Prasetyo Setuju Jaksa Agung Selanjutnya dari Internal Korps Adhyaksa

Prasetyo percaya, Jaksa Agung yang diambil dari kalangan internal pasti profesional.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 22 Jul 2019, 12:57 WIB
Jaksa Agung HM Prasetyo menyampaikan keterangan saat penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, Kamis (1/3). Kerja sama ini juga bertujan untuk mewujudkan sinergitas di bidang penyelenggaraan pemerintah terkait infrastruktur. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung HM Prasetyo setuju dengan usulan sejumlah purna jaksa terkait kriteria pucuk pimpinan Kejaksaan Agung pada periode mendatang. Prasetyo sepakat penggantinya nanti berasal dari kalangan jaksa karier.

"Ya memang, sebaiknya Jaksa Agung itu adalah dari internal Kejaksaan," kata Prasetyo usai upacara di Lapangan Badan Diklat Kejaksaan RI, Jalan Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan, Senin (22/7/2019).

Politikus Partai Nasdem itu berpendapat, Jaksa Agung dari kalangan internal Korps Adhyaksa akan lebih paham tentang situasi, kondisi, tugas, kewenangan, dan tanggung jawab yang mesti diembannya.

"Kalau ditangani dari kejaksaan sendiri, kita sendiri sudah tahu dia merangkak dari bawah, sejak mereka sekolah di sini, kemudian mutasi dan promosi ke mana-mana ya dengan segala suka-dukanya menjadi tugas, kewajiban, tanggung jawab. Jadi tidak ujug-ujug. Karena ini masalah kejaksaan, masalah-masalah yang tentunya tugas yang sangat-sangat teknis," ucap Prasetyo.

Prasetyo percaya, Jaksa Agung yang diambil dari kalangan internal pasti profesional.

"Mereka praktisi hukum, karena melalui tahapan-tahapan pendidikan, kursus-kursus, juga praktik penegakan hukum," katanya mengakhiri.

Prasetyo sebelum terjun ke politik merupakan jaksa karier dengan jabatan terakhir Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) dan Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Agung RI pada tahun 2005-2006.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Usulan Purna Adhyaksa

Gedung Kejaksaan Agung Jakarta.

Sebelumnya, mantan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Sudono Iswahyudi mengusulkan, jaksa agung pada pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua idealnya adalah jaksa karier yang independen dan memiliki nilai plus.

"Jaksa Agung yang memiliki nilai plus adalah jaksa karier yang masih aktif maupun telah purna, telah menduduki jabatan di semua tingkatan di Kejaksaan Agung hingga eselon satu, dan pernah punya pengalaman berkarier di luar Kejaksaan Agung," kata Sudono Iswahyudi pada diskusi 'Kriteria Jaksa Agung yang diharapkan Keluarga Besar Purna Adhyaksa' di Jakarta, Minggu (21/7/2019) seperti dilansir Antara.

Menurut Sudono, jaksa agung adalah jabatan profesi karena itu, jaksa agung harus sangat memahami tugas-tugas jaksa dan tata kelola kejaksaan.

"Di Kejaksaan Agung juga memiliki kultur spesfik yang dipahami oleh jaksa karier. Kalau figur dari luar Kejaksaan Agung, maka harus banyak beradaptasi," katanya.

Sudono juga menegaskan, jabatan jaksa agung sama dengan jabatan Panglima TNI dan Kapolri, yakni diisi oleh perwira tinggi karier. "Jaksa agung idealnya diisi oleh jaksa karier baik masih maupun sudah purna tugas," katanya.

Sudono juga mengusulkan, jaksa agung harus independen, dan merdeka dalam membuat keputusan dalam penegakan hukum. "Jaksa agung, kalau dipengaruhi kekuatan tertentu, baik eksekutif maupun legislatif, seperti partai politik, maka tidak netral. Penegakannya bisa menjadi bias," katanya.

Sementara itu, mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chairul mengusulkan jaksa agung sebaiknya adalah jaksa karier, baik masih aktif maupun purna tugas, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai jaksa serta mengetahui tata kelola di Kejaksaan Agung.

Chairul juga mengusulkan jaksa agung sebaiknya figur independen dan memiliki rekam jejak baik, sehingga dalam kerjanya dapat menegakkan hukum secara tegas dan berkeadilan.

Menurut dia, jaksa agung harus bersikap monoloyalitas. Kalau jaksa agung dari partai politik atau direkomendasi oleh partai politik, maka dikhawatirkan akan terjadi bias loyalitas, karena dia juga akan patuh pada ketua umum partai politiknya.

"Ini dapat membuat penegakan hukum dapat menjadi bias," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya