Liputan6.com, Jakarta Wakatobi di Sulawesi Tenggara (Sulteng) menjadi salah satu dari 12 Bali Baru atau destinasi prioritas yang dikembangkan Pemerintah.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, Kementerian PUPR telah membangun sejumlah infrastruktur untuk mendukung pariwisata Wakotobi guna meningkatkan kualitas hidup serta perekonomian masyarakat setempat.
Dia mengungkapkan, Kementerian PUPR dalam hal ini telah menyelesaikan peningkatan kualitas permukiman di desa nelayan Mola Raya yang semula kumuh menjadi lebih tertata dan bersih.
Desa nelayan Mola Raya yang dihuni oleh Suku Bajo dapat itu kini ditempuh selama 30 menit dari Bandara Matahora Wangi-wangi.
"Penataan yang dilakukan Kementerian PUPR berupa pembangunan jalan rabat beton sepanjang 428 meter, paving blok sepanjang 461,5 meter, jalan beton bertulang sepanjang 95 meter dan pasangan talud sepanjang 640 meter dan telah selesai pada tahun 2018 lalu," ujar Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, Minggu (21/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Basuki menjelaskan, sebelumnya masyarakat harus berjalan kaki melewati pinggir-pinggir rumah warga karena tidak ada jalan yang bisa dilewati.
Selain itu, Kementerian PUPR juga telah menyelesaikan pembangunan infrastruktur pariwisata di Wakatobi seperti peningkatan jalan lingkungan desa Matahora dan Melaione, pembangunan RTH (Ruang Terbuka Hijau) Desa Sousu , dan pembangunan gerbang batas desa di 7 Desa.
Saksikan video terkait di bawah ini:
Pembangunan 10 Bali Baru Terhambat, Menko Luhut Geram
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menggelar rapat koordinasi percepatan pembangunan empat kawasan pariwisata super prioritas. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan 10 Bali Baru alias destinasi prioritas. Dari sepuluh 10 Bali Baru tersebut ada 4 destinasi yang disebut super prioritas yakni Mandalika, Labuan Bajo, Borobudur, dan Danau Toba.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mengatakan, terdapat beberapa poin yang dibahas dalam dalam rakor. Poin utama yang dibahas yakni seputar hambatan percepatan pembangunan empat destinasi wisata tersebut.
"Tadi banyak permasalahan yang sifatnya birokratis harus dibereskan. Supaya make sure jangan mundur-mundur," kata dia, di Kemenko Maritim, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Masalah pertama yang dibahas terkait ketersediaan lahan untuk pengembangan kawasan wisata. Dia menjelaskan pengembangan kawasan wisata membutuhkan tambahan lahan.
Penambahan lahan untuk pengembangan kawasan wisata, lanjut Triawan, akan menyasar kawasan hutan yang berada dalam kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Karena itu perlu pembahasan lebih lanjut dengan KLHK terkait pembebasan lahan tersebut.
"Ya antar kelembagaan. Misalnya diperlukan lahan, yang punya KLHK, kan setiap lahan yang digunakan harus ada penggantinya kan. Nah itu mungkin tidak ada diskresi dari Menteri bahwa lahan hutan bisa diubah penggunaannya sehingga tidak perlu ada penggantian. Tapi itu masih masih dibicarakan," imbuhnya.
Advertisement
Masalah Anggaran
Masalah berikut yang juga menghambat percepatan pembangunan yakni ketersediaan dana. "Nah itu anggaran, kalah belom dianggarkan tahun ini, bagaimana? Kan tidak bisa," ujarnya.
Selain itu, belum adanya master plan pengembangan kawasan wisata juga menjadi hambatan. Master plan kawasan wisata seharusnya dibuat oleh otoritas pengelola kawasan untuk kemudian diajukan kepada Kementerian Pariwisata.
"Terus masalah masterplan. Investor akan masuk kalau masterplan sudah ada dan mereka akan masuk kalau status tanah sudah beres," ungkapnya.
Masing-masing badan otoritas. Kan udah ada badan otorita masing-masing. Mereka laporan ke Kemenpar. Kalau Kemenpar belum anggarkan ya tidak bisa," lanjut dia.
Karena itu, kata dia, pertemuan antara stakeholder terkait, harus lebih intens agar dapat ditemukan opsi-opsi guna mengatasi berbagai persoalan tersebut.
"Harus ada lagi. Pak Luhut sudah gemas," tandas dia.