Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, pengoperasian kilang gas alam cair (Liqufied Natural Gas/LNG) Tangguh Train 3 akan mengalami kemunduran karena terganjal berbagai kendala teknis.
Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman mengatakan, proyek Tangguh Train 3 terbagi dua di di laut yang terdapat sumur migas (offshore) dan kilang LNG di darat yang pembangunan proyeknya memakan waktu hingga harus molor satu tahun dari yang dijadwalkan kuartal III 2020 mundur menjadi 2021.
"Train 3 Tangguh kenapa bisa terhambat, proyek itu terdiri dari offshore dan onshore, untuk offshore tidak maslah, yang terlambat target kuartal III 2020 jadi 2021," kata Fatar, di Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Fatar mengungkapkan, mundurnya pengerjaan kilang LNG Tangguh Train 3 disebabkan beberapa hal, pertama adalah sedimentasi yang terjadi di perairan dekat proyek yang terletak di Teluk Bintuni Papua Barat tersebut. Kondisi ini membuat pengiriman material terhambat, sebab kapal pengangkut tidak bisa leluasa merapat ke proyek tersebut.
"Penyebabnya dirasakan selama konstruksi kendala alam, sedimentasi di perairan untuk membawa material ke site, itu terhambatnya pengiriman material ke wilayah operasi," tutur Fatar.
Dia melanjutkan, masalah berikutnya adalah terhambatnya pasokan bebatuan yang dibutuhkan untuk konstruksi proyek kilang, diakibatkan bencana alam skala besar pada tahun lalu seperti gempa di Palu dan erupsi Anak Krakatau dan tsunami di Selat Sunda.
"Di Papua itu batuan tidak hanya dari Papua tapi wilayah lain Jawa, Kalimantan, Sulawesi, saat gempa Palu batuan terganggu juga karena prioritas untuk pertolongan juga, dan letusan anak krakatau," ujarnya.
Masalah berikutnya yang membuat salah satu proyek strategis nasional tersebut mengalami kemunduran adalah kekurangan pekerja konstruksi karena pengerjaan proyek berbarengan dengan proyek lain yang letaknya lebih baik, selain itu salah satu anggota konsorsium juga mengalami kesulitan keuangan.
"Juga pekerja saat proyek di Papua juga berbarengan dengan banyak proyek. Sehingga kontraktor harus mencari pekerja baru sekarang sudah 10 ribuan," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertamina dan Saudi Aramco Lanjutkan Kerjasama Pembangunan Kilang Cilacap
PT Pertamina (Persero) dan Saudi Aramco sepakat untuk melanjutkan kerjasama, dalam menyiapkan pengembangan Kilang Cilacap. Kesepakatan ini dicapai di sela-sela pertemuan G20 di Jepang.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, kedua pihak sepakat untuk bersama-sama melibatkan reputable Financial Advisor, dalam rangka finalisasi valuasi dan skema kerja sama. Hal ini penting untuk menjamin kerja sama pengembangan Kilang Cilacap, akan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
“Kami menyambut baik kesepakatan ini, semoga menjadi win-win solution yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dan mempercepat dimulainya pengembangan Kilang Cilacap,” kata Fajriyah, di Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Fajriyah menambahkan, rencana awal perjanjian pembentukan perusahaan patungan antara Pertamina dengan Saudi Aramco akan berakhir di akhir Juni 2019. Namun dengan kesepakatan ini, diperpanjang sampai akhir September 2019.
"Dengan demikian, valuasi dan skema kerja sama antara Pertamina dengan Aramco untuk kilang Cilacap harus selesai dalam 3 bulan ke depan," tambahnya.
Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah akan membentuk Tim gabungan dari Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Pertamina. Dalam melaksanakan tugasnya, tim tersebut akan didampingi oleh BPKP dan Jamdatun untuk memastikan seluruh proses yang dijalankan sesuai dengan aspek GCG dan peraturan perundangan yang berlaku.
Seperti diketahui, pengembangan Kilang Cilacap merupakan bagian dari 6 proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan New Grass Root Refinery (NGRR) untuk meningkatkan kapasitas produksi bahan bakar minyak Pertamina, dari saat ini sekitar 1 juta barel per hari menjadi sekitar 2 juta barel per hari. Keenam proyek tersebut adalah RDMP Cilacap, RDMP Balikpapan, RDMP Balongan, RDMP Dumai, NGRR Tuban dan NGRR Bontang.
Selain meningkatkan kapasitas kilang, kualitas produk yang dihasilkan pun akan lebih baik yaitu mencapai standar EURO V yang lebih ramah lingkungan.
Sebelumnya, Pertamina juga telah menyelesaikan proyek Langit Biru Cilacap, yang mulai dioperasikan sejak bulan Maret 2019, sehingga saat ini Kilang Cilacap telah memproduksi BBM yang lebih ramah lingkungan dengan standar EURO IV.
Advertisement
Pertamina Tawarkan Skema Baru Pembangunan Kilang Cilacap
Sebelumnya dikabarkan, PT Pertamina (Persero) akan menawarkan skema baru ke Saudi Aramco terkait kerjasama pembangunan Kilang Cilacap di Jawa Tengah. Hal ini diharapkan menjadi solusi agar pembangunan infrastruktur tersebut bisa terlaksana.
Direktur Mega Proyek dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang mengaku, dalam kerjasama membangun Kilang Cilacap, Pertamina dan Saudi Aramco belum sepakat terkait perhitungan aset Pertamina yang sudah ada di lokasi pembangunan Kilang Cilacap.
"Belum sepakat," tegas Tallulembang, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Dia menuturkan, Pertamina akan melanjutkan pembicaraan dengan perusahaan minyak nasional Arab Saudi tersebut untuk menawarkan skema kerjasama baru. Hal ini sebagai solusi pemecah kebuntuan negosiasi skema kerjasama awal.
"Ada keinginan para pihak untuk melakukan pembicaraan lanjutan, dengan mungkin konsep yang berbeda. Jadi bukan spin off lagi, bukan valuasi aset," tuturnya.
Tallulembang menjelaskan, skema baru tersebut berupa pembangunan kilang untuk tahap awal akan dibangun Pertamina, kemudian pembangunan sampai tahapan tertentu akan ditawarkan ke Saudi Aramco.
"Mungkin kayak aset baru saja kita kerjasama bikin yang baru. Mau petrokimia oke, atau mau produk-produk baru yang akan dihasilkan dari Cilacap dengan unit baru," paparnya.
Menurut dia, Pertamina masih memiliki kemampuan keuangan untuk menggarap Kilang Cilacap, dengan menerapkan skema baru yang ditawarkan ke Saudi Aramco. Konsep ini, sama seperti yang diterapkan dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan.
"Kita pendanaan project financing kan nggak masalah. Biasa bangun kilang itu pinjaman 65-70 persen sisanya equity. Itu pun flexible karena kita bisa cari equity partner seperti di Balikpapan," tandasnya.