Kamboja Tendang Balik 1.600 Ton Sampah Plastik ke AS dan Kanada

Kamboja akan mengembalikan 1.600 ton limbah plastik ke negara pengirim yakni Amerika Serikat dan Kanada

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jul 2019, 08:04 WIB
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Phnom Penh - Seolah tak ingin ketinggalan dari Indonesia dan Filipina, Kamboja akan mengembalikan 1.600 ton limbah plastik ke negara pengirim yakni Amerika Serikat dan Kanada. Hal ini disampaikan oleh pejabat tinggi dari Kementerian Lingkungan Hidup negara yang bersangkutan.

Melansir VOA Indonesia pada Jumat (19/7/2019), pengawas-pengawas mendapati limbah plastik itu pada Selasa yang dimasukkan dalam 83 peti kemas. Sampah itu tengah dibongkar di Sihanoukville, salah satu pelabuhan utama Kamboja.

 

Juru bicara Kementerian Lingkungan Hidup, Neth Pheaktra pada Rabu mengatakan kepada VOA, "Pihak berwenang sedang mencari perusahaan yang menyelundupkan limbah plastik untuk ditindak hukum." Ia menambahkan, limbah tersebut akan dikembalikan "ke negara asal."

Pheaktra melanjutkan, 70 peti kemas dikirim dari AS dan 13 dari Kanada. Kedua negara itu adalah pengekspor limbah utama.

"Kamboja bukan tempat sampah di mana negara-negara asing dapat membuang limbah elektronik yang sudah ketinggalan zaman, dan pemerintah juga menentang setiap impor limbah plastik dan pelumas yang akan didaur ulang di negara ini," kata Neth Pheaktra.

Pada masa lalu, pihak berwenang Kamboja mendapati limbah radioaktif dan film tiba di Sihanoukville. Dia mengatakan bahwa limbah plastik yang ditemukan minggu ini tidak bisa terurai secara biologis.

Simak video pilihan berikut:


Langkah Indonesia Kembalikan Sampah Plastik Disorot Dunia

Pengunjung melihat instalasi seni yang terbuat dari sisa-sisa plastik, kaleng dan wadah di sebuah pameran "Reduce the Litter" di Hanoi (15/7/2019). Pameran ini menggambarkan polusi dari limbah rumah tangga yang menyebabkan dampak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan anak. (AFP Photo/Nhac Nguyen)

Sementara itu, baru-baru ini media internasional menyoroti langkah Indonesia yang mengembalikan sampah plastik ke negara pengirim. Sebagaimana diketahui, RI telah menendang 210 ton limbah ke Australia.

Limbah yang dimaksud adalah sampah kertas yang terkontaminasi oleh limbah elektronik, kaleng bekas, botol plastik, botol oli, dan sepatu tak layak. Beberapa bahkan tergolong sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

The Guardian menyoroti hal itu, dalam artikelnya yang berjudul "Indonesia sends rubbish back to Australia and says it's too contaminated." Mengawali pembahasan, para pewarta yakni Kate Lamb dan Adam Morton menceritakan tindakan petugas bea cukai RI saat memeriksa sampah impor di Tanjung Perak, Surabaya.

Pada bagian selanjutnya, Lamb dan Morton menghubungkan langkah Indonesia dengan tindakan Malaysia dan Filipina. Memang kedua negara tetangga itu memiliki nasib sama dengan RI: menjadi tujuan sampah impor, khususnya pasca-China melarang impor limbah plastik dari asing.

Kedua pewarta juga menyinggung sikap RI sebelumnya, yakni mengirim kembali 49 kontainer penuh limbah ke Prancis dan negara-negara maju lain. Adapun sebagai pamungkas, Lamb dan Morton menyebut Indonesia tengah memiliki masalah domestik yang memang cukup besar untuk dihadapi.

Dua Media Singapura Menyorot

Selain The Guardian, dua portal berita daring berbasis di Singapura tak ketinggalan turut membahas isu tersebut. Channel News Asia (CNA) mewartakan hal senada, dengan perbedaan pada bagian akhir di mana CNA yang menyinggung pencemaran plastikyang menyumbat sungai-sungai di Asia Tenggara.

Selain itu, juga adanya laporan tentang makhluk laut yang ditemukan mati di dekat lokasi tersebut.

Satu outlet berita lagi yang bermarkas di Negeri Singa, The Straits Times, juga menyoroti langkah RI. Di bagian akhir, media itu menggarisbawahi masalah global di mana sekitar 300 juta ton plastik diproduksi tiap tahunnya. Surat kabar elektronik itu mengutip data dari Worldwide Fund for Nature (WWF), menambahkan bahwa sebagian besar berakhir di tempat pembuangan sampah atau mencemari laut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya