Korban Pelecehan Seksual di JIS Ajukan Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Langkah ini diambil menurut kuasa hukum, Tommy Sihotang, kalau hingga saat ini korban masih dalam perawatan dan trauma akibat perbuatan Neil Bantleman.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jul 2019, 07:44 WIB
Ferdinant Tjiong (kiri) dan Neil Bantleman ditemani para istri saat bebas dari penjara Cipinang, Jakarta (14/8/2015). Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan membebaskan dua guru JIS terkait kasus dugaan kekerasan seksual. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pihak korban paedofilia yang terjadi di Jakarta International School (sekarang Jakarta Intercultural School/JIS) tengah mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Langkah ini diambil menurut kuasa hukum, Tommy Sihotang, kalau hingga saat ini korban masih dalam perawatan dan trauma akibat perbuatan Neil Bantleman.

"(Nilai ganti rugi) Persisnya saya nggak tahu, tetapi ratusan miliar gitu. Kerugian material dan imateril. Karena anaknya itu sampai sekarang masih perawatan psikiater. Masih rutin karena trauma yang dialaminya," kata Tommy saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2019) malam.

Pendaftaran gugatan perdata itu sekitar setahun lalu. Namun, kata Tommy, mediasi berlangsung gagal. "Mediasinya selesai dan gagal, ini sekarang sudah masuk ke substansi jawaban," tegasnya.

Dengan gagalnya mediasi itu, keluarga korban bertambah geram saat mengetahui kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi dan kalau Neil saat ini sudah kembali ke Kanada. Atas hal ini, keluarga korban meminta agar Jokowi memperhatikan kasus ini lebih cermat.

"Kami baca di running text televisi aja bahwa terpidana kasus JIS paedofilia itu diberikan grasi dan sudah pulang ke Kanada. Begitu kita tahu, kita buat suratnya ke presiden langsung. Tolong dong perhatikan anak bangsa ini," tegasnya kembali.

"Itu yang saya katakan tadi, bahkan waktu kasasi hakim memperberat hukumannya ditambah satu tahun karena dia sudah merusak seorang anak dan berbelit-belit tidak mengakui perbuatannya. Itulah salah satu bukti kami mengajukan perdata," sambungnya.

Dengan adanya grasi ini, keluarga merasa kecewa atas keputusan Jokowi. Sebab, apa yang dilakukan Neil tak bisa dimanfaatkan.

"Mereka sangat kecewa, artinya tidak menyangka seorang pedofil seperti dia itu dapat pengampunan. Saya kira seluruh dunia orang beradab itu setuju kejahatan yang paling memuakkan itu adalah pedofilia. Lebih bagus dia membunuh orang dewasa lainnya daripada mensodomi seorang anak kecil. Saya berani katakan ini karena itu sudah menjadi kekuatan hukum tetap. Itu sadis itu," pungkasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Bebas Setelah dapat Grasi

Sebelumnya, Neil Bantleman, terpidana kasus pelecehan seksual siswa JakartaInternational School (sekarang Jakarta Intercultural School/JIS) dinyatakan bebas. Warga Negara Kanada itu bebas usai mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 19 Juni lalu.

"Neil Bantleman mendapat grasi dari presiden pada 19 Juni 2019," ujar Kabag Humas Direktorat Jenderal Permasyarakatan Ade Kusmato saat dikonfirmasi, Jumat (12/7/2019).

Ade menjelaskan grasi yang diberikan Jokowi tertuang dalam Keppres Nomor 13/G Tahun 2019 tertanggal 19 Juni 2019. Berdasarkan Keppres tersebut, hukuman mantan guru JIS itu berkurang dari 11 tahun menjadi 5 tahun dan denda Rp100 juta.

"Sudah bebas dari Lapas Klas 1 Cipinang tanggal 21 juni 2019. Dendanya juga sudah dibayar," jelas Ade.

Di dalam kasus ini, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada guru Jakarta Internasional School (JIS) Neil Bantleman dan istrinya Ferdinand Tjiong atas kasus pelecehan seksual di sekolah tersebut. Putusan tersebut lebih ringan dibandingkan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu 12 tahun.

Neil sempat bebas beberapa bulan, sebelum Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara terhadap dua guru Jakarta International School (JIS) atas dugaan kasus pencabulan murid. Setelah mendapat grasi dari Jokowo, Neil bebas dan dilaporkan telah kembali ke Kanada.

Reporter: Ronald

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya