Wacana Perombakan Pengurus Golkar Dinilai Bisa Picu Konflik Internal

Menurut Ketua DPP Partai Golkar Lawrence Siburian, hal itu rentan menciptakan konflik internal yang berujung lahirnya perpecahan internal partai.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jul 2019, 16:21 WIB
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto didampingi para petinggi Partai Golkar lainnya benyanyi saat Kampanye Akbar Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (9/4). Kampanye akbar dihadiri ribuan kader dan simpatisan Golkar se-Jabodetabek dan Bandung. (Liputan6 com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepemimpinan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menjelang pelaksanaan musyawarah nasional (munas) dianggap menabrak aturan dasar dan rumah tangga (AD/ART) partai berlambang beringin itu. Di antaranya perombakan struktur DPP partai serta penentuan pelaksaan musyawarah nasional (munas) yang sejauh ini belum melewati rapat pleno.

Menurut Ketua DPP Partai Golkar Lawrence Siburian, hal itu rentan menciptakan konflik internal yang berujung lahirnya perpecahan internal partai. Misalnya, mengajukan surat permohonan perombakan struktur DPP Partai Golkar ke Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) yang menabrak AD/ART.

"Pasti melanggar AD/ART itu akan terjadi gugat menggugat nanti di Mahkamah Partai atau pengadilan dan ujungnya perpecahan," kata Lawrence dalam diskusi bertajuk 'Ngebut Munas Parpol, Jelang Kabinet Baru' di kawasan, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019).

Lawrence menyebutkan pelaksanaan Munas Golkar seharusnya dilaksanakan pada Oktober 2019. Namun, suasana kebatinan Airlangga yang ingin menyelenggarakan munas pada Desember 2019 tanpa menyelenggarakan rapat pleno juga menyalahi aturan.

"Sampai sekarang, enggak ada rapat pleno sudah sekian lama selesai Pilpres tidak ada pleno bahkan struktur diusulkan diubah. Ini artinya apa? Jangan-jangan takut kalau pleno, ada voting kalah. Sedangkan ini bertentangan dengan AD/ART dan ini akibat fatal bisa terjadi perpecahan, itu harus diselesaikan pertama," jelas dia.

Dengan munculnya potensi perpecahan, Lawrence menyebut semangat Airlangga berbanding terbalik dengan keinginan dari Presiden Joko Widodo. Mengingat, Jokowi telah berpesan agar Golkar damai. "Sudah cukup terakhir NasDem yang lahir dari perpecahan Golkar," ucap Lawrence.

Di samping itu, kata Lawrence, sebagian aspirasi kader Golkar menyuarakan kealpaan Airlangga yang tidak menyentuh internal partai hingga ke akar rumput. Terlebih Airlangga tidak menyentuh elemen utama Golkar yang memiliki sepuluh organisasi sayap.

"Golkar bukan satu, tapi sepuluh kekuatan, ajaklah semua berbicara dan pilihlah terbaik," papar Lawrence.

 


Belum Rapatkan Barisan

Suasana Kampanye Akbar Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (9/4). Para kader dan simpatisan kompak memakai pakaian warna kuning khas Golkar. (Liputan6 com/Angga Yuniar)

Bahkan, Lawrence mengungkapkan, hingga sampai menjelang munas, Airlangga sama sekali belum terlihat merapatkan barisan internal Golkar di daerah. Dia juga melihat baik Airlangga dan orang di sekelilingnya tidak mau menggandeng seluruh elemen partai.

Di samping itu, Airlangga yang merangkap sebagai Menteri Perindustrian membuat partai menurun suara dan kursinya di parlemen. Waktu Airlangga untuk berjuang bersama kader hingga tataran ranting berkurang karena harus mengerjakan jabatannya sebagai menteri.

"Ketum itu harus urus partai dan urus rakyat yang milih partainya. Kedua dia harus mampu kelola partai ini dari Sabang smpai Merauke bahkan cabang di luar negeri sehingga rakyat cinta suka dan pilih.

Sementara era Airlangga pada Pemilu 2019, kata Lawrence, kursi di parlemen dari 91 kursi berkurang menjadi 85 kursi. Sementara target Airlangga saat Pemilu 2019 adalah 110 kursi.

"Karena itu, kami perlu evaluasi. Bukan persoalan Airlangga-nya, tapi karena kenapa bisa seperti itu? Mungkin salah memilih pemimpin, salah susun program, dan lain-lain. Karena pertarungan sesungguhnya 2024," jelas Lawrence.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya