Liputan6.com, Jakarta - Gempa tektonik dengan magnitudo 6,0 mengguncang Provinsi Bali, Selasa 16 Juli 2019 pagi. Kekuatan gempa itu kemudian dimuktahirkan menjadi magnitudo 5,8.
Indonesia memang negara yang rawan gempa karena dilintasi oleh sejumlah lempeng dan gunung api. Salah satunya Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang melintas di wilayah selatan Jawa.
Advertisement
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap, subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia merupakan generator gempa kuat, seperti pada lindu di Bali pagi itu.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, berdasarkan data yang dimilikinya, wilayah Samudra Hindia di selatan Jawa sering kali terjadi gempa besar dengan kekuatan di atas magnitudo 7,0.
Sejarah mencatat daftar gempa besar seperti gempa Samudra Hindia pernah terjadi pada 1863, 1867, 1871, 1896, 1903, 1923, 1937, 1945,1958, 1962, 1967, 1979, 1980, 1981, 1994, dan 2006.
Sementara itu, tsunami Selatan Jawa juga pernah terjadi pada 1840, 1859, 1921, 1994, dan 2006.
"Ini bukti bahwa informasi potensi bahaya gempa yang disampaikan para ahli adalah benar, bukanlah berita bohong," ungkap Daryono dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Namun, dia menggarisbawahi, besarnya magnitudo gempa yang disampaikan para pakar ini adalah potensi, bukan prediksi. Gempa, lanjut dia, tidak ada yang bisa memprediksi kapan akan terjadi.
"Untuk itu dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi struktural dan nonstruktural yang nyata dengan cara membangun bangunan aman gempa, melakukan penataan tata ruang pantai yang aman dari tsunami, serta membangun kapasitas masyarakat terkait cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami," tambah Daryono.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perkuat Mitigasi
Terkait adanya risiko gempa megathrust, BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak cemas dan takut. Semua potensi dapat diminimalisir dengan memperkuat mitigasi.
"Semua informasi potensi gempa dan tsunami harus direspon dengan langkah nyata dengan cara memperkuat mitigasi. Dengan mewujudkan semua langkah mitigasi maka kita dapat meminimalkan dampak, sehingga kita tetap dapat hidup dengan selamat, aman, dan nyaman di daerah rawan gempa," pungkas Daryono.
Advertisement