Risma Sajikan Makanan Khas Surabaya Saat Jamu Delegasi Festival Lintas Budaya

Para delegasi Surabaya Cross Culture International Folk Art Festival (SCCIFAF) 2019 dijamu welcome dinner di Taman Surya, Balai Kota pada Minggu malam 21 Juli 2019.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 22 Jul 2019, 01:30 WIB
Surabaya Cross Culture International 2019 (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Para delegasi Surabaya Cross Culture International Folk Art Festival (SCCIFAF) 2019 dijamu welcome dinner di Taman Surya, Balai Kota pada Minggu malam 21 Juli 2019.

Pada Minggu pagi, para delegasi festival seni lintas budaya tersebut mengikuti rangkaian acara parade di sepanjang Jalan Tunjungan dan finish di rumah dinas Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma).

Berbagai kuliner tradisional khas Surabaya disuguhkan untuk memanjakan para delegasi. Kuliner tradisional itu di antaranya, soto ayam, sate ayam, rawon, rujak, bakso hitam, semanggi, gado-gado serta lontong kikil.

Para delegasi dan jajaran di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tampak antusias menikmati jamuan makan malam, sembari menyaksikan kesenian tari-tarian khas Surabaya. Lantunan irama musik dan gamelan yang saling bersahutan, serta ditemani angin semilir, semakin menambah suasana keceriaan malam itu.

Pada kesempatan itu, Risma juga mengucapkan selamat datang kepada seluruh delegasi SCCIFAF di Kota Surabaya. Pihaknya juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Council of Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts (CIOFF) Indonesia yang terus mendukung Festival Seni Tradisional Internasional Lintas Budaya Surabaya sejak 2015.

"Penghargaan saya yang terdalam juga bagi semua pemain, peserta Festival dari Indonesia, Ceko, Jepang, India, Polandia, Timor Leste, Bulgaria, Uzbekistan, Rusia, Italia, Thailand, Meksiko, dan Cina. Terima kasih atas partisipasi anda,” tuturnya.

Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga menyampaikan, Festival Lintas Budaya ini diselenggarakan tidak hanya untuk pertukaran budaya dan tujuan promosi pariwisata. Akan tetapi, menumbuhkan persahabatan di antara negara-negara dari seluruh dunia.

"Surabaya adalah rumah bagi orang-orang dari berbagai etnis dan suku. Kita dapat bertemu orang-orang dari hampir semua suku di Indonesia. Itu karena Surabaya adalah kota pelabuhan tertua di Indonesia di mana orang-orang dari semua wilayah dan banyak negara datang untuk melakukan perdagangan dan banyak kegiatan lainnya di kota ini," ujar dia.

Risma juga menjelaskan, aneka kuliner khas Surabaya yang disajikan malam itu merupakan makanan favorit setiap tamu yang datang ke Surabaya.

Baik tamu dari lokal maupun mancanegara. Ia berharap kunjungan para delegasi di Surabaya dapat membawa kesan positif tentang kota dan persahabatan yang lebih kuat dengan negara-negara peserta lainnya.

"Selamat menikmati Kota Surabaya, makanan, dan keramahan orang-orang kami di Surabaya. Saya berharap Surabaya bisa menjadi rumah kedua. Orang-orang kami akan menjadi keluarga baru Anda,” ujar dia.

Perhelatan parade lintas budaya tahun 2019 ini diselenggarakan di Surabaya selama lima hari, yakni pada 21 - 25 Juli 2019. Tahun ini diikuti 13 Negara dan 6 lintas provinsi di Indonesia. 13 Negara tersebut, diantaranya adalah Jepang, India, Polandia, Ceko, Timor Leste, Bulgaria, Uzbekistan, Russia, Mexico, Thailand, Italy, Busan, dan Guangzhou. Sementara enam lintas provinsi yakni, Kabupaten Banggai, Pangkalpinang, Kota Solok, Jawa Barat, dan Mengwi (Bali).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Beri Penghargaan kepada Atlet Porprov

Surabaya Cross Culture International 2019 (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Selain jamuan makan malam, pada kesempatan ini juga digelar awarding dan penyerahan piala juara umum Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jatim ke-VI kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Dalam gelaran Porprov ke-VI, Kota Surabaya kembali untuk yang keenam kalinya menjadi juara umum.

Risma berpesan kepada para atlet, agar tetap rendah hati dan tidak merasa sombong atas keberhasilan itu. Menurut dia, di atas langit masih ada langit dan di bawah bumi masih ada bumi. Artinya, masih banyak orang yang lebih berprestasi di luar sana. Oleh karena itu, ia berharap, mereka tetap rendah hati dan tidak merasa sombong atas keberhasilan itu.

"Jadi jangan menjadi sombong karena juara anak-anakku. Karena itu, kita harus terus bekerja keras agar tetap menjadi juara. Contohlah seperti padi, dia semakin berisi semakin menunduk," kata Risma.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya