanganan Ebola di Kongo

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 20 Jul 2019, 08:00 WIB
Penanganan wabah Ebola di Republik Demokratik Kongo (AFP/Jiji)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan bahwa wabah penyakit Ebola di Republik Demokratik Kongo sebagai kondisi darurat kesehatan internasional.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu, 17 Juli lalu.

"Sudah waktunya bagi dunia untuk memperhatikan dan melipatgandakan upaya kita. Kita perlu bekerja sama dalam solidaritas dengan Republik Demokratik Kongo untuk mengakhiri wabah ini dan membangun sistem kesehatan yang lebih baik," kata Tedros seperti dilansir dari laman resmi WHO pada Jumat (19/7/2019).

Deklarasi ini disampaikan menyusul pertemuan International Health Regulations Emergency Committee for EVD di Kongo. Mereka memperlihatkan bagaimana perkembangan wabah penyakit Ebola, hingga rekomendasi yang ditawarkan.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini


WHO Meminta Jangan Ada Larangan

Sejumlah siswa melihat sebuah poster saat kampanye pencegahan virus Ebola di SMA Santa Theresia de Koummassi, Abidjan, 15 September 2014. Virus Ebola telah menghancurkan Afrika Barat dan menewaskan lebih dari 2400 orang. (AFP PHOTO/SIA KAMBOU)

Komite ini mencatat bahwa kasus pertama yang dikonfirmasi terjadi di Goma. Kota berpenduduk hampir dua juga orang di perbatasan Rwanda, sekaligus pembatas Kongo dengan negara lain.

Deklarasi ini sendiri menyatakan bahwa kejadian ebola di Kongo termasuk dalam Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Meski begitu WHO meminta agar tidak ada larangan tertentu yang ditujukan pada negara tersebut dan hanya mengeluarkan rekomendasi.

"Penting juga bahwa negara-negara tidak menggunakan PHEIC sebagai alasan untuk memberlakukan pembatasan perdagangan atau perjalanan, yang akan berdampak negatif pada respon dan kehidupan dan mata pencaharian orang-orang di wilayah tersebut," kata Profesor Robert Steffen, kepala komite tersebut.

"PHEIC tidak boleh digunakan untuk menstigmatisasi atau menghukum orang yang sangat membutuhkan bantuan kita."


Terbesar Kedua di Dunia

Reaksi kerabat setelah tim medis membawa jenazah korban Ebola dari sebuah rumah di Waterloo, Sierra Leone, 7 Oktober 2014. Inggris mengirimkan personel militer ke Sierra Leone untuk membantu memerangi penyebaran virus Ebola. (AFP PHOTO/FLORIAN PLAUCHEUR)

The Economist melaporkan, petugas kesehatan masih kesulitan dalam menghentikan penyebaran penyakit ini.

Laporan terbaru menyatakan bahwa wabah ini menewaskan hampir 1.700 orang di Kongo dan merupakan yang terbesar kedua di dunia. Sebelumnya, penyebaran secara besar-besaran terjadi di Afrika Barat pada 2014 hingga 2016.

Saat itu, bukan hanya virus Ebola yang harus dilawan oleh para tenaga kesehatan. Wabah yang terjadi di daerah perang mengakibatkan para dokter juga harus waspada akan gerilyawan.

Dikutip dari CNN, Menteri Kesehatan Kongo Oly Ilunga Kalenga mengatakan, status itu tidak akan mengubah strategi mereka dalam memerangi Ebola.

"Hanya ada satu strategi untuk melawan Ebola," kata Kalenga dalam konferensi pers di Goma pada Kamis kemarin.

"Ini adalah serangkaian tindakan di setiap kasus. Kita perlu mengidentifikasi kontak, vaksinasi kontak, dan mendisinfeksi serta menghormati aturan kebersihan umum," Kalenga menambahkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya