Cerita Heroik Tongkat Senter Wanita Misterius Selamatkan Sekoci Titanic

Sekoci penyelamat Titanic konon bisa lolos dari maut berkat tongkat senter milik wanita misterius.

oleh Afra Augesti diperbarui 22 Jul 2019, 14:03 WIB
Kapal titanic. (SOUTHAMPTON CITY COUNCIL / AFP)

Liputan6.com, London - Ketika Titanic tenggelam di dekat Newfoundland pada 1912, sekoci penyelamat milik kapal mewah itu berusaha membawa seluruh korban selamat menuju 'kehidupan baru'. Di tengah laut yang luas dan gelap, penglihatan mereka hanya dipandu sinar kembang api yang dilepaskan dari kapal dan lampu Titanic sendiri.

Namun, rupanya sekoci tersebut mendapatkan penerangan dari setitik lampu yang dioperasikan menggunakan baterai pada tongkat seorang wanita misterius. Alat inilah yang menjadi penerang jalan menuju keselamatan.

Tongkat senter itu rupanya milik Ella White. Dia menggunakan tongkat senter tersebut untuk memandu sekoci, serta tanda siaga keberadaan mereka. Demikian seperti dikutip dari Live Science, Senin (22/7/2019).

"Nyonya J. Stuart (Ella) White tidak membantu mendayung (sekoci) No. 8, tetapi dia menunjuk dirinya sendiri sebagai pemberi sinyal. Dia memiliki tongkat dengan lampu listrik bawaan. Pada malam itu, dia selalu melambaikan tongkatnya ke udara sebagai upaya untuk memberi sinyal kepada kapal penyelamat lain," menurut buku 'A Night To Remember' (R&W Holt, 1955) oleh Walter Lord.

White, yang waktu itu berumur 55 tahun, dan temannya, Marie Grice Young yang adalah guru piano berusia 36 tahun, telah berkelana keliling Eropa sebelum memutuskan untuk kembali ke rumah mereka di Westchester County, New York, dengan naik RMS Titanic --menurut Atlas Obscura.

Sahabat tersebut pun ditemani oleh ayam-ayam eksotis yang mereka beli di Prancis (yang mereka rencanakan untuk dibiakkan di rumah mereka), seorang pelayan wanita dan pelayan laki-laki.

Tongkat senter milik White itu berwarna hitam, dengan salah satu ujungnya berwarna coklat kekuningan, berbahan plastik sintetis yang dikenal sebagai Bakelite. Di dalam Bakelite disematkan lampu baterai, menurut situs liveauctioneers, rumah lelang yang menjual barang tersebut.

White tinggal di dek kelas satu selama pelayaran bersama Titanic dan hanya berkeliling kapal ini pada 14 April 1912, saat Titanic menabrak gunung es. Dalam kesaksiannya, White menggambarkan insiden itu sebagai getaran kecil.

"Bagi saya, tidak ada dampak yang sangat besar sama sekali. Tidak ada yang menakutkan sama sekali," katanya, menurut rumah lelang.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 


Kisah Dramatis Penyelamatan Korban Tenggelamnya Kapal Titanic

Titanic (Wikimedia Commons)

Tepat lewat tengah malam pada 15 April 1912, dua kapal layar melihat sinyal darurat dari Titanic, yang terancam tenggelam setelah menabrak gunung es di bagian utara samudera Atlantik.

Kapal layar terdekat, California, hanya berjarak kurang dari 20 kilometer -- dan terlihat oleh pandangan mata, abai untuk segera mengirimkan bantuan.

Karena dikelilingi oleh gunung es, kapten kapal tersebut, Stanley Lord, memutuskan tidak bertindak apa pun. Dia tidak membangunkan operator nirkabelnya, dia tidak mencoba menghubungi Titanic guna mencari tahu apa yang terjadi.  

Dikutip dari News.com.au pada Senin, 23 April 2018, peneliti tragedi Titanic, Daniel Allen Butler, berpendapat bahwa awak kapal California cenderung mengkhawatirkan risiko bahaya, dibandingkan dengan mencari solusi jalur memutar untuk menolong kapal terdekat -- sebagaimana merupakan salah satu prinsip pelayaran.

