Liputan6.com, Jakarta - Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Republik Indonesia kembali menggelar Program Pelatihan Bahasa Inggris untuk Petugas Tanggap Bencana se-Asean di AHA Centre, Graha Centre, Jakarta Timur pada Jumat (19/7/2019).
Kegiatan ini adalah keenam kalinya diselenggarakan, berfokus pada komunikasi Bahasa Inggris guna memperlancar operasi tanggap bencana secara regional. Tiga instruktur yang dikerahkan pun berasal dari Middlebury Institute of International Studies at Monterey (MIIA), Amerika Serikat.
Baca Juga
Advertisement
Terdapat 18 peserta berasal dari 10 negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang turut hadir. Program sejenis kursus ini dilaksanakan secara tatap muka langsung selama tiga minggu, dari 1-20 Juli 2019.
Dr. Bradley Horn, Direktur dari Regional English Language Office (RELO) Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengatakan, program ini sangat penting karena bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa resmi untuk bekerja sama di ASEAN.
"Sehingga jika akan ada kolaborasi di antara negara-negara anggota ASEAN dalam merespons bencana, maka butuh kemampuan berkomunikasi. Itulah tujuan kursus ini," kata Horn.
Ia melanjutkan, kegiatan ini juga memiliki manfaat jangka panjang. Khususnya, untuk mendukung terciptanya integrasi ASEAN dan kerja sama regional yang lebih kuat ke depan.
Tantangan Program
Sementara itu salah satu pengajar dari MIIA Alicia Brent-Nurse mengatakan, terdapat tantangan sendiri dalam mengajarkan bahasa Inggris kepada peserta. Hal itu karena mereka datang dengan kemampuan bahasa yang sangat beragam.
Namun menurutnya, suasana di dalam kelas sangat menyenangkan. Mengingat para staf BNPB se-ASEAN dapat belajar hal konkret yang akan bermanfaat bagi tugas di lapangan.
Sangat Bermanfaat bagi Indonesia
Salah seorang peserta, Sridewanto Pinuji dari Indonesia mengatakan program itu sangat bermanfaat untuk menguatkan koordinasi.
"Koordinasi ini penting ... karena bencana dapat berurutan tejadi di negara-negara ASEAN," kata pria yang menjabat Kepala Seksi Pengkajian Risiko BNPB itu kepada Liputan6.com.
"Misalnya, topan seperti yang dulu terjadi di Filipina, Topan Haiyan. Meskipun terjadi di Filipina namun ekornya mencapai Manado," lanjut Sridewanto. "Selain itu, juga terdapat Topan Morakot yang melintasi sejumlah negara - yang seluruhnya ada di Asia Tenggara."
Lebih lanjut, ia menyebutkan bencana asap yang terjadi di Indonesia, bisa berdampak hingga Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura. Dengan demikian, program kursus Bahasa Inggris ini akan membantu mereka yang bekerja di lapangan untuk berkoordinasi dengan lebih efektif.
Menurut Sridewanto, Indonesia sangat penting untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Hal itu mengingat, Indonesia memiliki lebih banyak jenis bencana jika dibandingkan dengan negara lain.
"Kita punya lebih banyak pengalaman, lebih banyak kasus, dan kita dapat belajar untuk menghadapi jenis bencana yang belum pernah kita alami. Misal topan, kita hanya punya yang levelnya kecil seperti puting beliung," lanjutnya.
AHA Centre sendiri menurut Sridewanto telah memfasilitasi koordinasi di antara negara-negara anggota ASEAN, dalam aspek penanggulangan bencana.
"Mereka punya semacam tim yang dapat diterjunkan ke lokasi, kemudian punya semacam BNPB-nya lah untuk ASEAN," katanya mengapresiasi.
Advertisement
Meningkatkan Koordinasi
Sementara itu, seorang peserta dari Brunei Darussalam mengatakan, kegiatan ini sangat bermanfaat karena membuatnya lebih familiar dengan bahasa yang digunakan dalam penanggulangan bencana.
"Ini kesempatan yang baik bagi kami untuk berkomunikasi dan berjejaring karena kami akan juga memiliki projek bersama ke depan," kata Rina Nurhafizah binti Abdul Rani yang menjabat sebagai Senior Disaster Management Officer di National Disaster Management Center Brunei Darussalam.
Gaynor Tanyang dari AHA Centre / ACE Program Coordinator mengatakan, program yang diadakan bekerja sama dengan RELO AS ini akan bermanfaat bagi para peserta yang merupakan perwakilan dari 10 negara ASEAN.
"Mereka memiliki kemampuan bahasa Inggris yang sangat beragam, namun di saat yang sama mereka membutuhkan koordinasi satu sama lain dalam aspek manajemen bencana," kata Tanyang.
(Reporter: Aqilah Ananda Purwanti / Siti Khotimah)