Kepada pihak penegak hukum di New York, Kapten Stanley mengira tembakan kembang api dar kru kapal Titanic sebagai bentuk perayaan, bukan sinyal tanda bahaya.

Jika saja kapal California maju mendekati Titanic, menurut Butler, maka akan lebih banyak penumpang yang bisa diselamatkan.

"Tingkah laku seperti itu, entah itu karena ketidakpedulian atau kecerobohan, menempatkan tanggung jawab besar pada para pemimpin pelayaran kapal California," ujar Senat AS memberi kesimpulan penyelidikan pada 1913, setahun setelah tragedi tenggelamnya Titanic.

Di waktu yang bersamaan dengan pengabaian oleh Kapten Stanley, sebuah kapal lainnya yang berjarak sekitar 100 kilometer, juga melihat sinyal kembang api di udara.

Operator sinyal kapal yang bernama Carpathia itu, Harold Cottam, baru saja mengirim pesan kepada rekannya di Titanic untuk memberi tahu dia, bahwa ada banyak sekali desakan dari pantai yang menunggu kabar kondisi para penumpangnya.

Jawaban yang didapat Cottam benar-benar membuat jantungnya berdegup kencang karena panik.

"CQD, MGY, 41.46 UTARA, 50.14 BARAT," kata operator Titanic, Jack Phillips.

"CQ" adalah panggilan keluar, "D" berarti marabahaya, "MGY" adalah surat panggilan Titanic, diikuti oleh koordinat. Dia juga mencampurkan sinyal "SOS" yang lebih baru untuk pertama kalinya dalam sejarah, yang menandakan situasi kian tiidak terkendali.

Cottam pun segera berlari ke kabin Kapten Arthur Rostron, melanggar protokol pelayaran, dan langsung mengabarkan bahwa Titanic sangat sedang dilanda masalah hebat, dan membutuhkan bantuan secepatnya.

Ketika mendengarnya, Kapten Rostron langsung memerintahkan petugas pertama, Horace Dean, untuk memutar laju kapal menuju lokasi Titanic berada.


Keputusan Cepat Kapal Carpathia

RMS Carpathia, penyelamat korban tragedi Titanic (Wikipedia)

Menurut Butler dalam bukunya yang berjudul The Other Side of the Night, Kapten Rostron tidak membutuhkan konfirmasi lebih lanjut untuk bertindak.

"Ketika dia mendengar kata 'kesulitan', dia secara naluriah tahu apa yang sedang terjadi," jelas Butler.

Saat tengah memacu kapal menuju lokasi Titanic, Kapten Rostron menginstruksikan para petugasnya untuk menyiapkan ruang bagi kemungkinan 2.000 penumpang tambahan.

Beruntung, kapal Carpathia tengah berlayar dari New York ke Hungaria, yang memiliki jumlah penumpang hanya sepertiga dari kapasitas.

Perkiraan waktu tempuh menuju lokasi Titanic adalah sekitar tiga hingga empat jam, dengan laju kecepatan maksimum 14,5 hingga 15 knot.

Ketika tengah bersaing dengan waktu, kapal Carpathia beberapa kali menerima pesan darurat, yang dengan jelas menunjukkan bahwa Titanic tengah tenggelam secara perlahan.

Ketika kapal Carpathia akhirnya tiba di tempat kejadian sekitar pukul 4 pagi, hampir satu setengah jam setelah Titanic tenggelam pada 2.20 pagi.

"Dia (Rostron) tidak pernah melambatkan laju kapalnya sampai benar-benar mencapai titik dia memperkirakan Titanic berada," ujar Butler.

Kapten Rostron melihat cahaya hijau dari beberapa sekoci, dan seketika menyadari merekalah yang selamat dari tragedi tenggelamnya Titanic.

Selama empat jam berikutnya, dia dan para awak kapal Carpathia bolak-balik menyelamatkan setiap sekoci yang terombang-ambing tersebut.

Meski begitu, tidak semua penumpang berhasil dinaikkan ke atas kapal karena tidak kuah menahan terpaan udara beku pagi itu.

Akhirnya, Kapten Rostron memutuskan mengikat sementara sekoci di sisi kapal, sambil berupaya mengontak bantuan dari kapal lain,

Ia hanya membekali korban yang tersisa dengan perlengkapan secukupnya untuk menghangatkan diri.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya